752 Warga Sipil Ukraina Tewas, PBB Ungkap Fakta Invasi Rusia
Seorang pria mengucapkan selamat tinggal kepada putrinya sebelum dia naik kereta evakuasi di stasiun kereta pusat Kyiv pada 28 Februari 2022. Begitulah pemandangan tentang tragedi perang di Ukraina, menyusul invasi Rusia.
Misi pemantauan Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB (OHCHR) di Ukraina mengatakan telah mencatat 752 kematian di antara warga sipil Ukraina sejak konflik dimulai pada pukul 4 pagi waktu setempat pada 24 Februari. Sementara itu 525 orang lainnya dilaporkan terluka dalam serangan itu.
Dalam sebuah pernyataan, misi pemantau mencatat, “Ini lebih dari jumlah total korban sipil yang dicatat oleh OHCHR di zona konflik Ukraina timur pada 2018-2021, ketika 136 orang tewas.”
“Sebagian besar korban ini disebabkan oleh penggunaan senjata peledak dengan area dampak yang luas, termasuk penembakan dari artileri berat dan sistem roket multi-peluncuran, serta serangan udara,” kata badan PBB itu.
Pernyataan itu menambahkan bahwa PBB percaya bahwa angka sebenarnya jauh lebih tinggi, terutama di wilayah yang dikendalikan Pemerintah, dan terutama dalam beberapa hari terakhir, karena penerimaan informasi yang tertunda dari beberapa lokasi di mana permusuhan intensif telah terjadi dan banyak laporan masih tertunda konfirmasinya.
PPB Tegur Rusia
Majelis Umum Persatuan Bangsa-bangsa, Rabu 2 Maret 2022, siap menegur Rusia atas invasinya ke Ukraina. Majelis Umum PBB juga akan menuntut Moskow untuk berhenti berperang dan menarik pasukan militernya dari Ukraina. Teguran ini merupakan langkah yang bertujuan untuk mengisolasi Rusia dari badan dunia tersebut secara diplomatis.
Pada Selasa malam, hampir setengah dari 193 anggota Majelis Umum menandatangani rancangan resolusi jelang pemungutan suara pada Rabu. Teks tersebut berbunyi ‘menyesalkan agresi Rusia terhadap Ukraina.’
Draf tersebut mirip dengan rancangan resolusi yang Rusia veto di Dewan Keamanan Jumat lalu. Tidak ada negara yang memiliki hak veto di Majelis Umum dan diplomat Barat mengharapkan pengadopsian resolusi tersebut.
“Perang Rusia menandai kenyataan baru. Ini mengharuskan kita, masing-masing, untuk mengambil keputusan tegas, bertanggungjawab serta memihak,” kata Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock kepada Majelis Umum PBB, Selasa.
Sebagai informasi, resolusi Majelis Umum PBB bersifat tidak mengikat namun membawa bobot politik kepada negara yang bersangkutan.
Selain itu, draf resolusi tersebut menuntut Federasi Rusia segera, sepenuhnya dan tanpa syarat menarik semua pasukan militernya dari wilayah Ukraina yang diakui secara internasional.
Rusia berharap lusinan negara anggota Dewan Keamanan PBB abstain dari pemungutan suara atau tidak terlibat sama sekali. Dalam dua pemungutan suara oleh Dewan Keamanan PBB tentang krisis Ukraina dalam sepekan terakhir, Cina, India, Uni Emirat Arab memilih untuk abstain.
“Kita harus meninggalkan ruang untuk jalur diplomatik,” kata Duta Besar UEA untuk PBB, Lana Nusseibeh.
“Saluran harus tetap terbuka dan negara-negara yang abstain memiliki saluran tersebut dengan Presiden (Vladimir) Putin dan akan menggunakannya untuk membantu dan mendukung dengan cara apa pun yang kami bisa,” kata Nusseibeh.
Resolusi DK PBB
Pemungutan suara Majelis Umum, rencananya, akan dilakukan pada akhir sesi darurat dari badan tersebut pada Ahad. Rusia tidak dapat memveto langkah tersebut karena itu masalah prosedural. Lebih dari 100 negara akan berpidato di sesi itu sebelum pemungutan suara.
Langkah-langkah di PBB mencerminkan apa yang terjadi pada tahun 2014 setelah Rusia mencaplok wilayah Krimea, Ukraina.
Dewan Keamanan memberikan suara pada rancangan resolusi yang menentang upaya referendum tentang status Krimea dan mendesak negara-negara lain tidak mengakui hasil referendum tersebut. Rancangan resolusi ini selanjutnya diveto oleh Rusia.
Majelis Umum kemudian mengadopsi resolusi yang menyatakan referendum tidak sah. Resolusi tersebut menerima 100 suara mendukung, 11 menentang dan 58 abstain resmi, sementara dua lusin negara tidak ambil bagian.