8 Fakta Penganiyaan Bocah Kelas 6 SD di Kupang Krajan
Seorang bocah berinisial JM (12 tahun) ditemukan bersimbah darah pada bagian kepalanya di sebuah kosan. Kosan tersebut berlokasi di Jalan Kupang Krajan V-A, Surabaya. Bersamaan dengan itu ditemukan juga barang bukti berupa batu paving, dan selimut yang berlumur darah. Melansir berbagai sumber, berikut 8 faktanya.
Dicari Lantaran Belum Ada di Rumah
Pada Rabu, 26 Mei 2021, kakek JM resah karena cucunya tak kunjung pulang hingga pukul 14.00 WIB. Biasanya, JM sudah ada di rumah pada pukul 12.00 WIB. Pihak keluarga lalu berusaha mencari JM. Setelah itu, JM diketahui tak berdaya dengan kepala penuh darah. JM kemudian dilarikan ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan. JM diduga dianiaya menggunakan batu paving.
Pelaku Diduga Adalah Tetangga Baru
Mengetahui hal itu, paman JM bernama Fugita Purnama menduga pelaku adalah penghuni kos. Pelaku diduga berinisial WB (46 tahun) merupakan warga asli Garut. WB sudah tinggal selama empat hari di kosan tersebut.
Bersamaan dengan kejadian itu WB diduga kabur karena tak segera kembali. WB sendiri tinggal di kosan bersama kedua anaknya yang berusia 11 tahun dan 14 tahun. JM mengenal anak pelaku setelah bermain selama dua hari.
Sementara, setelah menemukan keponakannya dalam kondisi mengenaskan Fugita membuat laporan ke Polrestabes Surabaya. Laporan itu dibuat pada Jum’at 28 Mei 2021. Fugita menyebut ponsel JM ditemukan hilang.
Korban Meninggal
JM adalah putra semata wayang. Sehari-hari dia duduk di bangku kelas 6 sekolah dasar (SD). JM dirawat secara intensif lantaran mengalami luka serius. Terdapat retakan di tengkorak kepala, mata kiri berdarah dan wajah bagian kiri bengkak. JM koma selama empat hari sebelum akhirnya dinyatakan meninggal pada 2 Juni 2021. Saat ini korban sudah dimakamkan.
Pelaku Tertangkap
Setelah mendapatkan laporan dari pihak JM, Polrestabes Surabaya segera mengusut kasus JM. Pelaku penganiayaan JM bernama Wahyu Buana Putra, sesuai dugaan paman korban.
Wahyu diringkus saat dia melarikan diri ke Tangerang. Kala itu Wahyu tengah beristirahat dengan kedua anaknya di pelataran Masjid Al-Aaraf, Perumahan bukit Cirende, Tangerang Selatan pada 9 Juni 2021. Wahyu sempat melawan dan melarikan diri. Beruntung, polisi melumpuhkan Wahyu dengan menembak kakinya.
Ancaman 10 Tahun Penjara
Akibat aksinya itu, Wahyu dijatuhi hukuman maksimal 10 tahun penjara. Wahyu dikenai pasal 80 ayat (3) UU RI No 35 2014 tentang perubahan UU RI No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dengan ancaman hukuman pidana 10 tahun penjara.
Motif Penganiayaan
Wahyu melakukan aksi tersebut lantaran tergiur setelah melihat ponsel yang dibawa JM. Saat itu JM bermain dengan kedua anaknya. Wahyu yang tak pikir panjang mengajak kedua anaknya serta JM untuk main di dalam kosnya.
Wahyu lalu memukul kepala JM dengan paving sebanyak dua kali. Karena saat itu JM sesak, Wahyu memukul ketiga kalinya dengan memejamkan mata. Pukulan tersebut membuat JM tak berdaya. Wahyu lalu mengambil ponsel JM dan melarikan diri.
Ponsel Dijual Rp500 Ribu
Wahyu menganiaya JM di depan kedua anaknya, anaknya sempat teriak tapi tak dihiraukan oleh Wahyu. Setelah mengambil ponsel JM, Wahyu mengajak kedua anaknya bergegas meninggalkan kos. Ponsel JM sendiri dijual Wahyu ke seseorang di Kawasan Simo dengan seharga Rp 500 ribu. Uang ini digunakan Wahyu untuk melarikan diri ke Tangerang.
Wahyu terdorong melakukan aksinya itu karena himpitan ekonomi. Usaha jualan nasi goreng dan nasi kucingnya bangkrut. Wahyu sendiri telah berpisah dengan istrinya. Sementara dia harus memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Hidup Berpindah-pindah
Wahyu tidak memiliki tempat tinggal tetap. Dia terbiasa berpindah dari satu kota ke kota lainnya. Rute yang diambilnya dari Surabaya ke Tangerang. Setiap melakukan perjalanan Wahyu mengajak kedua anaknya berjalan kaki, menumpang kendaraan, dan menaiki angkot.
Kala butuh tempat istirahat, Wahyu memanfaatkan emperan toko atau warung yang kosong. Selain itu musala, masjid, dan halte.