6 Langkah Proses Turun Al-Quran! Benarkah Tuhan Berbahasa Arab?
Membahas Al-Quran tak serumit Kalamullah yang lain. Begitulah proses turunnya Al-Quran!
Membahas kalamullah yang tanpa suara dan huruf tetapi dapat dimengerti oleh Jibril alaihissalam (a.s.), penduduk langit, penduduk surga, Nabi Musa AS dan Nabi Muhammad Shallallahu alaihissalam (SAW) saat Mi'raj adalah sesuatu yang rumit. Perlu analogi, penyederhanaan dan beragam istilah agar nalar yang sempit mampu memahami bahwa hal ini mudah bagi Allah.
Saya sudah mencoba menjelaskannya dengan berbagai cara, beragam contoh dan analogi komunikasi yang tidak berupa suara dan huruf. Yang hatinya terbuka mengaku sangat tercerahkan dan yang tertutup tetap saja mengaku tidak paham sebab maunya agar Allah berbicara seperti manusia; bersuara, berhuruf dan berbahasa.
Tetapi tidak perlu serumit itu ketika membahas tentang Al-Qur'an sebab proses turunnya Al-Qur'an itu jauh lebih sederhana. Dalam kitab-kitab babon Ulumul Qur'an, terserah pilih saja yang mana kitabnya, dijelaskan bahwa Al-Qur'an berasal dari firman Allah yang ditulis di Lauh Mahfudh sebagaimana disinggung dalam ayat:
بَلۡ هُوَ قُرۡءَانࣱ مَّجِیدࣱ (21) فِی لَوۡحࣲ مَّحۡفُوظِۭ (22)
Bahkan (yang didustakan itu) ialah Al-Qurān yang mulia yang (tersimpan) dalam (tempat) yang terjaga (Lauḥ Maḥfuẓ).[Surat Al-Buruj: 21-22]
Enam Proses
Jadi, secara singkat urutan turunnya Al-Qur'an seperti ini:
1. Lauh Mahfudh mencatat semua kejadian hingga kiamat. Salah satu catatannya adalah ayat Al-Qur’an
2. Jibril menghafalkan seluruh catatan ayat Al-Qur’an itu secara komplit lengkap 30 juz dalam bentuk bahasa Arab seperti yang kita baca itu.
3. Jibril menurunkan Al-Qur’an secara lengkap ke Baitul Izza di langit dunia. Ulama berbeda pendapat tentang teknisnya, ada yang mengatakan bahwa Malaikat Jibril mewahyukannya pada Malaikat Safarah al-Katibin di Baitul Izza dan ada pendapat lainnya.
4. Malaikat Jibril menyampaikan wahyu Al-Qur’an secara berangsur sesuai perintah Allah dalam kurun waktu 23 tahun kepada Nabi Muhammad. Tentu sudah dalam bentuk suara, huruf dan bahasa Arab yang dipahami oleh manusia sebab sejak awal memang demikian. Hanya saja beberapa ayat mempunyai beberapa versi dialek yang berbeda dan semuanya disampaikan oleh Jibril ke Nabi Muhammad dan disampaikan oleh Nabi Muhammad ke para Sahabat.
5. Saat kodifikasi Al-Qur’an pertama di masa Khalifah Abu Bakar, semua dialek tersebut ditulis oleh Zaid bin Tsabit.
6. Saat kodifikasi Al-Qur’an kedua pada masa Khalifah Utsman, tim kodifikasi hanya menulis satu dialek saja, yakni dialek Quraisy. Hasil kodifikasi ini yang kita baca hingga sekarang.
Ada beberapa detail yang berbeda disebutkan dalam kitab-kitab turats, tetapi yang saya tulis di atas adalah yang paling populer. Semua ulama sepakat bahwa dalam proses turunnya Al-Qur'an tidak ada campur tangan Jibril atau Nabi Muhammad yang meredaksikannya sendiri seperti dinyatakan oleh orang-orang liberal, tidak menjadikan Al-Qur'an sebagai makhluk sebagaimana dinyatakan Muktazilah dan juga tidak melibatkan suara Allah seperti yang dibayangkan oleh kaum mujassimah.
