50 Tahun Berkuasa di Oman, Sultan Qaboos Meninggal Dunia
Orang nomor satu Oman, Sultan Qaboos bin Said al-Said, meninggal dunia pada Jumat 10 Januari 2020 malam waktu setempat.
Melansir Reuters, Sabtu 11 Januari 2020, kabar ini diberitakan Kantor Berita Pemerintah Oamn (ONA). Sultan Qaboos menghembuskan nafas terakhir pada usia 79 tahun.
Selama hampir lima dekade, Sultan Qaboos sepenuhnya mendominasi kehidupan politik Oman, yang merupakan rumah bagi 4,6 juta orang, di antaranya sekitar 43% adalah ekspatriat.
Sultan Qaboos naik tahta pada tahun 1970, setelah menggulingkan kekuasaan ayahnya dengan dukungan Inggris melalui kudeta tak berdarah.
Sultan Qaboos tidak memiliki anak dan belum secara terbuka menunjuk seorang penerus.
Menurut Statuta Dasar kesultanan, Dewan Keluarga Kerajaan yang terdiri dari sekitar 50 anggota laki-laki, harus memilih sultan baru dalam waktu tiga hari dari takhta yang kosong.
Jika keluarga tidak bisa setuju, anggota dewan pertahanan dan ketua Mahkamah Agung, Dewan Konsultasi dan Dewan Negara akan membuka amplop tertutup di mana Sultan Qaboos diam-diam mencatat pilihannya dan menobatkan orang itu.
Para pesaing terkemuka dilaporkan termasuk tiga saudara lelaki yang merupakan sepupu Qaboos yakni, Menteri Kebudayaan Haitham bin Tariq Al Said; Wakil Perdana Menteri Asaad bin Tariq Al Said; dan Shihab bin Tariq Al Said, mantan komandan Angkatan Laut Oman yang menasihati sultan.
Sultan adalah pengambil keputusan terpenting di Oman dan juga memegang posisi perdana menteri, komandan tertinggi angkatan bersenjata, menteri pertahanan, menteri keuangan dan menteri luar negeri.
Sultan Qaboos digambarkan sebagai sosok karismatik dan visioner. Ia secara luas dianggap populer, tetapi dia juga seorang raja absolut dan suara-suara yang berbeda pendapat dibungkam.
Tingkat ketidakpuasan muncul pada 2011 selama Arab Spring atau apa yang disebut Musim Semi Arab.
Tidak ada pergolakan besar di Oman. Sebab, menurut Human Rights Watch setempat, pihak berwenang terus memblokir koran dan majalah independen setempat yang mengkritik pemerintah, menyita buku, dan melecehkan aktivis.
Advertisement