6 Catatan Penting Kegelisahan Intelektual Gus Yahya
Ketika Katib Am PBNU KH Yahya Cholil Staqut meluncurkan bukunya, Perjuangan Besar Nahdlatul Ulama di PBNU, Jakarta, ada respon menarik. Hari Usmayadi, Ketua Lembaga Ta'lif wa-Nasyr PBNU memberi catatan "Kegelisahan Gus Yahya atas Peran Organisasi NU dalam Keterkinian Peradaban".
Berikut catatannya:
Menyimak live streaming dalam peluncuran buku guru saya, Gus Yahya Cholil Staquf, “Perjuangan Besar Nahdlatul Ulama”, sangat menarik. Dari penjelasan Gus Yahya dalam sesi bedah buku, sepertinya itu kristalisasi kegelisahannya terhadap perkembangan peradaban global. Disebutkan, NU akan berperan besar dalam komando amanah peradaban penuh kedamaian, sebagaimana cita-cita NU.
Namun, Gus Yahya gundah karena kebelumbersiapan organisasi NU, bahkan cenderung organisasi NU ditinggalkan perannya oleh jamaah NU yang justru jumlah jamaahnya meningkat pesat.
Gus Yahya menjelaskan, pengkuatan peran tersebut harus dimulai adanya tata kelola (governance) organisasi yang mampu melayani jamaahnya, layaknya negara melayani warga negaranya.
Gambarannya PBNU adalah sebagai tingkatan pemerintahan tertinggi, sampai dengan PCNU yang akan menjadi pihak ujung tombak pelayanan kepada jamaah Nahdliyin.
Dari syarat di atas, diperlukan rekrutasi pengurus dengan syarat tertentu, yang tentunya menurut saya adalah memiliki mindset dan perilaku yang mendahulukan pelayanan kepada jamaah NU.
Di bagian tanya jawab, saya melihat forum belum berhasil membongkar gelisahan Gus Yahya melalui tulisan buku itu. Harapan saya pribadi, alangkah baiknya bila terbuka pointer diskusi, setidaknya:
1. Apa yang dimaksud pelayanan kepada jamaah itu?
2. Berbasis apakah pelayanan tersebut diberikan? Apa Need and Want jamaah NU itu?
3. Bagaimana sebetulnya klasterisasi atau pengelompokkan segmen jamaah NU?
Tentunya di era sekarang ini, personalized service yg mendekati klasterisasi tersebut sangat penting. Bisa jadi mahasiswa perkotaan beda dengan orang tua-orang tua di kampung, bisa jadi kebutuhan wanita remaja dan ibu rumah tangga akan beda juga. Pemetaan ini menjadi penting.
4. Dari sini akan ketemu positioning NU dalam mendeliver layanan kepada jamaah Nahdliyin, ini akan mentransformasi besar NU dari kondisi kesiapan organisasi dan pengurus saat ini. Akan pula terbentuk Corporate Culture yang harus menjadi acuan bertindak, bersikap, dan berkarya dalam melayani kepada jamaahnya.
5. Bagaimana dengan kompetitor sejenis yang menawarkan pelayanan yang sama kepada jamaah? Misal, layanan Contact Ustadz atau layanan penyediaan Aqiqah. Kita memerlukan channeling sebagai saluran saluran pelayanan seluas luasnya dengan standard pelayanan yang tergaransi.
6. Bagaimana platform yang dibutuhkan untuk melayani? Bayangkan bila masyarakat nggruduk dengan tidak sungkan lagi datang ke gedung NU untuk antre layanan?
Platform pengurus dan sistem pendukungnya harus disiapkan untuk kemudahan akses jamaah terbesar di dunia ini. Bayangkan ada Service Point NU di mall dekat rumah kita, melayani sembarang kalir kebutuhan jamaah, mungkin tahap awal adalah kebutuhan keagamaannya?
7. Dari situ akan terbentuk competitive advantage-kah? Bisa jadi. Jadi akan terjadi kompetisi perebutan jamaah oleh para organisasi? Bisa jadi, hingga ada pemeo “gak harus NU-NUan” di tengah masyarakat terkini.
Sepertinya Gus Yahya tengah mengajak kita untuk berpikir dan bergerak melakukan perbaikan (transformasi) tata kelola (governance) organisasi NU di tengah pergulatan peradaban yang semakin menantang peran NU.
Semoga memantik semangat kita arah yang sama beliau demi keberhasilan perjuangan besar NU. Alfatihah. Amin.
*) Dipetik dari catatan Hari Umayadi di akun facebook-nya.