8 Fakta Sukanto Tanoto: Keluar Masa Sulit, Warisi Sifat Ibunda
Nama Sukanto Tanoto, melambung di jagat bisnis. Perusahaan yang dipimpinnya, Pacific Eagle Real Estate, dikabarkan berhasil membeli mal di kawasan perbelanjaan elite, Orchard Road Singapura. Miliarder asal Indonesia, aslinya bernama Tan Kang Hoo, kelahiran Belawan, Sumatera Utara, 25 Desember 1949.
Hak milik atas mal bernama Tanglin Shopping Center tersebut dibeli seharga 645 juta dolar AS atau setara dengan Rp 9,5 triliun. Pembelian ini dilakukan lantaran Sukanto Tanoto ingin memperlebar sayap investasi bisnis ritelnya di negara pusat keuangan Asia tersebut.
Siapa sebenarnya sosok Sukanto Tanoto?
8 Fakta Sukanto Tanonto
Untuk mengetahui hal itu, Ngopibareng.id menyajikan 8 fakta atas figur Sukanto Tanoto alias Tan Kang Hoo. Berikut fakta-fakta tersebut:
1. Profil Sukanto Tanoto
Sukanto Tanoto adalah salah satu konglomerat Indonesia pendiri dan pemilik grup usaha Royal Golden Eagle (RGE). Dari situs tanotofoundation.org, disebutkan: RGE yang dulu bernama Raja Garuda Mas (RGM) mengelola sekelompok perusahaan manufaktur berbasis sumber daya alam.
Didirikan Sukanto Tanoto pada 1973, saat ini RGE telah memiliki kantor di sejumlah kota dunia, termasuk Singapura, Hongkong, Jakarta, Beijing, dan Nanjing. Sebelum sebesar sekarang, Sukanto memulai bisnisnya pada 1967 sebagai pemasok suku cadang dan pengusaha di bidang jasa konstruksi untuk industri minyak. Kini, RGE miliknya berkembang menjadi grup yang bergerak di bidang pulp dan kertas, kelapa sawit, dan energi.
Industri kertas dan pulp dipegang Asia Pacific Resources International Holding Ltd atau APRIL, sementara industri perkebunan kelapa sawit oleh Asian Agri dan Apical, dan energi oleh Pacific Oil & Gas. Bahkan, Bracell, perusahaan miliknya, menjadi salah satu produsen selulosa khusus terbesar di dunia yang digunakan untuk berbagai hal, mulai dari tisu bayi hingga es krim.
2. Keluar di Masa Sulit
Pria kelahiran Belawan, Sumatera Utara, 25 Desember 1949, bernama asli Tan Kang Hoo, ini seorang pengusaha yang telah sukses berinvestasi di lebih 10 negara. Chairman dan CEO PT Raja Garuda Mas International dan Komisaris Utama PT Inti Indorayon Utama, ini salah satu raja produsen minyak kelapa sawit dan pulp and paper di dunia.
Dalam kondisi sulit, saat pemerintah mengambil kebijakan menaikkan harga minyak lebih 100%, Sukanto mengajak semua komponen bangsa bisa bekerjasama dan fokus pada bidang masing-masing, terutama supaya lapangan kerja tetap tertangani. Pengusaha tetap fokus pada bidang usahanya dan pemerintah fakus mengupayakan efisiensi.
Perihal, dia telah lebih sering tinggal di luar negeri, bahkan membuat markas pusatnya di Singapura, Sukanto mengatakan bahwa hal itu bukan berarti pihaknya lari ke luar negeri, melainkan berupaya mengembangkan pasar sampai ke luar negeri.
"Kita ingin buktikan bahwa pengusaha Indonedia tidak hanya jago kandang yang dapat fasilitas dari pemerintah. Tapi kami juga bisa menaklukkan dunia, dan kompetitor besar," kata Sutanto (Bisnis Indonesia, 23 Oktober 2005).
Dia memberi contoh, seperti Jepang. Toyota cari pasar di Indonesia dengan assembling mobil. Apakah mereka itu lari ke Indonesia? Tidak, mereka cuma cari pasar di negeri ini. Jadi, katanya, kalau kita ekspansi ke luar negeri, bukan melarikan diri, tapi berupaya meraih yang lebih besar lagi dan siap dalam persaingan.
3. Mirip Ibu: Tegas dan Keras
Sukanto Tanoto mengaku sosoknya mirip ibunya: tegas dan keras. Pernah suatu ketika Sukanto kecil ngeluyur pergi ke tepi laut. Waktu pulang, ditanya oleh ibunya, jawabnya mengarang-ngarang, Sukanto kecil dipukuli pakai rotan.
