Enam Langkah Berkah, Arif Afandi: Menuju Masjid Pusat Peradaban
Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kota Surabaya, H Arif Afandi, mengungkapkan, masjid bukan hanya sebagai tempat kegiatan keagamaan yang sifatnya ritual semata. Melainkan juga sebagai Pusat Peradaban Islam.
"Masjid yang makmur, akan menjadi pintu keberkahan untuk memakmurkan jamaahnya," tutur Arif Afandi, dalam Webinar bertajuk "Masjid Berkah dengan Keuangan Transparan", yang digelar DMI Kota Surabaya kerja bareng Ngopibareng.Id dan Kotak Amal Indonesia. Selain Arif Afandi, tampil sebagai pembicara Drs Tri Juwono MAk, AkCA, Asean CPA, digelar Minggu pagi, 29 Agustus 2021.
Enam Jalan Penting
Untuk itu, ada enam langkah menuju Masjid sebagai Pusat Peradaban Islam.
Pertama, masjid harus well educated.
Masjid menjadi ruang edukasi yang baik bagi umat Islam. Baik sebagai tempat mengaji, kegiatan keagamaan, dan kesadaran umum yang sifatnya perbaikan-perbaikan keumatan. Misalnya, bidang ekonomi dan kemasyarakat.
Kedua, makmur ekonomi.
Kemakmuran masjid harus dibarengi dengan ikhtiar untuk memakmuran umat dari sisi ekonomi.
Ketiga, membangun kultur bersih dan sehat.
Menjadikan masjid yang bersih dan sehat, merupakan perwujudan dari pesan Islam, "Kebersihan adalah bagian dari iman". Dengan sehat masjid dan lingkungan sekitarnya, akan mencerminkan kehidupan umat Islam yagn bisa diimplementasikan dalam kehidupan keluarga dan lingkungan masing-masing.
Keempat, memperbaiki kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) pengelola masjid.
Pengelola masjid semestinya mempunyai kesadaran dan kepribadian yang memadai untuk memahami problematika keumatan dalam konteks kekinian, sesuai perkembangan zaman.
Kelima, Memakmurkan Masjid sekaligus Memakmurkan Jamaah.
Keenam, Menjalin Dukungan Pihak Pemerintah dan Swasta
Lebih jauh diungkapkan Arif Afandi, yang juga CEO Ngopibareng.Id, ikhtiar menuju kemakmuran masjid merupakan harapan yang telah lama diidamkan. Ia menggambarkan, dalam aktivitas masjid setidaknya terdapat lima kali pertemuan sebagaimana pelaksanaan Salat Limat Waktu.
"Dalam aktivitas salat jamaah sehari-semalam, mudah diketahui permasalah umat, dari persoalan jamaahnya. Misalnya, ketika ada jamaah yang sakit segera bisa diketahui. 'Lho, Pak Fulan, kok gak kelihatan salat Subuh'. Yang lain menjawab, 'Oh, dia sedang sakit'. Begitulah, segera terdeteksi persoalannya. Apakah ada jamaah sakit, atau sedang mengalami persoalan hidup, menghadapi persoalan ekonomi, misalnya," tutur Arif Afandi.
Masjid bisa diarahkan bukan saja untuk menggiatkan aktivitas yang sifatnya ritualistik, tapi ke arah perbaikan ekonomi umat. Ke arah Pemberdayaan Ekonomi Umat.
"Saya kira, dengan cara pandang seperti ini, akan mempunyai makna strategis di masa depan. Memahami jumlah jamaah, potensi umat yang begitu besar, menjadi pendorong strategi untuk memakmurkan umat sekaligus," tuturnya.
Sejauh ini, menurutnya, DMI Kota Surabaya harus bergerak dengan aktivitas yang mandiri. Faktanya, bila di daerah-daerah DMI selalu menggandeng Pemerintah Daerah, baik Pemkot maupun Pemkab, untuk melaksanakan programmya, DMI Kota Surabaya harus berusaha mandiri dalam mengadakan kegiatan.
