5 Tahun Cabuli Santriwati, 9 Bayi Lahir Dua masih di Kandungan
Pengurus pondok pesantren (Ponpes) Tahfiz Al Ikhlas, berinsial HW telah melakukan pemerkosaan terhadap 12 santriwati di tempatnya. Tindakan cabul ini dilakukan selama lima tahun, sejak 2016 sampai 2021 ini di Kota Bandung, Jawa Barat. Akibat tindakan pencabulan itu, total ada sembilan bayi yang dilahirkan para korban, dan dua calon bayi lainnya saat ini masih berada di dalam kandungan.
Peristiwa keji oleh HW yang juga guru ngaji itu saat ini telah masuk proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Khusus Bandung. HW didakwa telah melakukan perbuatan cabul tersebut terhadap 12 orang santriwati dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar Agus Murjoko mengatakan, seluruh saksi korban telah dihadirkan dalam persidangan untuk diklarifikasi keterangannya pada Selasa, 7 Desember kemarin. Sidang berlangsung secara tertutup di ruang sidang anak dan dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Yohanes Purnomo Suryo Adi.
Sidang kasus dakwaan pencabulan oleh HW akan kembali digelar oleh PN Kelas IA Khusus Bandung pada Selasa, 21 Desember mendatang. Pada persidangan kedelapan atas kasus bernomor perkara 989/Pid.Sus/2021/PN Bdg tersebut, masih mengagendakan pemeriksaan saksi yang diajukan oleh JPU.
9 Fakta perbuatan cabul pimpinan Ponpes HW selama 5 tahun, 9 bayi lahir dan dua dalam kandungan:
1. Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Jabar Dodi Gozali Emil mengatakan, lima korban sudah melahirkan dengan total mencapai 8 bayi. Akibatnya, pihak Kejati Jabar menduga ada sejumlah korban yang sudah melahirkan dua kali selama peristiwa pencabulan dilakukan oleh HW.
"Kalau dari data yang saya dapat ada 12 anak korban. Rata-rata usia 16-17 tahun. Yang sudah lahir itu ada delapan bayi, Kayaknya ada yang hamil berulang. Tapi saya belum bisa memastikan," ujarnya.
2. Pelaksana Tugas (Plt) Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Jabar Riyono mengatakan ada penambahan satu bayi yang baru lahir dari korban selama proses persidangan. Selain itu, dua orang korban lainnya dikabarkan masih dalam proses kehamilan.
3. Terdapat beberapa lokasi yang kerap dipilih oleh HW untuk menjalankan aksinya tersebut, seperti Yayasan KS, Yayasan pesantren TM, Pesantren MH, base camp, Apartemen TS Bandung, Hotel A, Hotel PP, Hotel BB, Hotel N, dan Hotel R.
4. Para korban mengalami trauma berat atas pemerkosaan yang dilakukan HW tersebut. Ada empat korban telah dihadirkan ke persidangan untuk menjalani pemeriksaan saksi secara langsung di PN Kelas 1A Khusus Bandung. Sementara terdakwa HW menjalani sidang secara daring dari Rutan Kebonwaru Bandung.
5. Selama dihadirkan di persidangan, saksi korban turut didampingi Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Bandung. Sidang berlangsung tertutup.
6. Atas perbuatannya, HW didakwa dengan pasal berlapis, yakni Pasal 81 ayat (1) dan (3) Pasal 76 D UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak Jo pasal 65 ayat (1) KUHP maksimal 15 tahun penjara.
Selain itu, HW juga didakwa melanggar Pasal 81 ayat (2), ayat (3) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
7. Plt Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama, Thobib Al-Asyhar memastikan, Ponpes Tahfiz Al Ikhlas telah ditutup oleh pihak kepolisian sejak 6 bulan lalu.
"Lembaga pendidikan tersebut ditutup. Oknum pimpinan yang diduga pelaku tindak pemerkosaan juga telah ditahan di Polda Jabar untuk menjalani proses hukum," kata Thobib dalam keterangan resmi, Kamis 9 Desember 2021.
8. Kemenag telah mengembalikan seluruh siswa ke daerah asal mereka. Pendidikan para santri itu dilanjutkan ke madrasah atau sekolah sesuai jenjangnya yang ada di daerah masing-masing.
"Mereka difasilitasi Kasi Pontren dan Forum Komunikasi Pendidikan Kesetaraan (FKPPS) Kabupaten/Kota setempat," ucap Thobib.
9. Kemenag terus berkoordinasi dengan Polda dan Dinas Perlindungan Ibu dan Anak. Khususnya terkait penyelesaian perpindahan dan ijazah para peserta didik di lembaga tersebut.
"Sebagai catatan tambahan, Kementerian Agama telah menjalin kerjasama dengan Kementerian PPPA dan UNICEF terkait dengan pesantren ramah anak, di mana pesantren menjadi tempat yang nyaman bagi santri-santrinya," kata Thobib.
Advertisement