A.D. Pirous, Kebahagiaan dan Rasa Syukur Seorang Pelukis
Innalillahi wa innailahi rsjiun Telah meninggal dunia guru kami Bapak AD Pirous di IGD RS Borromeus, Bandung, pada hari Selasa 16 April 2024 sekitar pukul 20.00.
Saat ini jenazah masih berada di RS Borromeus. Segera disemayamkan di rumah duka di Serambi Pirous jl Bukit Pakar Timur II no 111 Bandung.
Demikian kabar duka beredar di kalangan seniman dan aktivis kebudayaan Indonesia.
Tokoh seni lukis Indonesia yang dikenal dekat dengan Amang Rahman (almarhum, pelukis legendaris Surabaya) meninggal dunia dalam usia 92 tahun.
Prof Emeritus Drs Abdul Djalil Pirous dikenal sebagai A.D. Pirous (11 Maret 1932 – 16 April 2024) adalah seniman seni rupa Indonesia. Ia merupakan perintis pendidikan desain grafis di Seni Rupa ITB dan pendiri studio seni dan desain bernama Decenta (1973-1983).
Putra dari pasangan Mauna Pirous Noor Mohamad dan Hamidah, dibesarkan di kota kelahirannya, Meulaboh, Aceh.
AD Porous meninggalkan sejumlah putra-putri: Mida Meutia, Iwan Meulia, dan Raihan Muerila
Sepenggal Kisah A.D.Pirous
Satu kali di tahun 1960, sekelompok seniman yang menyebut dirinya Sanggar Seniman, mengadakan pameran bersama di Balai Wartawan Bandung (depan Hotel Savoy Homan) Pada hari pembukaan datanglah seorang pengunjung, orang Kanada.
Ia mengamati sebuah lukisan dan bertanya pada senimannya apakah karya itu dijual. Si seniman terkejut karena baru kali ini ia mendapat pertanyaan semacam itu. Karena gugup ia pamit sebentar untuk melapor pada teman-temannya. Dengan polos dan kebingunan ia ceritakan bahwa ada orang asing yang ingin membeli karyanya.
“Ya, sudah jual saja,” kata But Moechtar, seniman yang ketika itu sudah bisa menjual karya seharga Rp.20.000.
“Berapa?” tanyanya lagi.
“Yah, Rp.7.500 saja,” kata But Moechtar. Maka berjalanlah seniman itu kembali menemui calon pembelinya sambil terus memikirkan angka Rp.7.500. Tak percaya dengan angka sebesar itu, ia menurunkannya menjadi Rp. 6.500. “Ok. I Take it”, kata orang Kanada yang langsung membeli karyanya.
Jika peristiwa itu lantas menjadi pancang pertama baginya untuk memasuki dunia kesenimanan, maka itu bukan karena nilai uangnya. Peristiwa itu dianggapnya sebagai rahmat atau jadi semacam hutang nasib baginya.
Berpuluh-puluh tahun kemudian, ketika ia telah menjadi seniman terkenal sekaligus guru yang namanya tak bisa dipisahkan dari FSRD ITB, suatu hari seorang seniman muda yang pernah menjadi muridnya meminta padanya membuka pameran lukisannya. Ia bersedia dan menyukai karya-karya seniman muda itu.
Usai membuka pameran, ia bertanya pada pelukis muda itu, “Apakah kamu sudah pernah menjual karyamu?” Ketika seniman muda itu menjawab belum, ia segera memilih sebuah karya. Ia tak ingin tahu berapa harganya, tapi ia ingin membelinya dengan harga Rp. 6.500.000, dan seniman itu bersedia.
“Kenapa Rp. 6.500.000? Karena saya ingin membayar harga Rp 6.500 karya saya yang terjual tahun 1960 itu. Saya beli bukan karena saya kaya raya, tapi saya merasa punya hutang dalam hidup saya, dan saya akan membayarnya. Dengan membeli karya itu saya ingin mengatakan bahwa dia itu berbakat. Dan belakangan seniman muda itu berkembang dengan baik,” tutur A.D Pirous, pelukis senior Kota Bandung yang 11 Maret 2012, berusia 80 tahun.
