860 Orang Tewas, PBB Serukan Penghentian Senjata ke Myanmar
Pasukan junta militer di Myanmar telah membunuh lebih dari 860 orang sejak kudeta 1 Februari, Praktik kekerasan junta militer yang menggulingkan Aung San Suu Kyi, hingga kini belum berhenti.
Tak heran bila Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada hari Jumat 18 Juni 2021 mengeluarkan seruan penghentian aliran senjata ke Myanmar. PBB pun mendesak militer menghormati hasil pemilihan November dan membebaskan tahanan politik, termasuk pemimpin Aung San Suu Kyi.
Majelis Umum mengeluarkan resolusi dengan dukungan 119 negara, sekitar empat bulan dari peristiwa militer menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi dalam kudeta. Belarusia meminta agar teks resolusi tersebut divoting dan merupakan satu-satunya negara yang menentangnya, sementara 36 abstain, termasuk China dan Rusia.
Sisanya 37 anggota Majelis Umum tidak memilih, seperti dikutip dari France 24, Sabtu 19 Juni 2021.
Sekjen PBB Berseru Keras
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres sebelumnya pada hari Jumat mendorong Majelis Umum untuk bertindak, mengatakan kepada media, “Kita tidak bisa hidup di dunia di mana kudeta militer menjadi norma. Itu sama sekali tidak dapat diterima.”
Draf awal resolusi PBB mencakup bahasa yang lebih keras yang menyerukan embargo senjata terhadap Myanmar. Menurut sebuah proposal yang dilihat oleh Reuters bulan lalu, sembilan negara Asia Tenggara ingin frasa itu dihapus.
Teks kompromi “menyerukan semua negara anggota untuk mencegah aliran senjata ke Myanmar.”
Resolusi Hentikan Kekerasan
Resolusi Majelis Umum tidak mengikat secara hukum tetapi memiliki bobot politik. Berbeda dengan Dewan Keamanan yang beranggotakan 15 negara, tidak ada negara yang memiliki hak veto di Majelis Umum.
Pasukan junta telah membunuh lebih dari 860 orang sejak kudeta 1 Februari, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik. Junta mengatakan jumlahnya jauh lebih rendah.
Resolusi PBB menyerukan militer Myanmar untuk “segera menghentikan semua kekerasan terhadap pengunjuk rasa damai” dan mengakhiri pembatasan di internet dan media sosial.
Lima Poin untuk Junta Militer
Majelis Umum juga meminta Myanmar untuk segera menerapkan konsensus lima poin yang dibuat junta dengan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) pada April untuk menghentikan kekerasan dan memulai dialog dengan lawan-lawannya.
Negara-negara ASEAN Brunei, Kamboja, Laos dan Thailand abstain dalam pemungutan suara Majelis Umum, sementara Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina dan Vietnam memberikan suara mendukung. Duta Besar Myanmar untuk PBB Kyaw Moe Tun, yang berbicara mewakili pemerintah sipil terpilih di negara itu, juga memilih ya.