8 Meninggal, Warga Banyuwangi Giat Berantas Sarang Nyamuk DBD
Penyebaran demam berdarah dengue (DBD) di Banyuwangi cukup tinggi. Bahkan beberapa pekan belakangan angkanya cukup tinggi utamanya pada bulan Juni 2022 lalu. Untuk itu Pemkab Banyuwangi meminta masyarakat menggiatkan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) untuk memutus mata rantai penyebaran DBD.
Data Dinas Kesehatan Banyuwangi, sejak bulan Januari 2022 hingga Juli ini total sudah 309 orang terjangkit DBD. Dari jumlah itu delapan orang meninggal. Rinciannya, Januari 47 orang, meninggal satu orang; Februari 35 orang, meninggal satu orang; Maret 43 orang, meninggal tiga orang; April 46 orang, meninggal satu orang; Mei 48 orang, meninggal satu orang; Juni 61 orang, meninggal satu orang, dan Juli 29 orang telah terjangkit.
“Sedang kita waspadai ada peningkatan yang signifikan dalam beberapa minggu terakhir tidak hanya di Banyuwangi tapi di Jawa Timur dan Indonesia,” jelas Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Banyuwangi, Amir Hidayat, Jumat, 22 Juli 2022.
Kasus DBD, menurut Amir, hampir di seluruh daerah kejadiannya lebih banyak di wilayah perkotaan dari pada di pedesaan. Begitu juga di Banyuwangi yang didominasi di wilayah Kecamatan Banyuwangi.
Karena di wilayah kota tempat penampungan air yang tidak berhubungan dengan tanah itu sangat banyak dibanding dengan di desa. Tempat seperti ini menjadi tempat bersarangnya nyamuk aedes aegypti.
Untuk memutus mata rantai penyebaran DBD ini, Amir mengajak semua pihak untuk meningkatkan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) khususnya nyamuk aedes aegypti. PSN ini hanya dilakukan seminggu sekali terutama hari Jumat saat melakukan kegiatan bersih-bersih. “Diharapkan bisa mengurangi, memutus rantai penularan demam berdarah, nyamuk aedes aegypti terutama,” tegasnya.
Jika dalam suatu wilayah ada kasus positif DBB dan di sekitarnya ada nyamuk aedes agypti, maka kondisi ini berbahaya. Karena nyamuk aedes aegypti akan menularkan ke lingkungan sekitarnya dalam radius 100 meter.
Maka, menurutnya, seluruh masyarakat harus melakukan PSN dengan melakukan tiga M. Yakni menguras tempat penampungan air, menutup tempat penampungan air, menutup tempat penampungan air.
Tujuannya agar tidak menjadi habitat atau tempat pengembangbiakan nyamuk. Tidak hanya itu masyarakat harus membuang barang bekas yang dimungkinkan menjadi tempat penampungan air terutama pada musim hujan.
“Ini yang harus dilakukan semua tanpa terkecuali. Karena kalau salah satu RT ada satu rumah ada satu penampungan air yang menjadi tempat hidup nyamuk dia bisa menyebar ke lingkungan sekitarnya,” ujarnya.
Faktor yang membuat terjadinya lonjakan kasus DBD ini paling banyak dipengaruhi pergantian musim yang berujung pada kondisi lingkungan. Saat ini sedang terjadi pancaroba. Di mana terjadi hujan dalam intensitas yang cukup sering di beberapa waktu. Namun pada waktu yang matahari juga muncul dengan sinarnya yang terang.
Pada kondisi inilah, di tempat penampungan air yang terjadi pada saat terjadi hujan suhunya menjadi optimum untuk perkembangan nyamuk aedes aegypti. Sehingga dengan kondisi ini nyamuk aedes aegpyti berkembang biak dengan cepat.
“Di samping itu, perlu peningkatan kesadaran masyarakat karena ini soal pencegahan yang sebenarnya sangat mudah dan sangat murah ketika kita melakukan 3 M tadi,” tegasnya lagi.
Mengenai pelaksanaan fogging, Amir menyebut fogging itu hanya alternatif saja. Sebab, dengan metode fogging hanya membunuh nyamuk dewasa. Apalagi dalam fogging yang disemprotkan adalah racun yang berisiko pada manusia, binatang dan lain sebagainya. “Itu (fogging) sebenarnya tidak direkomendasikan. Kalau misalnya difogging maka kami tetap merekomendasikan PSN itu dilakukan,” pungkasnya.