5.000 Pasukan Militer Ditarik dari Irak, AS Mendisrupsi Dunia
Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah mengumumkan secara resmi akan menarik 5.000 pasukan militer di Irak dan Afghanistan tahun depan.
Dalam pengumuman yang disampaikan oleh Pejabat Kementerian Pertahanan Christopher Miller, Selasa 17 November 2020, disebutkan penarikan masing-masing 2.500 pasukan dari dua negara konflik itu akan dilakukan pada 15 Januari 2021.
Pakar masalah internasional menilai, keputusan Trump untuk menarik pasukan militer dari dua negara konflik, sebagai sebuah gangguan dengan tanpa mempertimbangkan apapun.
Keputusan Trump untuk menarik pasukan militer di Irak dan Afghanistan pada pertengahan Januari 2021, mendapat kritik dari Pemimpin Mayoritas Senat AS Mitch McConnell.
McConnell menyebut, penarikan pasukan akan menjadi “kado” para musuh AS dan berpeluang menghancurkan berbagai kemajuan yang telah dibuat di kawasan.
“Penarikan yang sangat cepat terhadap pasukan AS dari Afghanistan akan menghancurkan para sekutu kita dan menyenangkan mereka yang berharap kita akan celaka,” ujar McConnell, seperti dilansir Reuters.
McConnell bahkan memprediksikan penarikan pasukan dari kedua negara konflik itu akan memicu kebangkitan ISIS dan babak baru terorisme global.
“Kekerasan dan orang-orang Afghanistan masih merajalela, Taliban tidak mematuhi persyaratan yang disebut kesepakatan damai. Konsekuensi dari keluarnya Amerika secara prematur kemungkinan akan lebih buruk daripada penarikan Presiden Obama dari Irak pada tahun 2011, yang memicu kebangkitan ISIS dan babak baru terorisme global,” ucapnya.
Kementerian Pertahanan AS mendata sejak terjadinya konflik di Afghanistan dan Irak, setidaknya sekitar 6.900 pasukan militer AS gugur, serta sekitar 52.000 personel mengalami luka, baik dengan bekas luka yang terlihat maupun tidak.
Sedangkan, saat ini setidaknya terdapat sekitar 4.500 pasukan militer AS di Afghanistan dan 3.000 pasukan di Irak.
Pemerintah Afghanistan dengan difasilitasi oleh AS telah membuat kesepakatan bersama Taliban dalam perundingan damai yang disebut sebagai Kesepakatan Damai sejak Februari 2020.
Dalam kesepakatan turut meliputi pertukaran 5.000 tahanan Taliban dan 1.000 personel keamanan Afghanistan yang ditawan.
Pasukan militer AS di Afghanistan sejak 2001 dalam operasi untuk mengusir Taliban setelah serangan mematikan 9/11 di New York.
The Deep State
Menurut Pakar Hubungan Internasional untuk Studi Amerika dari Universitas Indonesia, Suzie Sudarman, Trump melakukan disruption. Artinya apapun yang dilakukan sebelumnya dianggap sebagai pekerjaan The Deep State yang membuat AS miskin.
"Donald Trump memang tidak peduli dan mau melakukan konservasi kebijakan," tutur Suzie, dikutip Selasa 24 November 2020.
Kebijakan Trump menjelang berakhirnya masa kepemimpinannya itu, juga disebut sebagai upaya mewujudkan “Military Keynesianisim”.
“Trump ingin meninggalkan kesan dia merombak. Nggak ada logikanya. Pokoknya ingin berbeda. Malah mungkin menginginkan keluar sebagai hero kalau menimbulkan chaos. Ada upaya untuk mewujudkan “Military Keynesianism”. Artinya mengandalkan penjualan senjata artinya butuh memicu konflik. AS bisa jadi kaya karena itu,” kata Suzie, disiarkan RRI .
Sejumlah pihak menyebut penarikan ribuan pasukan militer AS dari Irak dan Afghanistan sebagai upaya Trump untuk meninggalkan “warisan”, namun Suzie Sudarman memiliki pendapat berbeda.
“Dia ingin mendisrupsi dunia karena menganggap tanggung jawab AS telah menimbulkan kemiskinan AS dan menyulitkan kehidupan,” jelasnya.
Menurut Suzie, meski terdapat kekhawatiran penarikan ribuan pasukan akan berpeluang membuat kelompok radikal seperti Taliban maupun ISIS kembali eksis, namun Trump dipastikan hanya ingin membuat gangguan dengan kebijakannya.
“Trump tidak peduli, hanya ingin AS kaya dan mendisrupsi segalanya. Artinya semakin dunia penuh konflik, senjata dijual,” imbuh Suzie Sudarman.