Abdul Halim Iskandar Dimintai Keterangan KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Abdul Halim Iskandar untuk dimintai keterangan dalam penyidikan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan tersangka mantan Bupati Nganjuk Taufiqurrahman.
"Penyidik hari ini dijadwalkan memeriksa Abdul Halim Iskandar seorang dosen sebagai saksi untuk tersangka Taufiqurrahman," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi Antara di Jakarta, Selasa 31 Juli 2018.
Abdul Halim juga diketahui menjabat Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur dan juga Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PKB Jawa Timur.
Sebelumnya, KPK telah memanggil Abdul Halim pada Rabu 25 Juli lalu namun saat itu yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan dengan alasan sakit.
"Yang bersangkutan sakit, pemeriksaan dijadwalkan ulang, namun belum ditentukan waktunya," kata Febri di Jakarta.
KPK menduga Taufiqurrahman menerima gratifikasi sekitar Rp2 miliar dari dua rekanan kontraktor di Kabupaten Nganjuk masing-masing sebesar Rp1 miliar terkait proyek pembangunan infrastruktur di Kabupaten Nganjuk tahun 2015.
Selain itu juga diduga menerima dari pemberian-pemberian lainnya terkait mutasi, promosi jabatan di lingkungan Kabupaten Nganjuk sebelumnya dan "fee-fee" proyek di Kabupaten Nganjuk tahun 2016-2017.
Taufiqurrahman disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan lima tersangka kasus tindak pidana korupsi suap terkait mutasi dan promosi jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Nganjuk.
Lima tersangka itu, yakni Taufiqurrahman, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Nganjuk Ibnu Hajar, Kepala SMP Negeri 3 Ngronggot Kabupaten Nganjuk Suwandi, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Nganjuk Harjanto, dan Kepala Bagian Umum RSUD Kabupaten Nganjuk Mokhammad Bisri.
Diduga sebagai penerima pada kasus itu, yakni Taufiqurrahman, Ibnu Hajar, dan Suwandi.
Sementara diduga sebagai pemberi, yakni Mokhammad Bisri dan Harjanto.
Diduga, pemberian uang kepada Taufiqurrahman melalui beberapa orang kepercayaan Bupati terkait perekrutan dan pengelolaan ASN/PNS di Kabupaten Nganjuk Tahun 2017.
Total uang yang diamankan sebagai barang bukti senilai Rp298.020.000 yang berasal dari Ibnu Hajar sejumlah Rp149.120.000 dan Suwandi sejumlah Rp148.900.000.
Sebagai pihak pemberi Mokhammad Bisri dan Harjanto disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan sebagai pihak penerima Taufiqurrahman, Ibnu Hajar, dan Suwandi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (ar/ma)