8 Hal Penting! Mudin Perempuan, Fardhu Kifayah dan Problematika Umat
Pemulasaraan jenazah merupakan kewajiban bersama bagi umat Islam. Hal itu merupakan ketentuan syariat yang harus dilaksanakan. Namun begitu, masalah kewajiban memulasari jenazah terkadang mengalami hambatan. Terutama masalah jenazah perempuan, sedang si mudin kebetulan seorang lelaki.
Bagaimana menghadapi masalah tersebut di tengah problematika masyarakat, berikut penjelasan KH M Ma’ruf Khozin, Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Timur. Kiai Ma’ruf Khozin, yang juga Pengasuh Pondok Pesantren RaudlatulUlum Suramadu, Bangkalan, memberi catatan khusus soal “Mudin Perempuan”:
Kewajiban memulasari jenazah adalah kewajiban kolektif (Fardhu Kifayah). Namun di perkotaan masih sangat minim ibu-ibu yang berkenan menjalani sebagai Mudin Perempuan. Sering saya dengar di kawasan Sidoarjo dan Surabaya saat ada seorang ibu wafat maka harus menunggu Mudin Perempuan yang masih mengurus jenazah lainnya, atau sedang keluar daerah bahkan kadang meminta bantuan ke Mudin Perempuan di kampung lain.
Oleh karenanya, pagi tadi saya sajikan materi Fikih Jenazah tapi saya kemas dengan tema lain. Sebab dari 1700 Bunda-bunda Az-Zahra Sidoarjo tidak kesemuanya memiliki keberanian, sehingga gambar di layar semua saya tampilkan dalam bentuk kartun. Terpenting ibu-ibu tahu ilmunya, untuk praktik tinggal kebiasaan menyertai Modin.
Berikut sebagian ringkasan materinya:
1. Menuntun Kalimat Tahlil
« لَقِّنُوا مَوْتَاكُمْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ »
Rasulullah bersabda: “Tuntunlah orang yang akan mati dengan La Ilaha Illallah” (HR Muslim)
2. Membaca Yasin Di Dekat Orang Yang Akan Wafat
صَفْوَانُ حَدَّثَنِى الْمَشْيَخَةُ أَنَّهُمْ حَضَرُوا عِنْدَ غُضَيْفِ بْنِ الْحَارِثِ الثُّمَالِىِّ حِينَ اشْتَدَّ سَوْقُهُ فَقَالَ هَلْ مِنْكُمْ أَحَدٌ يَقْرَأُ يس قَالَ فَقَرَأَهَا صَالِحُ بْنُ شُرَيْحٍ السَّكُونِىُّ فَلَمَّا بَلَغَ أَرْبَعِينَ مِنْهَا قُبِضَ. قَالَ وَكَانَ الْمَشْيَخَةُ يَقُولُونَ إِذَا قُرِئَتْ عِنْدَ الْمَيِّتِ خُفِّفَ عَنْهُ بِهَا. قَالَ صَفْوَانُ وَقَرَأَهَا عِيسَى بْنُ الْمُعْتَمِرِ عِنْدَ ابْنِ مَعْبَدٍ.
Shafwan berkata: “Shaleh bin Syuraih membacakan Yasin di dekat Ghudlaif al-Tsumali. Isa bin Mu’tamir juga membacakan Yasin di dekat Ibnu Ma’bad. Para Guru berkata: Jika Surat Yasin dibacakan di dekat orang yang akan mati, maka akan ringan keluarnya ruh” (HR Ahmad, sanadnya Hasan)
3. Baca Qur'an Setelah Wafat
عن أبي خالد الاحمر عن يونس عن الحسن عن عمر قال : احْضُرُوْا أَمْوَاتَكُمْ فَأَلْزِمُوْهُمْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَغْمِضُوْا أَعْيُنَهُمْ إِذَا مَاتُوْا وَاقْرَؤُوْا عِنْدَهُمُ الْقُرْآنَ
Diriwayatkan dari Khalid, dari Yunus, dari al-Hasan dari Umar, ia berkata: Datangilah orang yang meninggal, tuntunlah dengan kalimat Lailaaha illa Allah, pejamkan matanya jika telah mati, dan bacakanlah al-Quran di dekatnya (Riwayat Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf 3/386 No 6043 dan Ibnu Syaibah 2/448 No 0882, juga diriwayatkan oleh Said bin Manshur)
4. Boleh Menangis
مَاتَ مَيِّتٌ مِنْ آلِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاجْتَمَعَ النِّسَاءُ يَبْكِينَ عَلَيْهِ فَقَامَ عُمَرُ يَنْهَاهُنَّ وَيَطْرُدُهُنَّ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعْهُنَّ يَا عُمَرُ فَإِنَّ الْعَيْنَ دَامِعَةٌ وَالْقَلْبَ مُصَابٌ وَالْعَهْدَ قَرِيبٌ
