50 Alumni SMA Nurul Jadid Kuliah di China, Sebagian Pulang
Puluhan mahasiswa yang kuliah di sejumlah perguruan tinggi di China, sekitar 50 orang merupakan alumni SMA Nurul Jadid, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo. Sebagian kecil mahasiswa sudah pulang kampung ke Probolinggo, sebagian lagi masih bertahan di Negeri Tirai Bambu.
"Anak saya juga lulusan SMA Nurul Jadid, Paiton, kuliah di South China Normal University, Guangzhou. Ia sudah pulang dua minggu lalu, sebelum virus Corona merebak di China,” ujar A Faruk Yunus Putera, warga Kelurahan Triwung Kidul, Kecamatan Kademangan, Kota Probolinggo, Rabu sore, 29 Januari 2020.
Rizqie Nabila Nurul Fajriyah, 19 tahun, puteri Faruk, sengaja pulang karena libur semester. "Informasi, sejumlah teman Rizqie juga pulang ke Probolinggo. Ada yang pulang tadi malam disusul hari ini," kata komisioner KPU Kota Probolinggo itu.
Sepengetahuan Faruk, kini sebanyak 53 alumni SMA di bawah Yayasan Pesantren Nurul Jadid sedang menyelesaikan kuliah di China. "Sejak 2010 lalu, SMA Nurul Jadid bekerja sama dengan sejumlah perguruan tinggi di China. Kalau dihitung sejak 2010 lalu, sudah 100 lebih yang pernah dan sedang kuliah di China," katanya.
Dikatakan Rizqie merupakan salah satu mahasiswa yang lolos seleksi untuk mendapatkan beasiswa dari perguruan tinggi di China. "Mereka tersebar di sejumlah perguruan tinggi, sesuai dengan pilihannya," kata Faruk yang juga alumnus Pesantren Nurul Jadid itu.
Sementara itu Kepala SMA Nurul Jadid, Paiton, Didik R. Windarto membenarkan, sekitar 50 alumni sekolahnya sedang kuliah di China. "Syukur, alhamdulillah, kondisi mereka sehat dan baik. Sebagian dari mereka sudah pulang kampung, sebagian lagi bertahan di sana," katanya kepada wartawan.
Didik mengaku, terus berkomunikasi dengan para alumninya yang kuliah di China. Termasuk menghubungi beberapa orangtua alumni SMA Nurul Jadid untuk memastikan kondisi anak-anaknya.
"Kami juga berkoordinasi dengan keluarga alumni jika ada mahasiswa yang hendak pulang," katanya. Diakui untuk bisa pulang kampung, memang tidak mudah. Soalnya moda transportasi di sejumlah kota di China lumpuh (berhenti total) selama virus Corona merebak.
Rahmad Hidayatullah, alumnus SMA Nurul Jadid yang menjadi mahasiswa Hubei Polytechnic University, Kota Huangshi, Tiongkok membenarkan hal itu. Ia mengatakan, sekitar 10 mahasiswa di kampusnya juga alumni SMA Nurul Jadid.
Namun, Rahmad dan teman-teman memilih bertahan di asrama. "Kami semua tidak bisa pulang karena semua transportasi sudah dinonaktifkan," katanya.
Memang ada juga mahasis asal Probolinggo yang nekat pulang kampung seperti, Lailatul Qomariyah Sa’adah, 20 tahun, mahasiswa asal Desa Sumberkedawung, Kecamatan Leces, Kabupaten Probolinggo.
Untuk bisa pulang ke Indonesia, Ela, panggilan akrabnya, harus merogoh kocek hingga Rp10 juta. “Kalau pulang ke Indonesia dengan dana pribadi ya lumayan mahal, Rp10 juta,” kata Mugiantono, 58, ayah Ela.
Ia mengaku, sempat panik saat melihat pemberitaan karena kondisi penyeberan virus korona. Akhirnya, ia meminta anaknya pulang kampung. "Alhamdulillah, anak saya, Selasa pagi sudah tiba di Jakarta. Tetapi saya dengar, nanti di Jakarta sekitar 4 sampai 5 hari lagi baru ke Probolinggo," katanya.