5 Sisi Gelap Putra Mahkota Mohammed bin Salman
Mohammed bin Salman atau dikenal dengan sebutan MBS menjabat sebagai Putra Mahkota. Reformasi ekonomi dan sosial yang diterapkan di dalam kerajaan konservatif Saudi oleh Mohammed bin Salman, telah membuatnya panen pujian.
Akan tetapi, kasus pembunuhan terhadap wartawan senior, Jamal Khashoggi, 59 tahun, nyatanya telah mengalihkan fokus masyarakat kepada sisi gelap dari Putra Mahkota Mohammed bin Salman.
Selain itu, keputusan Putra Mahkota MBS memenjarakan sejumlah kritikus dan aktivis HAM serta kematian ribuan warga sipil dalam perang Yaman, telah membuat Mohammed bin Salman menuai kecaman.
Berikut adalah lima sisi gelap dari MBS seperti dikutip dari Al-jazeera:
1. Gaya Hidup Mewah
Pangeran Arab ini kerap berpesta dengan dana yang jumlahnya sangat fantastis. Pesta tersebut di helat di sebuah pulau pribadi di Maladewa. Acara tersebut menghadirkan sekitar 150 wanita cantik dari Brazil, Rusia, dan wilayah lain.
Dalam buku Blood and Oil yang ditulis oleh Bradley Hope dan Justin Scheck menyebutkan jika biaya yang dikeluarkan setara dengan Rp732 miliar. Masing-masing staf, yang terdiri dari lebih 300 staf resor akan mendapatkan bonus Rp 73 juta sebagai tip uang tunai yang murah hati.
Biasanya, para pekerja di sana berpenghasilan Rp 14 juta sampai Rp 17 juta sebulan. Tak tanggung-tanggung, acara tersebut juga menghadirkan bintang tamu ternama. MBS mendatangkan Pitbull, rapper Korea Gangnam Style Psy, dan DJ Afrojack. Jennifer Lopez dan Shakira juga disebut tampil, menurut Private Island News.
2. Perang sipil di Yaman
Pada 2015, Arab Saudi mengintervensi perang saudara di Yaman dengan meluncurkan lebih dari 1.600 serangan lewat udara yang menargetkan pemberontak Houthi. Aktivis HAM telah menuduh pasukan koalisi yang dipimpin Arab Saudi membom warga sipil, rumah sakit, sekolah dan infrastruktur lainnya tanpa pandang bulu.
Sejak 2015, setidaknya 10.000 orang tewas dalam perang sipil Yaman. Ribuan orang lainnya dilaporkan meninggal akibat kelaparan dan jutaan orang hilang.
"Dalam setiap operasi militer, kesalahan dapat terjadi ... Tentu saja, kesalahan yang dibuat oleh Arab Saudi dan koalisinya adalah kesalahan yang tidak disengaja,” kata Mohammed bin Salman, dalam wawancara dengan Time, pada April 2018.
3. Kematian Jurnalis Senior Jamal Khashoggi
Kasus pembunuhan terhadap wartawan senior, Jamal Khashoggi, pada 2 Oktober 2018, nyatanya telah mengalihkan fokus masyarakat kepada sisi gelap dari Putra Mahkota Mohammed bin Salman. Setelah 18 hari menyangkal, pemerintah Saudi mengakui jurnalis itu terbunuh, yang diduga terlibat perkelahian dengan para pejabat Saudi di dalam konsulat.
Jamal Khashoggi, yang pernah menjadi penasihat anggota keluarga kerajaan, tidak disukai karena kritiknya terhadap program reformasi MbS. Hal itu diungkap Agnes Callamard dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada Juni 2019.
4. Penahanan Politisi dan Pengusaha Arab Saudi
Pasukan keamanan Arab Saudi menangkap puluhan orang-orang kaya di Arab Saudi dan para pesaing politiknya, pada 2017 silam. Langkah ini dikatakan sebagai upaya untuk memerangi korupsi di kalangan pejabat eselon Kerajaan Arab Saudi.
Para pengusaha tersebut ditahan selama berminggu-minggu di hotel mewah Ritz-Carlton, Riyadh, Arab Saudi. Beberapa orang dilaporkan dianiaya secara fisik. Laporan New York Times mengatakan 17 tahanan bahkan membutuhkan perawatan di rumah sakit setelah kekerasan fisik yang dialami.
5. Krisis Dewan Kerja Sama Teluk (GCC)
Empat negara memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar dan memblokade perdagangan dengan Qatar, pada 5 Juni 2017. Langkah untuk memutuskan hubungan dan memblokade Qatar nampaknya didorong oleh Mohammed bin Salman dan Putra Mahkota Uni Emirat Arab, Mohammed bin Zayed Al Nahyan, yang tidak mencapai kata sepakat dengan Qatar terhadap pembagian kursi di Dewan Kerjasama negara-negara Teluk atau GCC.
Tekanan dari mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Rex Tillerson, disebut telah menyebabkan Putra Mahkota Mohammad bin Salman, mundur dari blokade ini. Terlebih lantaran Putra Mahkota khawatir bahwa invasi ini akan merusak hubungan jangka panjang Arab Saudi dengan Amerika Serikat.