93.000 Warga Rohingnya di Malaysia Tanpa Identitas
Badan Pengungsi PBB (UNHCR) melaporkan dari 150.000 orang warga Rohingya yang melarikan diri ke Malaysia hanya sekitar 57.000 orang saja yang menerima kartu pelarian UNHCR sedangkan 93.000 warga tidak beridentitas.
Ketua Pengurus Kehormatan Majelis Rohingnya Malaysia (MRM) dan Presiden Penggerak Malaysia, Mohd Nazri Bin Sahat didampingi Pengurus Eksekutif MRM, Datin Rohani Hj Mohd. Ariff mengemukakan hal itu dalam jumpa pers di Kuala Lumpur, Rabu, 3 Januari 2017.
"Warga Rohingya merupakan sebuah masyarakat yang paling tertindas di dunia ini. Mereka merupakan sebuah bangsa yang dirampas kewarganegaraannya dan sedang mengalami kehilangan jati diri, budaya, dan mengalami genosida oleh Myanmar," kata Nazri.
Nazri mengatakan Penggerak Malaysia dengan berbagai LSM yang prihatin dengan nasib komunitas Rohingya di Malaysia telah mendirikan Majelis Rohingya Malaysia sebagai lembaga gabungan untuk membangunkan komunitas Rohingya berdasarkan Falsafah Rukunegara dan budaya bangsa.
"Warga Rohingya di Malaysia berada di seluruh pelosok negara. Mereka berada di kampung-kampung dan taman-taman serta mayoritas di antara mereka hidup di dalam garis kemiskinan yang memprihatinkan," katanya.
Nazri mengatakan pihaknya telah bertemu dengan Warga Rohingya di Kedah, Pulau Pinang, Kelantan, Pahang, Melaka, Negeri Sembilan, Johor, Selangor dan Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur sepanjang 2017.
"Sebanyak 400 orang keluarga Rohingya telah memohon dan diterima sebagai anggota Penggerak Malaysia. Iuran keanggotaan sebanyak RM 300 per tahun bagi sebuah keluarga termasuk suami, isteri dan anak-anak di bawah 17 tahun. Kartu keanggotaan juga telah dikeluarkan," katanya.
Mereka, ujar Nazri, membiayai kehidupannya dengan melakukan pelbagai kerja diantaranya mengambil upah menanam padi di Kedah, buruh di Pulau Pinang, pekerja pabrik di Kulim, Kedah, Johor Baru, Johor dan Klang, Selangor.
"Mereka juga dijumpai mengambil besi bekas dan barang terpakai di Selangor, Kuala Lumpur dan Melaka. Pendapatan mereka sekitar RM 1000 hingga RM 2000.00 sebulan bagi sebuah keluarga," katanya.
Dari pendapatan tersebut, ujar dia, mereka mengirimkan uang sekitar RM 500 sebulan kepada keluarga mereka di Myanmar ataupun di Bangladesh.
"Kami mendapati terdapat hampir 100 sekolah Rohingya di Semenanjung Malaysia dan lebih 20 kelompok Rohingya dengan berbagai nama kelompok dimana tidak satu pun sekolah ini terdaftar di pemerintah," katanya.
Nazri mengatakan mereka bergerak mencari nafkah ke hulu dan ke hilir dengan menaiki sepeda motor tanpa SIM karena mereka tidak boleh memohon SIM dari Jawatan Pengguna Jalan (JPJ).
"Pemegang kartu UNHCR tidak boleh berkerja secara resmi karena tidak ada peruntukan undang-undang yang membolehkan mereka bekerja apabila memegang kartu UNHCR. Wanita dan anak-anak perempuan Rohingya di Malaysia pula hidup tanpa pembelaan yang sewajarnya," katanya.
Dia mengatakan mereka tidak menerima pendidikan yang mencukupi untuk mengetahui dan memperjuangkan hak mereka sebagai seorang wanita yang sepatutnya.
"Terdapat perkawinan di bawah umur di kalangan mereka di Malaysia. Warga Rohingya ini menganuti faham mazhab Imam Hanafi tetapi oleh karena kebanyakan dari mereka tidak memperolehi pendidikan agama yang mencukupi, mereka mengasingkan diri dari surau-surau dan masjid-masjid kita yang diurus menurut Mazhab Imam Syafii," katanya.
Mereka, ujar dia, membentuk madrasah-madrasah sendiri dan mengambil fatwa-fatwa dari ustadz-ustadz di kalangan mereka yang tidak menggunakan fatwa-fatwa Majelis Agama Islam Negeri dan Kebangsaan.
"Banyak dikalangan warga Rohingya yang tidak solat dan lebih menyedihkan lagi terdapat juga warga Rohingya yang terlibat dengan penyalahgunaan narkoba, seks dan judi," katanya.
Dari sudut psikologi pula, ujar dia, keadaan kesehatan mental warga Rohingya di Malaysia berada pada tahap terendah dan tidak stabil.
Sebagai sebuah lembaga gabungan, ujar dia, MRM berusaha untuk menggabungkan sekurang-kurangnya 100 LSM dimana ditargetkan 10 LSM Gabungan membentuk MRM Negeri dan keseluruhan gabungan tersebut membentuk MRM Pusat.
"Gabungan LSM Malaysia bertujuan memastikan agar usaha pembangunan komunitas Rohingya Malaysia menjadi teratur dan berfokus. Hubungan baik dengan pemerintah, negara bagian, partai politik dan swasta terpelihara," katanya. (ant)