Kemandirian Masjid dan Keberlanjutan (Sustainable)
Arif Afandi mengakui, memang ada sisi negatif dengan kegiatan mandiri yang dilakukan DMI Kota Surabaya. Misalnya, tidak bisa berlangsung terus-menerus atau berkelanjutan (sustainable). Karena, faktor dana dan dukungan dari pihak ketiga.
"Nah, akan bisa berlangsung berkelanjutan bila DMI mendapat dukungan dari Pemerintah Daerah. Ini yang bisa kita rasakan selama ini di DMI Surabaya," tuturnya.
Kemandirian Jangka Panjang
DMI Kota Surabaya terus berusaha menggalakkkan kemandirian yang sifatnya jangka panjang. Dengan mendirikan lembaga keumatan sebagai ikhtiar mengembangkan atau pemberdayaan ekonomi umat.
Ia menggambarkan, potensi umat yang cukup besar harus diarahkan untuk menuju pemberdayaan ekonomi. Seperti dipahami dalam satu jamaah terdapat sedikitnya 40 orang. Bisa dibayangkan dalam satu masjid terdapat 40 jamaah. Sementara di Surabaya, terdapat 1.500 masjid.
"Sehingga, setidaknya terdapat 60.ooo jamaah, yang menjadi kekuatan dasar umat. Nah, kita bayangkan, dari 40 orang setiap masjid, mereka mempunyai keluarga, mempunyai dan tetangga. Bila saja mereka membelanjakan Rp500 ribu setiap bulan dari unit-unit usaha yang didirikan di masjid, niscaya akan bernilai Rp30 Miliar dari potensi perputaran ekonomi umat di Surabaya," tuturnya.
Bisa saja, nilai tersebut akan lebih besar, bila sasaran pemberdayaan ekonomi umat mampu mengembangkan ceruk pasar, dengan unit-unit usaha yang dikembangkan dari pengelola masjid.
"Hal itu akan menjadi peluang emas untuk memakmurkan jamaah. Jadi, di sinilah, dasar untuk bisa mengembangkan konsep Memakmurkan Masjid Memakmurkan Jamaah," tutur Arif Afandi.
Menepis Citra Negatif Masjid
Arif Afandi mengingatkan, dengan pelbagai kegiatan menuju kemakmuran masjid dan pemberdayaan ekonomi umat, akan mampu menepus citra buruk adanya kotak amal yang diselewengkan untuk kegiatan terorisme di Indonesia.
"Tentu dengan langkah-langkah posifit akan bisa dilakukan guna memahami masjid bukan saja sebagai pusat kegiatan ibadah semata, tapi menjadi pusat Peradaban Islam. Satu kata kuncinya, adalah Pemberdayaan Ekonomi Umat yang menjadikan potensi besar umat Islam menjadi berdaya," tutur Arif Afandi.
Ia pun mengingatkan pentingnya masjid tidak mengganggu kepentingan umum. Dalam Islam diajarkan untuk "menyisihkan duri di jalan" agar tidak mengenai orang yang lewat. Dari pesan ini, sesungguhnya masjid tidak boleh mengganggu kepentingan umum.
Misalnya, pernah ada Masjid di Surabaya yang berada di tengah jalan. Syukurlah, akhirnya dengan kesadaran kepentingan yang lebih besar dan pendekatan persuasif, semasa menjadi Wakil Walikota Surabaya, masalah tersebut bisa diatasi.
"Saya sampai bersedia sebagai Khatib Jumat saat mengawali perpindahan masjid itu," kisah Arif soal Masjid At-Taqwa di kawasan Surabaya Barat itu.
Ia pun, karena itu, menyayangkan kegiatan umat Islam yang mencari dana di jalan-jalan. Sehingga, mengganggu kepentingan umum pengguna jalan.
"Nah, di sini pentingnya, pemberdayaan ekonomi dalam memakmurkan masjid yang kita maksudkan Masjid sebagai Pusat Peradaban. Itulah jalan memberdayakan ekonomi umat berbasis masjid," kata Arif Afandi.
Advertisement