“Saya paling banyak makan rotan,” kenangnya tentang sosok sang ibu.
Tapi, dengan sifat keras dan tegas, termasuk dalam hal berbisnis, ia bisa menjadi salah seorang pengusaha papan atas Indonesia, memimpin sejumlah perusahaan di bawah grup Raja Garuda Mas Internasional.
Sebenarnya, sejak kecil, Sukanto —yang pada usia 12 tahun sudah gemar membaca apa saja, termasuk buku tentang revolusi Amerika dan Perang Dunia— bercita-cita jadi dokter. “Kalau dulu saya meneruskan ke fakultas kedokteran, saya jadi dokter,” ujarnya.
Karena obsesi itu, sampai 1973-1974, ia masih senang pakai nama dokter Sukanto. Tapi, saat baru 18 tahun, ayahnya, Amin Tanoto, sakit stroke. Sulung dari tujuh bersaudara ini lalu mengambil alih tanggung jawab keluarga: meneruskan usaha orangtua berjualan minyak, bensin, dan peralatan mobil.
Pekerjaan yang tak asing baginya karena sepulang sekolah ia biasa membantu orangtuanya sambil membaca buku. Dan, dari situ Sukanto alias Tan Kang Hoo pertama kali belajar keterampilan bisnis, termasuk menerima kenyataan dan tidak menyerah dalam keadaan apa pun, serta mencari solusi.
Pindah dari kota kelahirannya, Belawan, Sumatra Utara, ke Medan, ia juga berdagang onderdil mobil, lalu mengubah usaha itu menjadi general contractor & supplier. Suatu ketika, datang Sjam, seorang pejabat Pertamina dari Aceh. “Waktu itu saya tidak tahu kalau dia pejabat,” kenang Sukanto.
Ditawari kerja sama pekerjaan kontraktor, “Ya, mau-mau saja, wong saya masih muda,” ujarnya.
Tak disia-diakan kesempatan itu, di Pangkalan Brandan, Sumatra Utara, Sukanto membangun rumah, memasang AC, pipa, traktor, dan membuat lapangan golf di Prapat. “Itulah technical school saya,” katanya.
Untuk mencari bahan bangunan, ia sampai pergi Sumbawa, Lampung, pada usia 20 tahun. Pandai melihat peluang, waktu impor kayu lapis dari Singapura menghilang di pasaran, di Medan ia mendirikan perusahaan kayu, CV Karya Pelita, 1972.
“Negara kita kaya kayu, mengapa kita mengimpor kayu lapis,” ujarnya. “Saya itu pioner,” katanya.
4. Strategi Persaingan
Di saat orang lain belum membuat kayu lapis, ia memproduksi kayu lapis dan mengubah nama perusahaannya menjadi PT Raja Garuda Mas (RGM), dengan ia sebagai direktur utama, 1973. Kayu lapis bermerek Polyplex itu diimpor ke berbagai negara Pasaran Bersama Eropa, Inggris, dan Timur Tengah.
“Strategy competition saya itu satu dua step sebelum orang mengerjakannya,” ungkapnya.
Ketika belum ada orang membuka perkebunan swasta besar-besaran, walaupun waktu itu sudah ada perkebunan asing, di Sumatra, Sukanto membuka perkebunan kelapa sawit secara besar-besaran. “Setelah itu baru kita bikin Indorayon,” tuturnya.
PT Inti Indorayon Utama (IIU) yang bergerak di bidang reforestation menghasilkan pulp, kertas, dan rayon, serta mampu memasok bibit unggul pohon pembuat pulp di dalam negeri. Kehadiran IIU sempat ditentang masyarakat dan aktivis lingkungan hidup. Karena, ditengarai, Danau Toba tercemar berat oleh limbah pulp. Akibatnya, IIU sempat ditutup.
Tapi, Sukanto memetik hikmahnya: belajar dari kesalahan, agar tidak mengulangi kesalahan yang sama.
“Apa yang saya pelajari dari situ (Indorayon), lalu saya pakai di Riau,” ujarnya.
Di Riau, ia membuka Hutan Tanaman Industri dan mendirikan pabrik pulp yang konon terbesar di dunia, PT Riau Pulp. Mulai berdiri 1995, karena krisis, baru jadi pada 2001. Di sekitar pabriknya, bersama lembaga swadaya masyarakat, Sukanto membuat program community development untuk penduduk setempat.
