72,5% Pesantren Terapkan Kurikulum Ramah Anak
Jaringan Pondok Pesantren Ramah Anak (JPPRA) merilis laporan riset terbaru yang menunjukkan, sebanyak 72,5% pondok pesantren telah mengalami peningkatan dalam melakukan upaya pencegahan kekerasan terhadap santri.
Peningkatan tersebut terbukti dari penerapan kurikulum ramah anak, peningkatan rutinitas sosialisasi pencegahan kekerasan, maupun dengan menyediakan layanan konseling bagi para santri.
Data yang diperoleh dari Focus Group Discussion (FGD) serta pengisian kuisioner yang melibatkan 40 perwakilan pondok pesantren dari Kabupaten dan Kota Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan ini mengungkapkan, sebanyak 37,5% pesantren telah memiliki aturan dan kebijakan tertulis yang berfokus pada peningkatan perlindungan anak.
Ketua panitia, Ustaz Agung Firmansyah menjelaskan, FGD yang merupakan inisiatif dari Sekretariat Nasional (Seknas) JPPRA yang didukung oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dilaksanakan di Pondok Pesantren Ketitang Cirebon, pada Jumat, 23 Agustus 2024.
Ustaz Agung Firmansyah mengatakan, kegiatan yang dilaksanakan sebagai bagian dalam memperingati HUT Ke-79 Kemerdekaan RI dan bertema "Santri Merdeka, Indonesia Digdaya" itu memiliki tujuan untuk merumuskan rekomendasi strategis yang dapat diterapkan pesantren di seluruh Indonesia.
Ustaz Agung berharap, hasil FGD bisa menjadi pedoman bagi pesantren dalam menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi santri.
“Kami berharap melalui diskusi ini, kita dapat menemukan solusi yang tepat untuk melindungi anak-anak kita dari kekerasan,” ujarnya, Sabtu, 24 Agustus 2024.
Lebih lanjut, Ustaz Agung mengungkapkan adanya peningkatan dalam menyelaraskan agenda kepesantrenan dengan upaya pencegahan kekerasan anak sebesar 32,5%. Dalam hal pendidikan dan pelatihan, sebesar 25% pesantren telah mengimplementasikan program pendidikan mengenai bahaya kekerasan anak, dengan 30% di antaranya melibatkan seluruh elemen pesantren mencakup para santri, ustaz, dan pengurus.
"Ini menegaskan upaya mereka dalam meningkatkan pengetahuan dan kesadaran tentang kekerasan anak di lingkungan pesantren," katanya.
Tidak cuma itu, pesantren juga mulai menjadikan pentingnya keberadaan layanan konseling sebagai perhatian utama. "Meskipun baru 32,5% pesantren yang sudah menyediakan layanan ini, tetapi mereka menganggap bahwa fasilitas konseling sangat efektif," ujarnya.
Secara lebih lanjut, data tersebut juga menunjukkan bahwa sebesar 20% pesantren telah meningkatkan kolaborasi dengan pihak eksternal demi memperkuat ikhtiar pencegahan kekerasan terhadap santri. Sementara itu, sebesar 65% pesantren berencana mengembangkan sistem keamanan anak melalui pembentukan tim khusus dan pelatihan berkala.
"Pesantren juga menyoroti pentingnya keterlibatan orang tua. Sebesar 30 persen dari peserta telah melibatkan mereka dalam program pendidikan. Dukungan orang tua dianggap vital untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi anak," jelas Ustaz Agung.
Sementara itu, Koordinator Seknas JPPRA, Kiai Yoyon Syukron Amin menegaskan, hasil FGD tersebut telah mencerminkan kemajuan signifikan yang dicapai pesantren-pesantren dalam upaya memperkuat perlindungan anak.
"Meskipun tantangan seperti peningkatan frekuensi pelatihan dan perluasan layanan konseling masih ada, langkah-langkah positif yang diambil memberikan harapan untuk masa depan yang lebih aman dan ramah anak di lingkungan pesantren," tuturnya.
Advertisement