Semoga bermanfaat.
Apakah Tuhan Berbahasa Arab?
Saya cek beranda tetiba ramai kawan-kawan membahas apakah Allah berbahasa Arab atau tidak? Ternyata sebabnya karena ada seorang profesor yang mengatakan bahwa Tuhan berbahasa Arab. Hmmm... Ini panjang sebenarnya dan kawan-kawan yang membahas ini juga menggunakan kalimat yang panjang lebar, tapi saya akan mencoba mengurai ini sesingkat mungkin dengan sebuah analogi sederhana dalam dua paragraf saja.
Anda tentu mempunyai televisi di rumah. Ketika anda memutar channel Indonesia, tentunya akan keluar suara siaran berbahasa Indonesia bukan? Dari point ini anda bisa mengatakan bahwa TV tersebut sedang mengeluarkan suara berbahasa Indonesia. Tapi anda tentu sadar bahwa TV tersebut menangkap siarannya dari sebuah pemancar di tempat yang jauh?
Nah, apakah pemancar itu menggunakan bahasa Indonesia ketika berkomunikasi dengan TV anda? Tentu tidak. Pemancar itu sama sekali tidak berbahasa apa pun sebab ia hanya mengeluarkan gelombang yang kemudian "dipahami dengan baik" oleh TV anda lalu diungkapkan oleh TV anda dalam bahasa Indonesia.
Dengan kata lain, pemancarnya sendiri tidak berbahasa, tapi TV-nya menyampaikan apa yang ia terima dalam bentuk suara dan huruf yang kemudian disebut sebagai bahasa.
Kenapa bisa begitu? Sebab pemancar dan TV adalah dua entitas yang mempunyai karakteristik yang berbeda. Meski demikian, kita tetap dapat berkata bahwa suara dan gambar itu betul-betul diterima dari pemancar.
Nah, kasusnya sama dengan relasi komunikasi antara Allah dengan para Rasul. Allah sendiri tidak berbahasa sebab tidak mengeluarkan satu pun suara atau susunan huruf. Sudah maklum bahwa suara dan huruf adalah karakteristik makhluk sedangkan Allah tidak mengeluarkan makhluk dari dirinya (Lam yalid).
Akan tetapi Allah mempu berkomunikasi dengan para Rasul dengan cara yang unik yang tidak sama dengan apa pun (kita menyebutnya sebagai kalam) lalu para rasul mengungkapkan firman Allah tersebut dengan susunan suara dan huruf yang kemudian kita kenali sebagai sebuah bahasa. Jadi, yang berbahasa hanyalah para rasul saja, bukan Allah.
Kenapa bisa begitu?
lagi-lagi karena Allah dan Rasul adalah dua entitas yang berbeda secara mutlak sehingga mempunyai karakteristik yang juga berbeda secara mutlak. Tapi apakah lantas bisa dikatakan bahwa para rasul hanya menerima maknanya saja? Tentu tidak demikian.
Suara dan huruf beserta makna yang dinyatakan oleh para rasul itu tetap berasal dari Allah 100%, sama seperti suara dan gambar yang dimunculkan oleh TV seluruhnya berasal dari pemancar. Inilah makna perkataan para ulama Aswaja bahwa Al-Qur'an, baik lafadz mau pun maknanya berasal dari Allah.
Kalau Rasul berbahasa Arab, maka bukan berarti Allah juga berbahasa Arab. Sama juga ketika TV di rumah anda berbahasa Indonesia, bukan berarti pemancarnya juga mengeluarkan suara berbahasa Indonesia. Semoga ini dapat dengan mudah dipahami dan semoga bermanfaat. (Abdul Wahab Ahmad)
Advertisement