51 Tahun Martin Luther King, Ini Kondisi Warga Kulit Hitam di AS
Pemimpin gerakan hak-hak sipil Dr. Martin Luther King Jr. tahun ini meninggalnya diperingati ke-51. Menjadi simbol perjuangan pemenuhan hak-hak sipil di AS, sekaligus perjuangan kemanusiaan.
Memang, sejak pembunuhan Dr. Martin Luther King Jr, aktivis Amerika keturunan Afrika yang memimpin gerakan hak-hak sipil, 51 tahun lalu, mengubah Amerika dan bergaung ke seluruh dunia. Sejak itu Amerika telah membuat langkah besar, meskipun perpecahan tajam masih tetap ada.
Dalam pidato Martin Luther King pada 29 Agustus 1963, memberi arah pada Amerika dan membuat -hak sipil dan keadilan ekonomi menjadi isu penting.
Pakar ras, media dan komunikasi di Universitas Amerika Sherri Williams mengatakan, “Apa yang ingin ia capai adalah kesetaraan ras dan keadilan ekonomi. Kita tahu bahwa ia dibunuh, ia bekerja di Poor People’s Campaign, ia bersama pekerja sanitasi di Memphis yang melakukan mogok karena menuntut upah yang layak.”
“Tetapi jika Anda melihat ekonomi warga Amerika keturunan Afrika pada umumnya, kekayaan rata-rata kepala keluarga Amerika keturunan Afrika kira-kira begini… untuk setiap satu dolar yang dimiliki keluarga kulit putih maka keluarga kulit hitam memiliki 10 sen. Satu per sepuluh yang dimiliki warga kulit putih. Ini tidak masuk akal!,” kata Greg Howard.
Greg Howard di Universitas Howard mengatakan meskipun ada beberapa kemajuan, kesenjangan ekonomi hingga kini masih terasa.
“Tetapi jika Anda melihat ekonomi warga Amerika keturunan Afrika pada umumnya, kekayaan rata-rata kepala keluarga Amerika keturunan Afrika kira-kira begini… untuk setiap satu dolar yang dimiliki keluarga kulit putih maka keluarga kulit hitam memiliki 10 sen. Satu per sepuluh yang dimiliki warga kulit putih. Ini tidak masuk akal!,” katanya, dikutip ngopibareng.id, dari VOA, Selasa 22 Januari 2019.
Tetapi ekonomi Amerika yang relatif kuat saat ini telah mendorong pasar tenaga kerja untuk semua ras. Tingkat pengangguran warga Amerika keturunan Afrika turun hingga di bawah 6% tahun lalu, terendah sejak tahun 1972. Namun menurut studi di Universitas Harvard baru-baru ini, setengah dari semua warga Amerika keturunan Afrika mengalami diskriminasi di tempat kerja.
Yonas Beshawred, pakar teknik di Silicon Valley mengakui hal itu. “Ini terjadi pada hal-hal kecil.. seperti ketika datang ke suatu pertemuan investor dan mereka tidak mau mendengar atau mempercayai apa yang saya sampaikan. Bisa jadi karena usaha atau apa yang Anda lakukan kurang menarik, tetapi kadang-kadang Anda merasa hal itu dikarenakan warna kulit Anda. Mereka memang tidak terbuka tentang hal ini. Mereka mungkin jarang berurusan dengan orang kulit berwarna. Kalau saya siih, dari sudut pandang saya maka saya akan mengabaikan sikap mereka. Saya merasa - OK kalau begitu kita tidak bisa bekerjasama. Saya lanjutkan pada klien lain,” ujarnya.
Dominannya kebrutalan polisi terhadap sebagian komunitas Amerika keturunan Afrika menjadi sumber keprihatinan lain. Gerakan “Black Lives Matter” pada tahun 2014 setelah penembakan terhadap seorang laki-laki kulit hitam oleh polisi kulit putih di Missouri telah mendorong isu kebrutalan polisi itu.
Aktivis “Black Lives Matter” Dennis Rodriguez mengatakan, “Gerakan “Black Lives Matter” telah membuka mata kita pada semua hal. Gerakan ini membantu kami - orang-orang kulit berwarna - untuk memahami bahwa mungkin kita tidak dipandang sebagai manusia atau sebagai kelompok yang kuat saat ini, tetapi yakinlah kerja keras kita akan membuahkan hasil.”
Menjadi warga kulit hitam di Amerika telah berubah sejak pidato terkenal Dr. Martin Luther King “I Have a Dream.” Amerika sudah dua kali memilih sosok berkulit hitam menjadi presiden mereka pada tahun 2008 dan 2012. Tetapi upaya memperbaiki hubungan antar-ras memang masih panjang.
Sebagai catata, kondisi ekonomi warga Amerika keturunan Afrika pada umumnya hanya sepersepuluh dari kekayaan yang dimiliki oleh warga kulit putih.(nb/voa)