6 Seruan Luhur Akademisi dan Masyarakat Sipil se-Malang Raya
Akademisi dan masyarakat sipil se-Malang Raya untuk Reformasi Jilid 2, menyampaikan pernyataan "Seruan Luhur". Hal ini menyikapi krisis kepemimpinan dan keteladanan yang dipertontonkan para pemimpin bangsa.
Pernyataan "Seruan Luhur" ditandatangani oleh 86 individu, terdiri dari akademisi se-Malang Raya, organisasi masyarakat sipil, hingga ibu rumah tangga ini digelar di Alun-alun Tugu Kota Malang, Senin, 5 Februari 2024.
Juru bicara aksi ini, Purnawan Dwikora Negara mengatakan, pernyataan "Seruan Luhur" tersebut menyikapi adanya gejala kemunduran dalam pelaksanaan etika dalam berbangsa.
Pupung, sapaan akrabnya mengatakan, gejala itu tampak dari tindakan para pemimpin bangsa yang menyalahgunakan kewenangan dan kekuasaannya untuk kepentingan politik praktis di Pemilu 2024.
Para pemimpin bangsa itu, lanjut Pupung, tidak hanya presiden tapi juga lembaga seperti Mahkamah Konstitusi (MK), hingga ketua partai dan capres-cawapres justru menunjukkan perendahan etika budi luhur bangsa.
"Penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan yang dilakukan para pemimpin bangsa untuk kepentingan politik praktis itu cenderung melakukan perundungan politik berbangsa bernegara," seru Pupung dalam orasinya.
Kondisi tersebut, lanjut Pupung, diperparah sikap Presiden Jokowi sebagai Kepala Negara juga Kepala Pemerintahan, secara terang-terangan berpolitik praktis dalam Pemilu 2024 dengan atas nama hukum atau undang-undang.
Padahal, tegas dosen Fakultas Hukum Universitas Widyagama Malang ini, di atas hukum adalah etika moral. Tap MPR RI No VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa, kata dia, juga telah tegas menyatakan kita mengalami kurangnya keteladanan dalam sikap dan perilaku sebagai pemimpin dan tokoh bangsa.
"Situasi ini menjadi suar tanda bahaya bagi krisis keteladanan dan kenegarawanan Pemimpin Negara, Pemimpin Bangsa, dan Pemimpin Masyarakat yang bisa berujung pada ambruknya sistem demokrasi dan hukum," ungkapnya.
Prihatin dengan kondisi itu, Pupung mengatakan, Akademisi dan Masyarakat Sipil Malang Raya pun menyampaikan 6 poin "Seruan Luhur" kepada para pemimpin bangsa, antara lain:
Mendesak pemimpin negara, pemimpin bangsa, dan pemimpin masyarakat untuk memberikan keteladanan etika/moral dan praktik kenegarawanan dalam kehidupan berbangsa bernegara;
Menuntut para pemimpin partai politik, para capres-cawapres, para calon Legislatif untuk berpolitik secara santun mengedepan etika dan budaya malu;
Menuntut presiden beserta semua aparatur pemerintahan untuk berhenti menyalahgunakan kekuasaan dengan tidak mengerahkan dan tidak memanfaatkan sumber daya negara untuk kepentingan politik praktis;
Menyeru Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk tidak diam membisu agar selalu aktif mengoreksi sebagai fungsi jalannya demokrasi dan justru tidak menyanderanya untuk kepentingan partainya golongannya, atau pribadinya;
Mengajak masyarakat Indonesia untuk terlibat pemilu yang jujur, adil, dan berani mengawasinya guna memperoleh pemerintahan dengan legitimasi kuat berbasis penghormatan suara rakyat;
Menyerukan kepada seluruh Rakyat Indonesia untuk mempertahankan dan mencari sisa-sisa nilai etika kehidupan berbangsa pada diri kita masing-masing, yang kita punya, hal ini guna kemartabatan Bangsa Indonesia di tengah rendahnya martabat dan keteladanan para Pemimpin Negara, Pemimpin Bangsa, dan Pemimpin Masyarakat.