A Tony Prasetiantono, Selamat Jalan Ekonom yang Ngejazz
Kabar duka beruntun minggu ini. Tadi malam, Dr A Tony Prasetiantono, ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM) menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit Metropolitan Medical Centre (MMC) Jakarta. Tepatnya pukul 23.30 WIB.
Mendadak. Mengejutkan. Tony yang seangkatan beda fakultas dengan saya saat kuliah di UGM ini memang punya riwayat sakit jantung. Menurut sejumlah kawan di Jakarta, tadi malam sampai jam 21.00, Tony masih makan malam bersama.
Saya pun belum lama bertemu dalam sebuah seminar yang digelar alumni MM FE UGM di Surabaya. Setelah sekian tahun tak berjumpa. Saat itu, Tony tetap seperti yang dulu. Bersahabat, ramah, dan renyah.
Tony sudah moncer sejak mahasiswa. Tulisan-tulisan tentang ekonomi telah mewarnai media di ibukota. Saat itu, ia termasuk penulis produktif selain para senior dan dosenya Prof. Dr Mubyarto dan Dr. Gunawan Sumodinigrat.
Ia sudah menjadi ekonom terkenal sebelum bergelar Doktor. Tony juga tak risih dengan itu. Kejernihan berpikirnya, ketajaman analisisnya dan kerajinan menulisnya di media membuat ia dengan cepat menjadi bintang baru di jajaran ekonom UGM.
Saya yang ketika ia menjadi dosen muda sebagai wartawan koran terbesar dari Surabaya amat sering menjadikannya narasumber berita. Juga sering mengundangnya sebagai pembicara dalam diskusi tentang ekonomi.
Sebagai sesama mahasiswa seangkatan, saya berbeda orientasi musik dengan Tony. Walau pun ekonom UGM dikenal merakyat dan lebih ndeso dibanding ekonom UI, tetap saja mempunyai gaya hidup yang lebih wah dibanding mahasiswa di kelompok sosial, ekonomi dan humainora.
Di kampus UGM, kelompok sains dan teknik terpisah secara fisik dengan kelompok humaniora. Kampus sains dan teknik berada di barat jalan Kaliurang. Sedangkan sosial humaniora di timur jalan umum yang membelah kampus biru itu.
Para mahasiswa Fakultas Ekonomi tempat Tony menajdi mahasiswa sudah dikenal sebagai strata atas dalam struktur sosial. Grup basketnya kuat, banyak yang jadi anggota kelompok drumband, sering menggelar konser musik elit seperti jazz.
Sementara saya yang di Fisipol, lebih banyak sebagai aktivis, demontrans, dan penyuka musik dangdut. Dr. Dodi Ambardi yang kini terkenal sebagai pengamat politik lulusan Ohio State University, AS, saat menjadi mahasiswa lebih dikenal sebagai pemain ketipung handal.
Meski kampus Fisipol dan FE UGM berdempetan, para mahasiswanya bergaya hidup berbeda. Meski para mahasiswa FE UGM dianggap ndeso dibandingkan anak UI, mereka masih jauh dianggap "mengkota". Ini juga yang melekat pada Tony Prasetiantono.
Karena itu, selain sebagai ekonom kenamaan, Tony sampai sekarang dikenal sebagai pembuat pertunjukan musik jazz di kampusnya. Salah satu orang yang menginisiasi dan menggelar pertunjukan musik jazz kepas internasional dengan harga lokal.
Kolega Tony sesama dosen UGM yang dikenal juga penggila musik jazz adalah Dr Anggito Abimanyu. Ekonom yang sekarang mengurusi dana haji ini tidak hanya dikenal sebagai penggila musik jazz, tetapi juga pemain saxophone handal. Tony dan Anggito bisa disebut ekonom UGM yang jazzy.
Saya nggak tahu apa ada junior Tony di FE UGM yang akan meneruskan kegemaran musiknya. Akankah ada ekonom baru muda penggantinya yang mampu mengartikulasikan gagasan dan analisis ekonomi secara jernih dan tajam di media massa?
Yang pasti, kita akan kehilangan bacaan tentang ekonomi di media massa atas nama A. Toni Prasetiantono. Kita tak lagi bisa bersua dan bercengkerama, apalagi menikmati musik jazz bersama dosen yang juga komisaris Bank Permata ini.
Selamat jalan Tony. Kami semua pasti akan menyusulmu pada saatnya. (Arif Afandi)
Advertisement