5 Kebijakan Hilirisasi Industri Nikel yang Digugat Uni Eropa
Indonesia digugat oleh negara-negara di Eropa yang tergabung dalam Uni Eropa karena kebijakan terkait hilirisasi. Salah kebijakan tersebut adalah pemerintah melarang ekspor bahan baku nikel.
Menurut Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, hilirisasi merupakan kunci untuk memberikan nilai tambah dari pemanfaatan sumber daya alam Indonesia.
Seperti diketahui, kebijakan hilirisasi mendapat kecaman dari beberapa negara karena ekspor bahan mentah dilarang oleh pemerintah. Salah satunya adalah hilirisasi nikel yang saat ini tengah digugat oleh Uni Eropa ke World Trade Organization (WTO).
"Konsep negara ke depan kita membangun hilirisasi, Indonesia sejak dijajah oleh Belanda sampai dengan 2016, kita ekspor bahan baku semua keluar negeri, ekspor kita barang barang mentah. Maka sejak tahun 2019-2020, kita mulai melarang bahan baku mentah keluar negeri khususnya komoditas nikel," kata Bahlil, dalam pidatonya pada acara Diskusi Bersama di Universitas Diponegoro, melalui Kanal YouTube BKPM, Minggu, 20 Agustus 2023.
Bahlil menjelaskan, ada 5 kebijakan pemerintah terkait hilirisasi nikel yang digugat oleh Uni Eropa ke WTO. Pertama, larangan ekspor nikel karena pemerintah telah resmi melarang penjualan bijih nikel mentah keluar negeri.
"Ekspor nikel kita pada tahun 2018 ekspor kita hanya 3,3 miliar dolar AS, begitu kita menyetop bahan baku mentah, nilai ekspor di 2020 mencapai 33 miliar dolar AS, naiknya 10 kali lipat, bahkan 11 kali lipat," ucap dia.
Kedua, pemerintah mewajibkan negara-negara yang membutuhkan nikel Indonesia untuk mengolahnya di dalam negeri. Harapannya lewat kewajiban tersebut akan tercipta lapangan pekerjaan di daerah-daerah penghasil nikel.
Ketiga, kewajiban pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Sehingga ketika perusahaan penambang nikel ini telah berhasil menciptakan industri hilir nikel, maka wajib untuk memenuhi kebutuhan Indonesia terlebih dahulu sebelum diekspor.
Keempat, izin ekspor bahan baku, Uni Eropa menilai bahwa kebijakan ini tidak sesuai dengan Pasal XI:1 General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1994.
Terakhir, skema subsidi, Uni Eropa mengklaim pembebasan bea masuk merupakan subsidi yang bergantung pada penggunaan barang-barang domestik atas impor yang dilarang berdasarkan Pasal 3.1 (b) Perjanjian tentang Subsidi dan Tindakan Penyeimbang/Agreement on Subsidies and Countervailing Measures (ASCM).
Bahlil mengatakan pemerintah akan terus memperjuangan kebijakan hilirisasi demi Indonesia. Sebab, hal itu merupakan hak yang harus diperjuangkan.
"Tetapi apa yang terjadi, Uni Eropa membawa kita ke WTO, mereka memprotes kita agar tetap mengirim bahan baku mentah, kita dibawa ke WTO dan kita kalah di pengadilan. Saya lapor ke presiden, mohon arahan, bapak presiden memerintahkan, lawan Uni Eropa, Indonesia sudah merdeka, tidak boleh satu negara yang bisa mengatur kita," ucap dia.
"Kalau bapak Presiden orang Jawa saja bisa melawan, apalagi menterinya yang orang Papua, kita lawan, makanya kita naik banding ke WTO, ini adalah bentuk kedaulatan kita sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia," ujar Bahlil.
Advertisement