6 Pokok Penting Fungsi dan Kewajiban Negara Menurut Islam
Dalam suatu halaqah, pengajian/diskusi melingkar di Fahmina Cirebon, pada suatu hari KH Husein Muhammad ditanya soal fungsi dan kewajiban negara dalam Islam. Memang, sejauh ini yang diketahui secara umum masyarakat ada sekelompok orang yang seolah-olah menuntut akan kehadiran negara dalam segala persoalan.
Bagaimana sesungguhnya soal ini? Apakah yang harus dilakukan umat atau masyarakat dan relasi tentang kekuasaan?
KH Husein Muhammad memberikan sejumlah jawaban sebagaimana berikut. Ada enam poin penting:
1. Negara didirikan, diadakan atau dibentuk sebagai wadah bagi warganya untuk memeroleh kesejahteraan dan kebahagiaan dalam hidupnya. Dan itu untuk semua warga negara/rakyatnya, bukan untuk sebagian besar atau sebagian kecil rakyat.
2. Para pengelola negara adalah para pelayan bagi seluruh warga negara. Untuk tugas dan jasanya itu mereka diberikan upah yang sesuai dengan fungsi dan pekerjaannya itu.
3. Pengelola negara (pemerintahan) oleh karena itu wajib bersikap netral, imparsial dan bertindak adil kepada seluruh warganya, apapun agama/kepercayaannya atau identitas primordial lainnya.
4. Tugas dan kewajiban mereka adalah menjaga, melindungi dan menyediakan/memfasilitasi ruang aman dan tenteram bagi semua, bukan bagi sebagian besar atau apalagi sebagian kecil warganya dan tidak untuk memiskinkan, mendiskriminasi, menyingkirkan atau menyengsarakan mereka.
5. Dalam rangka itu pula, negara tidak hanya wajib menyediakan tempat untuk didiami warganya dan tidak pula sekedar menjadi ruang untuk mempertemukan manusia dengan manusia lainnya di sana, tetapi lebih dari ia juga hadir untuk memerdekakan semua manusia dari belenggu kezaliman (ketidakadilan) serta menjamin persahabatan dan persaudaraan kebangsaan dan kemanusiaan.
Salah seorang mahasiswa yang ikut dalam halaqah ini bertanya, apakah ada dalil atau dasar untuk pandangan ini?. Aku menjawab : Ya. "Shahifah al-Madinah"/ "Mitsaq al-Madinah"/ "Dustur al-Madinah", Piagam Madinah/Konstitusi Madinah.
6. Piagam Madinah merupakan landasan konstitusi sekaligus pengikat nilai dan norma yang ada dalam masyarakat Madinah (Nation State Madinah). Penyusunan naskah Piagam Madinah juga melibatkan seluruh komponen masyakat Madinah saat itu. Nabi memimpin penyusunan piagam ini. maka Di dalamnya sarat nilai-nilai demokrasi. Nilai-nilai demokrasi yang terkandung di dalam Piagam Madinah ini antara lain; kesetaraan (al Musawah), kebebasan (al Hurriyyah), permusyawaratan (Syura) toleransi (Samahah), dan hak asasi manusia (al Huquq al Insaniyah) yang lain.
Agama dan Negara
Relasi Agama dan Negara merupakan isu besar dalam sejarah peradaban bangsa-bangsa di dunia. Isu ini mendapat perhatian para pemikir politik, agama dan kebudayaan secara sangat serius dari zaman ke zaman. Persoalan utamanya adalah siapakah yang harus berkuasa untuk mengatur kehidupan masyarakat/rakyat: Institusi Agama atau atau ideology Negara?. Di Eropa, sekitar tiga abad yang lalu, perdebatan mengenai ini berlangsung sangat keras dan menimbulkan malapetaka kemanusiaan untuk masa yang cukup panjang. Bangsa-bangsa Eropa pada akhirnya memilih untuk membagi kerja keduanya : Agama untuk urusan individu, dan Negara untuk urusan publik. Di dunia muslim, perdebatan isu ini terjadi pasca keruntuhan system Khilafah (1923).
Di Indonesia, menjelang kemerdekaan tahun 1945, isu relasi Agama dan Negara ini diperdebatkan para pendiri bangsa dalam suasana yang acapkali mencekam. Perdebatan berlangsung panjang, berlarut-larut dan melelahkan. Masing-masing wakil kelompok masyarakat yang terlibat dalam perdebatan itu mengerahkan segenap argumentasinya. Sebuah kompromi akhirnya dicapai. Pancasila sebagai ideology Negara dan UUD 1945 sebagai landasan Konstitusionalnya.
Pancasila sebagai dasar negara dipandang telah merepresentasikan bentuk hubungan paling ideal antara Agama dan Negara. Dengan begitu sebuah consensus nasional telah tercapai bahwa Indonesia bukanlah Negara Agama, bukan Negara teokrasi, tetapi juga bukan Negara sekular. Sila Pertama Pancasila; Ketuhanan Yang Maha Esa, menunjukkan dengan jelas Indonesia menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Agama menjadi landasan etis, moral dan spiritual bagi bangunan social, ekonomi, kebudayaan dan politik Negara bangsa dalam rangka mewujudkan kadilan social bagi seluruh warga negaranya, tanpa diskriminasi atas dasar apapun juga.
Pancasila dan UUD 1945 telah menjadi titik temu paling ideal dari berbagai aspirasi dan kehendak-kehendak beragam para penganut agama-agama dan kepercayaan yang telah lama hadir di wilayah Negara Republik ini, sebelum menjadi merdeka, bahkan secara bersama-sama kemudian memperjuangkan kemerdekaannya dengan segenap miliknya dan mempertaruhkan hidupnya. Seluruh sila dan pasal-pasal dalam Konstitusi ini bukan hanya tidak bertentangan melainkan juga sesuai dan seiring sejalan dengan visi dan misi agama. Para pemeluk agama meyakini bahwa Agama sejak awal dihadirkan untuk misi pembebasan manusia dari segala bentuk system sosial yang diskriminatif, demi penghargaan atas martabat manusia, untuk keadilan sosial, menciptakan kedamaian, persaudaraan dan kesejahteraan bersama umat manusia. Ini semua merupakan nilai-nilai agung, fundamental dan universal. Ia adalah dambaan semua orang di muka bumi ini dengan latarbelakang sosial dan keyakinan apapun.
Prinsi-prinsip kemanusiaan di atas merupakan norma-norma yang diajarkan oleh seluruh agama dan etika kemanusiaan. Agama adalah ruh dalam sistem kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai bagian yang inherent dari ajaran teologis itu, maka tidak seorangpun secara prinsip baik keseluruhan maupun sebagiannya patut menolak, mengingkari atau bahkan merusaknya. Pengabaian atau bahkan menentangnya adalah merupakan pengingkaran terhadap prinsip-prinsip agama. Oleh karena itu, setiap orang bertanggungjawab atasnya dan umat (bangsa) berkewajiban melindunginya.
Demikian catatan KH Husein Muhammad. (18.02.23/HM)