6 Fase Penting Santri Kokohkan Pilar NKRI, Ini Paparan Kiai Said Aqil
Jakarta: Kiprah santri teruji dalam mengokohkan pilar-pilar NKRI berdasarkan Pancasila yang bersendikan Bhinneka Tunggal Ika. Santri berdiri di garda depan membentengi NKRI dari berbagai ancaman.
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menyampaikan hal itu pada apel akbar hari santri 2017 yang digelar di pelataran Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Ahad (22/10/2017). Apel diikuti ribuan santri dan pelajar dari Jabodetabek, serta Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo, Kapolri Jenderal M. Tito Karnavian, dan sejumlah pejabat tinggi negara.
Kiai Said kemudian menjelaskan tentang momen-momen penting peran santri dalam mengokohkan pilar-pilar NKRI itu. “Pada 1936, sebelum Indonesia merdeka, kaum santri menyatakan Nusantara sebagai Dârus Salâm. Pernyataan ini adalah legitimasi fiqih berdirinya NKRI berdasarkan Pancasila,” paparnya.
Selanjutnya, tahun 1945, kaum santri setuju menghapuskan tujuh kata dalam Piagam Jakarta demi persatuan dan kesatuan bangsa. Tujuh kata dalam sila pertama yang berbunyi “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” itu ditolak sebagian bangsa Indonesia dan berpotensi menimbulkan disintegrasi.
“Tahun 1953, kaum santri memberi gelar Presiden Indonesia, Ir. Soekarno, sebagai Waliyyul Amri ad-Dlarûri bis Syaukah, pemimpin sah yang harus ditaati dan menyebut para pemberontak DI/TII sebagai bughat yang harus diperangi,” tambah kiai asal Cirebon ini.
Berikutnya, tahun 1965, kaum santri berdiri di garda depan menghadapi rongrongan ideologi komunisme. “Tahun 1983/1984, kaum santri memelopori penerimaan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan berbangsa-bernegara dan menyatakan bahwa NKRI sudah final sebagai konsensus nasional, mu’âhadah wathaniyyah,” jelasnya.
“Selepas reformasi, kaum santri menjadi bandul kekuataan moderat sehingga perubahan konstitusi tidak melenceng dari khittah 1945 bahwa NKRI adalah negara-bangsa—bukan negara agama, bukan negara suku—yang mengakui seluruh warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, ras, agama, dan golongan,” ujarnya.
Apel akbar ini didahului dengan melantunkan mars “Ya Lal Wathan” karya KH Abdul Wahab Chasbullah, pembacaan teks Pancasila, dan deklarasi ikrar santri. Sebelumnya, Sabtu (21/10) malam, pembacaan 1 miliar shalawat nariyah digelar di Masjid Raya KH Hasyim Asy’ari Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat.
Apel Hari Santri di Tugu Proklamasi
Kepala Biro Umum Bakamla RI Laksma TNI Suradi AS, S.T., S.Sos., M.M. mewakili Kepala Bakamla RI Laksdya TNI Ari Soedewo, S.E., M.H. menghadiri Apel Peringatan Hari Santri 2017, di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Ahad (22/10/2017).
Kehadiran pati bintang satu tersebut dalam rangka memenuhi undangan Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) DR. Ir. HA. Helmy Faishal Zaini. Acara terlihat dihadiri pula oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.
Hubungan baik terjalin semakin erat antara Bakamla RI dengan PBNU melalui berbagai kegiatan bersama. Hal ini sebagai bentuk sinergi dari lembaga yang bergerak di bidang keamanan dan keselamatan perairan Indonesia bersama ormas islam terbesar di Indonesia yang merupakan bagian anak bangsa dan ikut bertanggungjawab secara moral atas keamanan dan kedaulatan NKRI.
Bertindak sebagai inspektur apel yaitu Kasum TNI Laksda TNI DR. Didit Herdiyawan, MPA, MBA., menyampaikan pesan-pesan kebangsaan dari Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Dilanjutkan dengan penyampaian amanat Ketua Umum PBNU Prof. DR. KH. Said Aqil Siroj, MA. Sebagai bagian dari rangkaian apel dibacakan pula teks Pancasila oleh Ketua PBNU Kiai Robikin Emhas yang diikuti santri dan semua kompi pasukan.
Dalam acara tersebut, Laksma Suradi didampingi Kepala Pangkalan Armada Kamla Zona Tengah Kolonel Laut (P) Agung Jaya Saktika dan Kepala Pangkalan Armada Kamla Zona Timur Kolonel Laut (P) Edi Eka Susanto. (adi)