60 Mahasiswi India Protes, Pilih Pulang saat Kampus Larang Jilbab
Sekitar 60 mahasiswi Muslim tahun terakhir dari perguruan tinggi G Shankar, India, memilih untuk kembali ke rumah setelah mereka diminta untuk melepaskan jilbabnya oleh pihak kampus.
Meskipun sempat terlibat perdebatan dengan mengatakan bahwa menteri utama telah mengklarifikasi bahwa seragam tidak wajib di perguruan tinggi, pihak berwenang mengatakan bahwa komite pengembangan perguruan tinggi yang menetapkan aturan.
Protes Bersama Mahasiswi India
Para mahasiswi itu, yang bersikeras bahwa mereka tidak akan masuk kelas tanpa jilbab, mengatakan jilbab dan pendidikan penting bagi mereka. Mereka juga ingin komite perguruan tinggi untuk memberikan secara tertulis jika pemerintah negara bagian telah memutuskan untuk memperkenalkan aturan berpakaian di perguruan tinggi.
Seorang mahasiswi yang berbicara dengan wartawan mengatakan menteri utama telah menjelaskan bahwa aturan jilbab tidak ditegakkan di perguruan tinggi.
“Saat kami tanya, mereka bilang hanya keputusan komite perguruan tinggi yang berlaku di sini,” katanya seperti dikutip dari NDTV, Minggu 20 Februari 2022.
Dia mengatakan jilbab adalah bagian dari kehidupannya dan mereka telah memakainya selama ini di kelas.
“Itu tidak dapat dihapus ketika seseorang tiba-tiba meminta Anda untuk melakukannya. Kami sudah meminta pihak kampus untuk mengadakan kelas online untuk kami,” kata mahasiswi tersebut.
Para mahasiswi itu mengatakan mereka tidak akan menghadiri kelas fisik sampai Pengadilan Tinggi mengambil keputusan tentang masalah ini.
Proses belajar di kelas sendiri tetap dilakukan dengan lancar di kampus. Pasukan polisi telah dikerahkan di lingkungan kampus untuk memeriksa setiap insiden yang tidak diinginkan.
Sementara itu, Inspektur Polisi tambahan Udupi Siddalingappa mengatakan kepada media bahwa situasi di semua perguruan tinggi di distrik itu damai pada hari kedua pembukaan kembali kampus.
Rusak Hubungan Hindu-Muslim
Sejumlah politisi dan analis India menuduh partai berkuasa, Bharatiya Janata Party (BJP), menciptakan ketegangan di Karnataka pascapelarangan hijab pada 5 Februari 2022 lalu.
Para analis menduga bahwa upaya tersebut merupakan bentuk konsolidasi BJP terhadap komunitas Hindu yang menjadi mayoritas.
Sejauh ini, kantor Perdana Menteri Narendra Modi, tidak menanggapi tuduhan tersebut. Tetapi, BJP membantah bahwa pelarangan hijab di Karnataka pada 5 Februari dirancang untuk memanjakan kelompok mayoritas Hindu. Sejumlah dugaan muncul bahwa undang-undang ini ditujukan untuk mencegah masyarakat miskin Hindu untuk berpindah agama ke Kristen ataupun Islam.
“Kontroversi jilbab dimulai sebagai masalah yang sangat lokal yang bisa saja dihentikan,” kata analis politik di Karnataka, Sandeep Shastri, sebagaimana dilansir Reuters.
“Saya terus menyilangkan jari saya tentang apa yang akan menjadi akibat dari putusan seputar masalah ini. Apakah akan semakin merusak tatanan sosial di negara bagian (atau tidak),” sambung Shastri.
Sebagai informasi, Karanataka adalah pusat Kosmopolitan Bengaluru, yang berpenduduk sekitar 12 juta orang, dan pusat industri Teknologi Informasi terkemuka di India.
Larangan penggunaan jilbab telah memicu protes dari beberapa siswa dan orang tua Muslim yang tinggal di sekitar Karnataka sepanjang awal bulan ini. Ada beberapa protes tandingan dari mahasiswa Hindu yang mengenakan selendang berwarna jingga yang biasa digunakan oleh umat Hindu.
Belum ada kekerasan yang terjadi tetapi ketegangan akibat pelarangan tersebut menjadi persoalan panas di India, di mana umat Islam di India mencapai 13 persen dari total 1,35 miliar penduduk. Sejak merdeka pada 1947, India telah mengalami beberapa kerusuhan antara komunitas Hindu dan Muslim. Namun, belum ada kerusuhan Hindu-Muslim yang terjadi di wilayah Selatan.
Juru bicara BJP Kartanaka, Ganesh Karnik, menyalahkan komunitas Muslim karena mencari identitas berbeda dengan bersikeras menggunakan jilbab di kelas. Di sisi lain, Karnik menyebut bahwa keputusan ini dapat mempersatukan umat Hindu.
Advertisement