8 Fakta Seputar Letusan Gunung Krakatau
Gunung Anak Krakatau kembali memperlihatkan aktivitasnya pada Jumat, 10 April 2020 pukul 23.35 WIB. Meletusnya Gunung Anak Krakatau menyemburkan abu vulkanis setinggi 500 meter di atas permukaan laut.
Pusat Vulkanologi Mitagasi dan Bencana Geologi (PVMBG) mengabarkan bahwa Gunung Anak Krakatau yang terletak di Perairan Selat Sunda, Lampung, kini masih berstatus Waspada.
Kabar tersebut tentu mengejutkan masyarakat sehingga harus menghindari aktivitas di radius 5 kilometer dari puncak kawah gunung. Di balik peristiwa tersebut, aktivitas gunung yang berada di Selat Sunda tersebut pernah lebih dahsyat dari sekarang. Letusannya jauh lebih besar.
Berikut beberapa fakta tentang Gunung Krakatau sebelum dan sesudah 'melahirkan anaknya':
1. Letusan Besar pada 416 SM
Dalam catatan sejarah, Gunung Krakatau alami letusan besar pada 416 SM, yang menyebabkan tsunami dan pembentukan kaldera atau kawah (Judd, 1889). Dari sumber yang lain, De Neve (1981), juga memperoleh keterangan bahwa sebelum itu, beberapa letusan terjadi pada abad ke-3, 9, 10, 11, 12, 14, 16, dan 17 yang diikuti dengan pertumbuhan kerucut Rakata, Danan, dan Perbuwatan.
2. Menjadi Gunung Api yang Letusannya Paling Dahsyat
Gunung Krakatau kembali meletus pada 27 Agustus 1883. Menurut Simon Winchester, ahli geologi lulusan Universitas Oxford Inggris yang juga penulis National Geographic, mengatakan, bahwa ledakan itu adalah letusan yang paling besar, suara paling keras, dan peristiwa vulkanik yang paling meluluhlantakkan dalam sejarah manusia modern.
Pasalnya, dua pertiga bagian Krakatau runtuh dalam sebuah letusan berantai tersebut hingga melenyapkan sebagian besar pulau di sekelilingnya.
Kekuatan letusan diperkirakan mencapai 30.000 kali bom atom yang meluluhlantahkan Nagasaki dan Hisroshima di akhir Perang Dunia II. Hingga akhirnya, menimbulkan gelombang pasang (tsunami) setinggi 30 meter di sepanjang pantai barat Banten dan pantai selatan Lampung yang menewaskan 36.417 jiwa.
3. Suara Letusan 1883 Terdengar hingga Radius 4.653 Km
Suara ledakan dan gemuruh letusan Krakatau terdengar sampai radius 4.653 kilometer, yakni hingga Alice Springs, Australia dan Pulau Rodrigues dekat Afrika. Selain itu, getaran letusan dirasakan sampai Eropa.
4. Menggelapkan Dunia
Letusan Gunung Krakatau yang terletak di Selat Sunda menyebabkan perubahan iklim dunia. Selama dua setengah hari, dunia mengalami kegalapan akibat dari debu vulkanis yang menutupi atmosfer bumi.
Matahari pun bersinar redup sampai setahun berikutnya. Rata-rata suhu global turun 1,2° C. Hamburan debu pun tampak di langit Norwegia hingga New York.
Pola cuaca tetap tak beraturan selama bertahun-tahun dan suhu tidak pernah normal hingga tahun 1888.
5. Melahirkan Gunung Anak Krakatau
Letusan Krakatau pada 1883 melahirkan gunung baru yang saat ini dikenal dengan Gunung Anak Krakatau. Anak Krakatau mulai tumbuh pada 20 Januari 1930 hingga sekarang. Kecepatan pertumbuhan tingginya sekitar 0.5 meter (20 inci) per bulan.
Setiap tahun ia menjadi lebih tinggi sekira 6 meter (20 kaki) dan lebih lebar 12 meter (40 kaki). Saat ini, Anak Krakatau mempunyai elevasi tertinggi 338 mdpl (pengukuran September 2018).
6. Letusan Anak Krakatau Bertipe Strombolian
Letusan Anak Krakatau yang terjadi pada 20 Juni 2016, 19 Februari 2017, 29 Juni hingga 22 Desember 2018 memiliki tipe letusan strombolian, yakni semburan lava pijar dari magma yang dangkal, umumnya terjadi pada gunung api sering aktif di tepi benua atau di tengah benua.
7. Gunung Anak Krakatau Timbulkan Tsunami
Pada 22 Desember 2018, Anak Krakatau alami letusan dengan tinggi asap berkisar 300-1500 meter di atas puncak kawah. Secara kegempaan, terekam gempa tremor menerus dengan amplitudo overscale (85 mm). Pukul 21.03 WIB terjadi letusan, selang beberapa lama terjadi tsunami.
Berdasarkan citra satelit yang diterima oleh PVMBG, sebagian besar dari tubuh Anak Krakatau mengalami longsor, yang kemudian menyebabkan tsunami di Pandeglang, Serang, dan Lampung Selatan.
8. Hampir Seluruh Tubuh Anak Krakatau Rawan Bencana
Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) menujukkan bahwa hampir seluruh tubuh Gunung Anak Krakatau yang berdiameter kurang lebih 2 kilometer merupakan kawasan rawan bencana.
Potensi bahaya Anak Krakatau saat ini adalah lontaran material pijar dan aliran lava dari pusat erupsi serta awan panas yang mengarah ke selatan.
Advertisement