7 Hal Penting Antisipasi KDRT, Nasihat Ulama Perempuan Pesantren
Masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menjadi perhatian banyak kalangan. Tak ketinggalan, hal ini bahkan menjadi perhatian serius, kalangan ulama perempuan Indonesia.
Dr Badriyah Fayumi, misalnya, aktivis Konferensi Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) kerap mengingatkan masalah KDRT dalam pelbagai forum.
Menurut Wasekjen MUI, setidaknya ada tujuh pesan untuk mengantisipasi keluarga dari KDRT.
Pertama, selalu mengingat Allah SWT bahwa menyakiti, melukai dan menzalimi makluk-Nya adalah haram.
Apalagi, jika makluk-Nya tersebut merupakan amanah dari Allah SWT.
“Untuk dilindungi, dihormati, dan disayangi, telah berbuat baik, telah membahagiakan kita. Semakin besar dosanya jika menyakiti dan menzaliminya,” ujarnya dilansir mui-digital, dikutip Senin 10 Oktober 2022.
Kedua, ikuti uswah hasanah Rasulullah SAW.
Rasul, terangnya, tidak pernah sekalipun melakukan pemukulan kepada istri, anak, cucu, Pembantu Rumah Tangga (PRT), bahkan kucing sekalipun.
Badriyah mengatakan bahwa Rasul tidak pernah menyelesaikan masalah dalam rumah tangga dengan melakukan KDRT. Termasuk saat istrinya, Ummul Mukminin Aisyah RA difitnah berselingkuh.
“Seberat apapun masalahnya, termasuk saat istri Beliau tercinta Ummul Mukminin Aisyah RA difitnah berselingkuh dalam peristiwa Hadistul Ifki (kabar bohong),” ungkapnya.
Ketiga, harus menyadari bahwa semua manusia, terutama pasangan, merupakan Bani Adam yang mulia dan harus dimuliakan.
Oleh karenanya, tidak boleh dijadikan objek KDRT.
Keempat, hadirkan empati tak ingin disakiti.
“Selalu hadirkan empati bahwa sebagaimana diri kita yang tidak ingin disakiti dan dizalimi, begitu pula pasangan kita,” pesan keempat Badriyah untuk ikhtiar menjaga keluarga dari KDRT.
Kelima, ujarnya, menjalankan muasyarah bil Ma’ruf.
Sebagaimana diperintahkan Al-Quran Surah An-Nisa ayat 19 dalam menjalani relasi suami istri.
Badriyah menerangkan, bentuk muasyarah bil Ma’ruf itu diwujudkan dalam perilaku sehari-hari di antaranya jujur, setia, terbuka, tidak berbuat dan berkata yang menghina dan merendahkan.
“Tidak sewenang-wenang, saling menyayangi dan menghormati, saling berempati,” sambungnya.
Keenam, jika terjadi masalah dalam rumah tangga harus diselesaikan dengan cara yang beradab dan bermartabat.
“Yakni musyawarah dan dialog, bukan cara sewenang-wenang dan barbar seperti KDRT,” jelasnya.
Ketujuh, KDRT tidak akan menjadi solusi dalam menyelesaikan masalah dalam rumah tangga.
Badriyah meningatkan, KDRT hanya akan menjadi masalah baru serta menurunkan harkat dan martabat diri jika menjadi pelaku KDRT.
“Pelaku KDRT bukan pahlawan. Ia adalah pecundang kehidupan yang gagal mengalahkan hawa nafsu dan ego dirinya sendiri,” tutur Badriyah Fayumi.
Advertisement