“Saya tidak kasih ikan, tapi saya ajari mancing, itu yang kita kerjakan,” tuturnya. Antara lain, program community development: penggemukan sapi, pembangunan jalan, dan pertanian. “Mimpi saya, kalau saya dapat seratus pengusaha Riau itu jadi miliader, saya senang,” katanya lagi.
5. Bergerak di Perbankan
Usaha Sukanto yang lain adalah bank. Ketika United City Bank mengalami kesulitan keuangan, pada 1986-1987, ia mengambil alih mayoritas sahamnya dan bangkit dengan nama baru: Unibank. Di Medan, ia pun merambah bidang properti, dengan membangun Uni Plaza, kemudian Thamrin Plaza. Tidak hanya dalam negeri, ia melebarkan sayap ke luar negeri, dengan ikut memiliki perkebunan kelapa sawit National Development Corporation Guthrie di Mindanao, Filipina, dan electro Magnetic di Singapura, serta pabrik kertas di Cina (yang kini sudah dijual untuk memperbesar PT Riau Pulp).
Sejak 1997, Sukanto memilih bermukim di Singapura bersama keluarga dan mengambil kantor pusat di negeri itu. Obsesinya, ingin jadi pengusaha Indonesia yang bersaing di arena global, minimal di Asia. Tujuan utamanya, menurut dia, “Bagaimana kita bisa memanfaatkan keunggulan kita, untuk bersaing, paling tidak di arena Asia.”
Kini, selain bisnis, ia hendak menulis buku tentang bagaimana entreprenur menghadapi krisis.
“Yang mau saya lakukan itu adalah penelitian bagaimana pengusaha di Eropa itu survive, pada First World War, Second World War. Bagaimana pengusaha Amerika itu melewati krisis 1930. Bagaimana pengusaha-pengusaha di Cina, waktu perubahan rezim, ketika komunis masuk, bagaimana mereka itu survive. Saya juga akan mempelajari bagaimana pengusaha-pengusaha melalui Latin America krisis, yang di Brasil,” tuturnya. “Apa krisis itu memunculkan bibit-bibit entreprenur yang baru,” katanya lagi.
6. Selalu Membaca Buku
Sampai sekarang Sukanto masih hobi baca buku. Buku apa saja, baik yang bisnis maupun nonbisnis.
“Setiap saya pergi, saya bawa buku,” katanya. “Kalau naik travel, kalau tidak tidur, ya, baca,” katanya lagi.
Manfaatnya, menurut dia, selain untuk update pengetahuan, juga membantu sekali dalam binis dan kegiatan sosial sehari-hari. Satu lagi, pria yang menguasai dua bahasa asing, Cina dan Inggris, ini senang belajar. Ia pernah mengikuti kursus di Insead, Paris, di MIT, di samping tetap jadi peserta Lembaga Pendidikan dan Pemibinaan Manajemen, Jakarta. Sampai sekarang pun ia kadang mengambil cuti untuk mengikuti kursus pendek.
“Karir saya satu lagi: siswa profesional abadi,” katanya. Dua-tiga minggu ia cuti untuk pergi ke Harvard, Tokyo, London School of Economic, untuk meng-update pengetahuan. Pada 2001, ia mengikuti Wharton Fellows Program, Amerika, selama enam bulan, untuk belajar dotcom.
“Kalau di bisnis, kunci sukses saya: think, act, learn, baca, dengar, lihat,” katanya. “Kedua, kalau saya tidak tahu, saya tanya. Saya juga tidak merasa sungkan menceritakan kegagalan saya,” ujarnya lagi.
Selain itu, pegangannya: do the right thing, do the thing right. Do the right thing diartikan sebagai suatu pedoman pada pola manajemen. Do the thing right memiliki penekanan terhadap pentingnya suatu action.
“Prinsip saya, bisnis dan politik tak boleh campur,” ujar pengagum pengusaha plastik dari Taiwan, Wai-Sze Wang, ini. “Tidak ada proteksi. Bisnis, ya, bisnis,” katanya.
Menikah dengan Tinah Bingei Tanoto, Sukanto kini ayah empat anak. Ia memberi keleluasaan kepada anak-anaknya untuk memilih profesi. Olahraganya main snowski. Sukanto suka mendengarkan musik klasik yang ringan.
7. Orang Terkaya ke-18 di Indonesia
Menurut catatan Forbes per 28 April 2023, Sukanto masuk dalam daftar orang terkaya di dunia, tepatnya pada peringkat 1.021. Di Indonesia, pria berusia 73 tahun ini menempati peringkat ke-18 sebagai orang terkaya pada 2022.
