84 Petugas Pemilu Meninggal, Menkes: Risiko Tinggi Hipertensi
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, petugas penyelenggara Pemilihan Umum atau Pemilu, Rabu 14 Februari 2024, meninggal sebanyak 84 orang.
Jumlah ini memang jauh lebih rendah dari korban meninggal pada Pemilu 2019. Meski demikian, Budi Gunadi Sadikin menilai, satu nyawa saja sudah terlalu banyak.
“Walaupun jumlah yang meninggal dibandingkan Pemilu 2019, yang di atas 500-an, sekarang kan turun jauh. Tadi Pak KPU (Hasyim Asy’ari) angkanya 71 untuk yang tanggal 14 sampai 18 (Februari), dari Bawaslu ada tambahan 13 orang. Jadi totalnya ada 84 yang meninggal sampai sekarang,” ungkapnya dalam konferensi pers di Gedung Kemenkes, Senin 19 Februari 2024.
Angka kematian ini sekitar 16 persen dari jumlah petugas Pemilu sebelumnya yang meninggal dunia yakni 2019 yang angkanya di atas 500. “Jadi memang terjadi penurunan yang sangat drastis dari jumlah petugas Pemilu yang wafat pada saat bertugas dibandingkan dengan pemilu sebelumnya," sambung Budi Gunadi Sadikin.
Hasil Skrining Risiko Hipertensi
Budi Gunadi Sadikin memaparkan, Kemenkes dan BPJS telah melakukan skrining pada 6,8 juta petugas Pemilu. Diketahui dari 6,8 juta itu, 6,4 juta orang sehat, dan 400 ribu lainnya berisiko tinggi.
“Nah ini yang banyak masih lolos," sesalnya.
Budi Gunadi Sadikin juga menyebut, dari skrining ditemukan bahwa risiko tinggi penyakit yang paling banyak terdeteksi adalah hipertensi.
“Banyak sekali nih masyarakat Indonesia hipertensi jadi makannya tolong diatur, jangan banyak-banyak garam, gula, lemak itu mesti diatur. Rokoknya juga kalau bisa dikurangi karena itu hipertensi," tandasnya.
“Paling tinggi hipertensi yang kedua jantung waktu diskrining sama Pak BPJS. Itu dua yang paling besar," sambung Menkes.
Sayangnya, masyarakat cenderung melakukan skrining setelah terdaftar jadi petugas penyelenggara Pemilu. Guna mengantisipasi terjadinya kasus serupa pada Pemilu 2029, Budi Gunadi Sadikin tengah mengkaji soal penyempurnaan skrining.
“Skrining kesehatan itu jadi syarat untuk bisa jadi petugas. Itu langkah pertama yang kami ingin lakukan agar mereka pas benar-benar jadi petugas kondisinya sehat. Sehingga kalau bisa kita mengenolkan (korban jiwa)," tegas Menkes.
Advertisement