Ada keluarga Nabi wafat, para wanita berkumpul dan menangis. Umar berdiri dan melarang mereka. Nabi bersabda: “Biarkan Umar. Air mata menangis dan hati terkena musibah” (HR Nasai)
5. Tidak Boleh Meratapi
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ - رضى الله عنه - قَالَ قَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - « لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَطَمَ الْخُدُودَ ، وَشَقَّ الْجُيُوبَ ، وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ »
Hadis: “Bukan golongan kami orang yang memukul pipinya, menyobek bajunya dan memanggil dengan panggilan jahiliyah” (HR Bukhari)
6. Melakukan Kewajiban Memulasari Jenazah
قَالَ لَوْ مُتِّ قَبْلِي لَغَسَلْتُكِ وَكَفَّنْتُكِ وَصَلَّيْتُ عَلَيْكِ وَدَفَنْتُكِ
Rasulullah besabda kepada Aisyah: “Jika kamu mati maka saya mandikan, saya kafani, saya salatkan dan saya kuburkan” (HR ad-Darimi, dari Aisyah)
7. Sebelum Memandikan, Membersihkan Najis Dari Perut
والمستحب أن يجلسه اجلاسا رفيقا ويمسح بطنه مسحا بليغا لما روى القاسم بن محمد قال " توفى عبد الله بن عبد الرحمن فغسله ابن عمر فنفضه نفضا شديدا وعصره عصرا شديدا ثم غسله “(المجموع - ج 5 / ص 168)
Disunahkan mendudukkan mayit perlahan, lalu mengusap perutnta dengan keras, sebagaimana Abdullah bin Umar saat memandikan Abdullah bin Abd Rahman” (al-Majmu’ 5/168)
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ - رضى الله عنها - قَالَتْ تُوُفِّيَتْ إِحْدَى بَنَاتِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - فَأَتَانَا النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - فَقَالَ « اغْسِلْنَهَا بِالسِّدْرِ وِتْرًا ثَلاَثًا أَوْ خَمْسًا أَوْ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ إِنْ رَأَيْتُنَّ ذَلِكَ ، وَاجْعَلْنَ فِى الآخِرَةِ كَافُورًا أَوْ شَيْئًا مِنْ كَافُورٍ
Rasulullah bersabda kepada Ummi Athiyah: ”Mandikanlah dengan daun secara ganjil, 3, 5 atau lebih. Jadikan kapur di bagian akhir” (HR al-Bukhari)
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ - رضى الله عنها - قَالَتْ لَمَّا غَسَّلْنَا بِنْتَ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ لَنَا وَنَحْنُ نَغْسِلُهَا « ابْدَأْنَ بِمَيَامِنِهَا وَمَوَاضِعِ الْوُضُوءِ »
Rasulullah bersabda: “Dahulukanlah anggota tubuh yang kanan dan anggota tubuh dalam wudlu” (HR al-Bukhari)
8. Kafan Wanita 5 Lapis
وأما المرأة فانها تكفن في خمسة أثواب ازار وخمار وثلاثة أثواب … روى أن النبي صلي الله عليه وسلم " ناول أم عطية رضي الله عنها في كفن ابنته ام كلثوم أزار أو درعا وخمارا وثوبين ملآءا
“Wanita dikafani 5 kain, selendang, kerudung dan 3 kain. Ummu Athiyah mengafani Ummi Kultsum dengan selendang, gamis baju, kerudung dan 2 kain” (al-Majmu’ 5/205)
( وَيُجْعَلُ عَلَى مَنَافِذِ بَدَنِهِ ) مِنْ أُذُنَيْهِ وَمَنْخِرَيْهِ وَعَيْنَيْهِ ، وَعَلَى أَعْضَاءِ سُجُودِهِ كَجَبْهَتِهِ وَقَدَمَيْهِ ( قُطْنٌ ) عَلَيْهِ حَنُوطٌ وَكَافُورٌ
Lobang-lobang tembus di tubuhnya, seperti telinga, hidung, mata dan tempat sujud, diberi kapas yang dicampur minyak wangi (Mughn Al-Muhtaj 4/229)
Setelah dikafani dan dimasukkan ke dalam keranda maka jenazah mulai diambil alih oleh laki-laki, baik untuk salat jenazah dan mengubur.