68 Cinta Noorca untuk Rayni
Catatan: Amang Mawardi
Sosok ini saya kenal namanya sejak tahun 1970-an. Tulisan-tulisannya banyak dimuat di berbagai media cetak: cerpen, puisi, artikel.
Bersaudara kembar dengan Yudistira M. Massardi yang juga dikenal sebagai seniman dan wartawan.
Sebagai pengarang dan pewarta menonjol, saya ingin mengenal lebih dekat. Maka, sekitar empat tahun lalu, saya diterima sebagai teman Noorca di Facebook yang lantas diikuti jumpa muka pada awal tahun 2020 saat istrinya --Rayni M. Massardi-- meluncurkan novel berjudul 'Rainbow Cake' yang ditulis bersama Christiyan A.S., diselenggarakan Bengkel Muda Surabaya di Gedung Merah Putih Balai Pemuda.
Tahun itu juga, Noorca M. Massardi menerbitkan buku kumpulan puisi 'Ketika 66' yang peluncurannya di Surabaya (akan) diselenggarakan oleh Komunitas Seni Budaya 'Seduluran Semanggi Suroboyo' di Wisma Jerman pada bulan Juni. Persiapan sudah matang, tetapi Covid 19 makin merebak, akhirnya peluncuran 'Ketika 66' terpaksa dibatalkan.
Haiku Bergambar
Setelah itu Noorca menerbitkan karya haiga-nya (haiku bergambar) 'Pantai Pesisir' dalam 4 bahasa (Indonesia, Inggris, Jepang, Perancis).
Sebelum 'Ketika 66', Noorca menerbitkan puisi-puisi haiku-nya dalam 2 buku berjudul 'Hai Aku' dan 'Hai Aku Sent to You'.
Tentang Noorca Marendra Massardi yang lahir di Subang, Jawa Barat, pada 28 Februari 1954, saya mencoba mengumpulkan data-datanya dari berbagai sumber:
Sambil belajar di Sekolah Menengah Pertama (SMP), anak kelima dari sebelas bersaudara ini membantu ibunya berjualan pisang dan singkong goreng.
Setamat dari SMP, Noorca semakin tertarik dengan drama. Saking cintanya dengan drama, dia menghabiskan seluruh uang penghasilan yang didapatkan sebagai penjual es mambo (es ganefo) dan penjaga toko kain di Tanah Abang, hanya untuk menonton drama 'Menunggu Godot' sutradara Rendra.
Noorca keluar dari pekerjaannya pada tahun 1970, lantas menggelandang di Jalan Kiai Haji Wahid Hasyim, tidur di mobil (-mobil) yang siangnya bodi mobil direparasi dan dicat, hingga terdampar di Gelanggang Remaja Bulungan.
Dari komunitas seniman Bulungan, karya-karya naskah drama Noorca mengalir, seperti: Bhagawad Gita, Kertanegara, Perjalanan Kehilangan, Kuda-Kuda, dan Terbit Bulan Tenggelam Bulan.
Kisah Bersambung
Sekian tahun kemudian, novelnya 'Sekuntum Duri' dan 'Mereka Berdua' dimuat bersambung di Harian Kompas. Saat itu usia Noorca 24 dan 28 tahun.
Pada tahun 1982, naskah drama 'Growong' hasil karyanya diperbanyak dan dimasyarakatkan ke khalayak. Tahun itu juga, Cypress menerbitkan naskah sandiwara anak-anak karya Noorca 'Tinton' dan 'Mencari Taman'.
Naskah-naskah drama Noorca banyak memenangi lomba dan penghargaan.
Kilas balik ke tahun sebelumnya: pada 1975, atas permintaan Roesni Zulharmans --istri Ketua PWI Jaya-- Noorca mengajar drama di SMA Negeri VII Jakarta. Di sana dia berkenalan dan berpacaran dengan salah satu siswi bernama Siti Ingrayani Anwar yang akrab disapa Rayni. Namun keduanya berpisah setelah Rayni dikirim orangtuanya belajar ke Paris pada 1976.
Kabar samar-samar, orangtua Rayni tidak setuju putrinya berpacaran dengan Noorca, maka itu Rayni dijauhkan ke "Negeri Napoleon Bonoparte" tersebut. Namun dengan berbagai upaya, pada tahun itu juga, Noorca menyusul ke Paris.
Setahun kemudian, dia menikahi Rayni. Di sana, Noorca sempat kuliah di Ecole Superieur Du Journalisme, Paris, dan menjadi koresponden majalah Tempo.
Sekembalinya ke Indonesia pada tahun 1982, Noorca masuk ke Harian Kompas lalu memimpin majalah Jakarta Jakarta.
Selepas dari situ Noorca tetap aktif di dunia jurnalistik dan membantu Metro TV.
Pernah juga menjadi Redaktur Eksekutif majalah Vista FMTV, Redaktur Eksekutif majalah Forum Keadilan, dan Pemimpin Redaksi majalah Telset.
Salah satu di antara tujuh novelnya yang banyak dibicarakan adalah 'September'. Sebelumnya dimuat bersambung di Harian Media Indonesia. Namun, tersebab apa, pemuatannya dihentikan redaksi di tengah jalan, yang Noorca tidak tahu apa alasan penghentian cerita bersambung ini. Saya menduga, ini perkara sensitif untuk "diutak-atik".
Novel '65
Novel 'September' dikatakan Noorca sebagai karya fiksi, dilatar-belakangi huru-hara 1965 yang ditulisnya dengan riset lapangan dan studi pustaka.
(Eh...tiba-tiba ingatan saya menyembul, pernah saya baca: saat masih sangat muda, sebagai jurnalis, Noorca M. Massardi ditugasi mewawancarai Ayatollah Khomeini, Pangeran Norodom Sihanouk, dan seorang wanita yang Ketua Masyarakat Ekonomi Eropa yang saya lupa namanya).
Saya percaya, masih banyak karya-karya sastrawan dan wartawan yang pernah menjadi Ketua Dewan Kesenian Jakarta ini yang belum saya ketahui.
Juga aktivitasnya yang lain, sedikit yang saya ketahui. Di antara yang sedikit itu, Noorca dikenal juga sebagai aktor dan sutradara teater, penulis skenario film, dan juri Festival Film Indonesia. Pernah menjadi host mata acara 'Cinema-Cinema' di RCTI bersama Soraya Perucha dan menjadi beberapa host lain di sejumlah stasiun televisi.
Semoga pada tanggal 26 November nanti di Wisma Jerman Jl. Taman Ade Irma Suryani Nasution 15, Surabaya, saya bisa mengulik lebih dalam karya-karya sastra penerima Anugerah Kebudayaan Pemerintah RI yang sekarang anggota Lembaga Sensor Film ini.
Bagi saya, buku kumpulan puisi '69 Cinta untuk Rayni' tidak sekadar romantisme masa lalu, tetapi yang lebih penting adalah sebentuk pesan kepada anak-anak dan para cucunya (jika nanti sudah dewasa dan menikah): pohon cinta dan kesetiaan itu perlu terus dipupuk dan dirawat, supaya tetap terjaga kesuburannya. Sebab, bagaimana pun, orangtua adalah basis keluarga dilandasi nilai-nilai agama dan moral. Apalah arti kekayaan dan ketenaran jika basisnya rapuh!
*) Penulis adalah wartawan senior, tinggal di Surabaya.
Advertisement