Berbincang dengan pelukis penting dalam khazanah seni rupa modern Indonesia dan tokoh terkemuka dalam dunia pendidikan seni ini, adalah bertemu dengan sosok seorang ayah atau kakek yang hangat.
Terlebih ketika ia menuturkan seluruh perjalanan kesenimanannya yang berawal di tahun 1960 itu. Dalam usia 80 tahun, ketika itu, tak ada yang lebih ingin direnungkannya kecuali rasa syukur bahwa seluruh perjalanannya merupakan ikhtiar untuk menjadi orang yang berguna bagi masyarakatnya.
Serambi Pirous, Galeri dan Karyanya
Setelah pensiun dan memasuki usia senjanya, A.D. Pirous membutuhkan suatu “Integrasi Lokal”, yaitu tempat melakukan kegiatan yang saling menunjang, saling mendukung. Tempat untuk tinggal, berkarya dan kontak dengan masyarakat di satu lahan.
A.D. Pirous membangun huniannya, studionya dan galerinya di lereng bukit yang menawan di Bukit Pakar Timur.Tempat integrasi lokal A.D. Pirous ini di dalam proses perancangan desain arsitektur dan interiornya, dibantu wujudkan oleh Arsitek Suwito Hadi, yang menuturkan tentang konsep dari kedua bangunan itu, dikutip Asrinesia.
Tahun 2003 A.D. Pirous dan Erna Ganarsih ingin dibuatkan perencanaan sebuah rumah tinggal untuk mereka sekeluarga.
"Saya buat konsep rumah yang nyaman untuk tempat tinggal sekaligus tempat untuk mereka berkarya dan mencari ilham dalam melukis," tutur AD Pirous.
Bentuk minimalis, artistik, menyatu dengan alam, pencahayaan harus prima dan tidak lekang dimakan waktu. Detil dan warna tidak menyolok. Luas rumah tinggal 300 m2 dan studio lukis 150 m2, dibangun tahun 2004 di atas lahan seluas 1.150 m2.
Rumah tinggal satu lantai pada level atas sejajar dengan level jalan, studio lukis dibangun satu level di bawah rumah pada bagian belakang.
Lahan berada di lereng bukit, sebagian lahan rata dengan jalan, makin ke belakang makin turun, maka bangunan dan halaman dibuat bertangga.
Tahun 2017, pasangan pelukis A.D. Pirous dan Erna Ganarsih ingin dibuatkan galeri di lahan rumah tinggal mereka. Konsep galeri: harus sesuai dengan selera banyak orang karena area publik, kesan lebih modern agar lebih diterima oleh generasi muda, detil dan warna di dalam ruang harus tidak menyolok agar benda yang dipamerkan lebih menonjol.
Untuk galeri tentu perlu pencahayaan yang prima untuk siang dan malam hari. Konsep tambahan, yang penting tampilan galeri harus selaras dengan rumah yang sudah ada, walaupun fungsi dan penonjolan karakter keduanya berbeda.
Untuk itu perlu dibuat suatu area/ bentuk peralihan yang menghubungkan keduanya. Walaupun menjadi satu area dengan rumah, privasi rumah tinggal harus tidak terganggu.
Tahun 2018 dibangun galeri dua lantai pada lahan di belakang rumah dengan luas 400 m2. Level atas galeri sejajar dengan level rumah dan level bawah galeri sejajar serta menyatu dengan studio.
Galeri dan rumah tinggal masing-masing mempunyai jalan dan pintu masuk sendiri, jadi privasi rumah tinggal tidak terganggu dengan area publik. Walaupun begitu, pada bagian belakang ada suatu area peralihan/ pengubung berupa balkon seperempat lingkaran yang memudahkan akses dari rumah ke studio dan galeri.
Sebagian besar memakai material alam, seperti batu dan kayu, karena konsep bangunan direncanakan menyatu dengan alam. Juga material lokal untuk menonjolkan rasa sederhana dan cinta tanah air.
Pada usia 92 tahun, A.D.Pirous menghadapi ke Rahmatullah. Suami dari Ny Erna Garnasih Pirous ini, menjumpai Tuhannya dengan tenang. Innalillahi wa inna ilaihi raji'un.
Advertisement