5 Tuntutan BEM Unair ke Rektor Usai Pecat Prof BUS sebagai Dekan FK
Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Airlangga (BEM Unair) ikut menyoroti keputusan Rektor Unair, Prof Mohammad Nasih, yang mencopot Prof Budi Santoso (Prof BUS) dari jabatannya sebagai Dekan Fakultas Kedokteran (FK), tanpa keterangan yang jelas.
Ketua BEM Unair, Aulia Thaariq Akbar mengatakan, keputusan yang dirasa tergesa-gesa dari pihak rektorat tentang pemecatan Dekan FK, menggambarkan kecacatan kewenangan dan tindakan yang sewenang-wenang.
"Tentu saja keputusan tersebut adalah ketidaksesuaian tindakan yang dilakukan oleh pihak rektorat, terkhusus rektor Universitas Airlangga Prof. Mohammad Nasih sungguh sangat tidak sesuai dengan apa yang tercantum dalam Pasal 35 Statuta Universitas Airlangga," tuturnya, Jumat 5 Juli 2024.
Akbar juga menyatakan, Prof Budi Santoso yang dalam pernyataan menolak kebijakan pemerintah pusat untuk mendatangkan dokter asing ke tanah air dilindungi oleh hukum dan konstitusi UUD 1945 Pasal 28F tentang Kebebasan Berpendapat.
"Pemikiran itu malah diberikan umpan balik pemecatan jabatan beliau sebagai Dekan FK karena lontaran pikiran yang menentang kebijakan pemerintah. Tentu, pemecatan Prof BUS dinilai sangat terburu-buru, tidak transparan, tidak cermat, dan tidak melalui musyawarah secara ideal serta melanggar asas pikiran itu kebebasan," ucapnya.
Oleh sebab itu, Akbar mewakili BEM Unair menyampaikan lima tuntutan kepada Rektorat Unair, terkhusus kepada Rektor Unair Prof Mohammad Nasih terkait pemberhentian secara mendadak Prof. Bus dari jabatannya sebagai Dekan FK Unair.
"Pertama adalah penghormatan terhadap Statuta Universitas dengan menolak pemberhentian Prof Bus dari jabatannya sebagai Dekan Fakultas Kedokteran secara mendadak tanpa suatu sebab, kedua jaminan kebebasan akademik di Universitas Airlangga bagi seluruh akademisi, termasuk hak untuk menyampaikan pendapat," tegasnya.
Akbar melanjutkan, tuntutan ketiga yang dilayangkan pihaknya adalah menuntut dengan tegas jaminan atas kebebasan berpendapat dan berekspresi sebagai hak fundamental yang harus dijaga dan dilindungi sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi dan Hak Asasi Manusia.
"Keempat, mengecam seluruh tindakan persekusi terhadap kebebasan akademik, berpendapat, dan berekspresi yang ditujukan terhadap para akademisi," lanjutnya.
Tuntutan terakhir adalah menuntut kebijakan transparan dan inklusif. Kebijakan yang berpotensi kontroversial harus dibahas secara transparan dan inklusif dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
"Aksi (aksi damai) kemarin menunjukkan bagaimana kebebasan akademik itu sangat penting, sebab kampus harus menjadi tempat yang bebas untuk berbicara gagasan masa depan bangsa, sekalipun itu menolak kebijakan pemerintah," pungkasnya.