Tahun ini, kekayaannya tercatat melonjak tajam menjadi US$ 3 miliar atau setara Rp 44,1 triliun (kurs Rp 14.700). Angka itu naik dari tahun sebelumnya US$ 2,1 miliar dan tahun 2021 US$ 1,4 miliar. Meski warga negara Indonesia (WNI), ayah dari empat orang anak ini kini memilih untuk menetap di Singapura.
Adapun sebelum sukses seperti saat ini, Sukanto Tanoto yang merupakan anak tertua dari tujuh bersaudara ini putus sekolah pada usia 17 tahun.
Dia kemudian memilih untuk memulai bisnisnya sendiri. Bahkan, Sukanto mengaku, dia belajar bahasa Inggris sendiri dengan membaca Readers' Digest, Life, dan Newsweek.
8. Mendirikan Tanoto Foundation
Dengan keingintahuan dan keyakinan yang kuat dalam pembelajaran berkelanjutan, Sukanto Tanoto akhirnya melanjutkan pendidikan sendiri dengan mengikuti kursus manajemen di sekolah bisnis terkemuka, seperti INSEAD, Harvard, dan Wharton.
Tak sampai di situ, dia juga berkomitmen untuk memberikan bantuan pendidikan, khususnya untuk masyarakat perdesaan.
Atas dasar itulah, pada 1981, Sukanto Tanoto dan keluarga mendirikan Tanoto Foundation dengan tujuan untuk membantu meningkatkan taraf hidup masyarakat dan kualitas manusia Indonesia.
Gerakan filantropi ini memberi perhatian khusus terhadap pengembangan sumber daya manusia, terutama dalam bidang pendidikan dan pengembangan anak usia dini, pendidikan dasar, pengembangan kepemimpinan, dan riset medis.
Di sisi lain, Sukanto Tanoto juga terdaftar sebagai anggota Dewan Internasional INSEAD, Dewan Pengawas Wharton, Dewan Eksekutif Wharton untuk Asia, dan terlibat di berbagai badan pendidikan, komunitas, dan industri lainnya.
Dia turut menjadi penerima Wharton School Dean’s Medal Award, sebagai pengakuan atas kontribusi terhadap perluasan ekonomi global dan peningkatan taraf hidup di seluruh dunia.
BIODATA
Nama: Sukanto Tanoto
Nama Asli: Tan Kang Hoo
Lahir: Belawan, 25 Desember 1949
Agama: Budha
Isteri: Tinah Bingei Tanoto
Anak:
Empat orang
Pendidikan:
- SD di Belawan (1960)
- SMP di Medan (1963)
- SMA di Medan (1966)
- Indonesia Executive Management Program, Insead, Prancis (1980)
- Harvard Business School, AS (1982)
- Wharton Fellows Program (2001)
Karir:
- Pengusaha Toko Onderdil Mobil di Medan (1968)
- Direktur CV Karya Pelita di Medan (1972)
- Direktur Utama PT Raja Garuda Mas (1973)
- Dirut PT Bina Sarana Papan di Medan (1976)
- Dirut PT Overseas Lumber Indonesia di Medan (1979)
- Dirut PT Gunung Melayu (1980)
- Dirut PT Inti Indosawit Sejati (1980)
- Dirut PT Saudara Sejati Luhur (1985)
- Komisaris Utama PT Inti Indorayon Utama (1983 – sekarang)
- Chairman & CEO Raja Garuda Mas International (sekarang)
- Founder & CEO Royal Golden Eagle (RGE).
Perusahaan di LN:
- National Development Coporation Guthrie di Filipina
- Electro Magnetic di Singapura
- Pabrik Kertas di China
Organisasi:
- Anggota Young Presiden’s Organization (YPO)
- Anggota Mercantile Club
- Anggota Hilton Executive Club
- Anggota Indonesia Financial Executive Association (IFEA)
- Anggota Canadian Pulp & Paper Association (CPPA)
- Anggota World Presidents Organization (WPO)
- Anggota Chief Executive Organization
- Prince of Wales Business Leaders Forum
- Founder Tanoto Foundation
Hobi:
Dengar Musik Klasik
Alamat Kantor:
Raja Garuda Mas International, 80 Raffles Place #50-01, UOB Plaza 1 Singapore 048624, Telepon +65216-9318, Faksimile: +652221556
*) Diolah dari pelbagai sumber, termasuk pdat.
Advertisement