9 TKI Raih Gelar Sarjana di Korea
Keterbatasan waktu dan tenaga ternyata tidak menghalangi sembilan tenaga kerja Indonesia (TKI) di Korea Selatan meneruskan pendidikan yang lebih baik. Bahkan mereka tercatat telah menyelesaikan studi dan berhak menyandang gelar sarjana
Pensosbud KBRI Seoul, Purno Widodo, melalui keterangan pers yang diterima di London, Senin 27 Agustus 2018, menyebutkan kesembilan pekerja migran tersebut berhasil meraih gelar sarjana di Universitas Terbuka (UT) Korea Selatan.
Perhelatan wisuda sarjana di UT digelar pada Minggu 26 Agustus 2018 dengan meriah dengan berbagai atraksi seni yang ditampilkan berbagai komunitas budaya. Suasana haru dan sakral wisuda sangat kental terasa dari awal hingga akhir acara.
Wisudawan yang berhasil lulus adalah dari jurusan Sastra Inggris dan Manajemen. Sebagian besar dari mereka adalah operator mesin di berbagai pabrik yang ada di Korsel yang mengharuskan mereka bekerja dari Senin hingga Sabtu.
Rata-rata, mereka pulang kerja pukul 20.00 malam. Tidak hanya itu, hari Minggu terkadang dihabiskan untuk lembur. Tidak heran jika waktu belajar pun sangatlah minim.
Rektor UT Prof. Drs. Ojat Darojat menyatakan bangga karena mengtahui beratnya bekerja sambil kuliah. Jenis pekerjaannya pun tidak ringan, rata-rata membutuhkan tenaga fisik dan konsentrasi tinggi.
"Saya bangga dan terharu kepada ke-9 Pekerja Migran Indonesia yang berhasil diwisuda. Perjuangan dan kegigihan mereka dalam bekerja, dan semangat serta konsistensi mereka dalam belajar telah mengantarkan mereka hingga lulus," ujar Rektor.
Sementara itu Dubes Umar Hadi yang turut mengukuhkan Wisudawan menyampaikan kegembiraannya.
Gelar kesarjanaan akan semakin membuat TKI lulusan UT ini mampu mengaktualisasikan diri dengan rasa percaya diri yang lebih tinggi. Bahkan posisi tawar saat pulang ke tanah air kelak juga dipastikan akan meningkat, ujar Dubes Umar.
Lebih lanjut, Dubes Umar menyampaikan penghargaannya kepada seluruh Wisudawan yang tampak gembira.
"Saya sangat menghargai mereka yang tak kenal letih berusaha untuk masa depan, bukan hanya mengumpulkan pundi-pundi rupiah tapi juga pundi-pundi ilmu yang pasti berguna hingga akhir hayat," ucapnya.
Selain modal uang, semua pekerja migram harus terus membekali diri dengan ilmu yang bermanfaat, agar ketika kembali ke kampung halaman dapat membangun hidup yang lebih baik, ujarnya.
"Entah dengan berwirausaha ataupun dengan bekerja pada perusahaan besar dengan ilmu yang didapat selama kuliah, serta keterampilan dan pengalaman yang di dapat selama bekerja di Korsel," ujarnya.
Dari 39.186 WNI di Korea Selatan, 32.567 di antaranya adalah pekerja migran dengan rentang usia antara 19 sampai 35 tahun. Saat ini baru satu persen dari pekerja migran memanfaatkan kesempatan belajar di Universitas Terbuka Korea melalui sistem belajar jarak jauh.
"Saya harap acara wisuda hari ini bisa memotivasi pekerja migran lainnya untuk memanfaatkan kuliah di UT, sehingga ke depannya minimal 10 persen pekerja migran bisa ditargetkan untuk kuliah," katanya.
Hal ini juga merupakan solusi bagi pekerja migran sehingga mereka tidak takut pulang ke Indonesia saat kontrak kerja habis, karena sudah mempunyai bekal pendidikan dan pengalaman yang memadai, ujar Dubes.
UT Korea aktif berkegiatan sejak tahun 2011 dengan inisiasi anggota Persatuan Pelajar Indonesia di Korea Selatan (Peprika). Pada tahun 2014, UT Korea terdaftar secara resmi sebagai NGO di Korea dan memungkinkan UT Korea mendapatkan berbagai fasilitas dari Pemerintah Korsel.
Selama tujuh tahun berdiri, lebih dari 1.000 mahasiswa sebagian besar Pekerja Migran Indonesia bergabung menimba ilmu di UT Korea.
Saat ini, UT Korea melibatkan 49 mahasiswa S2 dan S3 sebagai tutor per semesternya. Sejauh ini UT Korea berhasil meluluskan 96 mahasiswa. Banyak dari mereka yang karena masa kerja di Korsel habis tak sempat menamatkan kuliahnya, namun sebagian besar melanjutkan di Tanah Air. (ant)