7 Fakta Oknum Polisi Perkosa Anak SMP sebagai Budak Seks
Bejat. Seorang perwira berpangkat AKBP di Polair Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) melakukan pencabulan anak di bawah umur. Kasus tersebut terbongkar setelah kakak kandung korban, AL buka suara. Awalnya, pria 28 tahun itu merasa curiga melihat adiknya kerap menangis. Saat ditanya, dia mengaku telah menjadi korban pemerkosaan oleh AKBP M.
Korban berinisial IS masih duduk di bangku SMP. Gadis 13 tahun ini diajak menjadi asisten rumah tangga di rumah pelaku di Kecamatan Barombong, Kabupaten Gowa. AKBP M berjanji akan membiayai pendidikan dan memberikan fasilitas ke keluarga korban.
Berikut ini 7 fakta kasus pemerkosaan anak SMP dengan modus diiming-imingi biaya sekolag:
Diduga Diperkosa Sejak Oktober 2021
AL menyebut adiknya sudah menjadi budak seks pelaku selama berbulan-bulan. Dugaan, sejak September 2021, AKBP M sudah berusaha memperkosa IS. Tetapi aksinya gagal. Bukannya insaf, AKBP M kembali melancarkan aksinya pada bulan berikutnya. Diduga saat itu aksinya berhasil. Sejak saat itu, AL menduga adiknya dipaksa melayani aksi bejat oknum perwira polisi itu. Korban diduga menjadi budak seks pelaku hingga kasusnya terbongkar pada Februari 2022.
Alasan Ekonomi Dipakai sebagai Kelemahan Korban
Faktor ekonomi keluarga membuat IS terpaksa menjadi asisten rumah tangga (ART). Hal ini dimanfaatkan AKBP M untuk merayu korban. Pelaku mengiming-imingi biaya sekolah hingga membantu ekonomi keluarga IS.
"Nah, inilah yang mengganggu psisikis korban. Ternyata pelaku tidak bisa memenuhi janji kepada korban," Kata Amiruddin, kuasa hukum korban dikutip dari Tribunnews.com.
Trafficking
Dari pengakuan korban, Amiruddin menduga, ada kemungkinan kasus ini berkembang ke trafficking. Di mana ada campur tangan orang ketiga yang menghubungkan antara pelaku dan korban.
"Jadi modus operandinya ini pelaku melakukan transaksi seksual melalui perantara dengan mengiming-imingi korban ditawari pekerjaan ART. Padahal, tujuan dijual kasarnya ya bagi ini oknum perantara ini. Jikalau ditindaklanjuti kasus ini pun akan melebar diduga trafficking,” katanya.
Tak hanya itu, dari pengakuan korban ada beberapa korban lainnya. “Kalau pengakuan korban ada tiga orang bersama korban. Klasifikasi umur mereka hampir sama," imbuhnya.
Tak Pernah Digaji
Melansir detik.com korban yang awalnya dipekerjakan sebagai ART ternyata tidak pernah digaji. Korban diketahui sudah bekerja sebagai pembantu di rumah AKBP M sejak pertengahan September 2021 hingga Februari 2022. Selama itu korban disebut tak pernah menerima gaji dari AKBP M.
AKBP M dituding hanya memberikan uang apabila korban bersedia melayaninya. "Jadi ini anak dikasi uang setiap selesai berhubungan, itu yang dimaksud gaji. Ternyata itu bukan gaji (sebagai ART) tetapi itu timbal jasa setelah meladeni," katanya.
Amiruddin merinci besaran uang yang diberikan kepada korban saat selesai melayani pelaku tak menentu. Besaran itu ditentukan oleh AKBP M sendiri.
"Rata-rata katanya 250 ribu rupiah sampai 300 ribu rupiah, begitu," ungkapnya.
Korban Dipekerjakan di Rumah Kosong
Amiruddin menyebut AKBP M sebenarnya memiliki rumah di Kota Makassar. Namun, dia juga membeli sebuah rumah di Kabupaten Gowa yang jarang ditinggali. Sehingga rumah ini lebih sering kosong.
"Jadi itu (lokasi pemerkosaan) rumah kosong memang, rumah yang dibeli pelaku. Dia cari pembantu karena itu kan rumah tak ditinggali. Makanya setiap dia datang dia ingin dibersihkan," katanya.
AKBP M Dicopot dari Jabatan
Tim Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta) Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan turun memeriksa IS untuk proses pengambilan keterangan untuk berita acara pemeriksaan (BAP). Kabid Propam Polda Sulsel Kombes Pol Agoeng Adi Koerniawan memastikan pihaknya akan mengusut tuntas kasus ini.
AKBP M akan diberikan sanksi tegas jika oknum perwira tersebut terbukti melakukan pencabulan terhadap anak di bawah umur. “Kita tindak tegas. Kita proses tuntas baik itu pidana maupun kode etiknya,” ujarnya.
Untuk gelar perkara akan dilakukan pada Jumat, 4 Maret besok.
Asesmen Psikologis
Selain dari hasil visum, pemeriksaan psikologis korban juga diperlukan. Hal ini bisa menunjukkan sejauh mana trauma yang dialami korban. Hasil pemeriksaan itu kemudian dijadikan acuan dalam menentukan tindakan berikutnya. Terutama bagaimana memulihkan korban dari trauma.
"Yah, rencana kalau bersedia kami konseling untuk pemeriksaan psikologisnya, dan nanti kita asesmen awal, asesmen lanjutan, terkait pelayanan macam apa yang diperlukan oleh korbannya," ucapnya.
Di sisi lain, sejalan dengan itu, Kementerian Sosial melalui Balai Rehabilitasi Sosial Gau Mabaji Kabupaten Gowa Sulsel mulai mendampingi korban. Selain memastikan kebutuhan korban terpenuhi, Balai Rehabilitasi juga berupaya mengembalikan kondisi psikolog korban yang belum stabil.
"Kami diperintah langsung oleh Kementerian Sosial melalui Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Selatan untuk memberikan pendampingan terhadap korban yang masih berusia 13 tahun. Dan hal utama yang kami lakukan adalah bagaimana menghilangkan luka traumatik yang diderita korban. Orang tua korban pun sudah menyetujui pendampingan untuk anaknya.," kata Pelaksana tugas Direktur Balai Rehabilitasi Sosial Gau Mabaji, Subhan Arif, dikutip dari Kompas.com.
Advertisement