5 Hal Gagasan Menkeu Sri Mulyani di Forum G20 - Fukuoka
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati, menghadiri forum G20 Meeting at Fukuoka, Jepang, 8-9 Juni 2019. Ada catatan menarik yang memberikan momentum penting bagi Indonesia untuk menyampaikan solusi penyelesaikan problem ekonomi global.
Hari kedua pertemuan Menkeu dan Gubernur Bank Sentral G20, Menkeu RI fokus membahas mengenai:
1 International Taxation : membahas kemajuan kerjasama internasional untuk mencegah penghindaran pajak melalui “Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) yang dimulai sehak 2012, termasuk penanganan perlakukan perpajakan untuk kegiatan ekonomi digital.
Digital ekonomi mengubah model bisnis yang menghilangkan kehadiran fisik suatu perusahaan. Ini menyulitkan perhitungan kewajiban pajak. Diperlukan sistem perpajakan baru yang inklusif dan adil. Disepakati dua pilar pendekatan. Pilar Pertama, menyangkut penetapan “New profit allocation right” dimana hak memajak tidak ditentukan kehadiran fisik, namun berdasar economic relevance/ Economic presence. Ini dikenal sebagai New nexus.
Pilar kedua, penerapan untuk menjamin minimum effective taxation. Ini untuk menghadapi kecenderungan perusahaan menghindari pajak dengan menggunakan negara/jurisdiksi yang memiliki tingkat pajak sangat rendah atau bahkan tidak ada pajak sama sekali.
Kedua pilar ini dapat melindungi kepentingan pajak Indonesia - dari potensi kehilangan pajak. Kita perlu makin meningkatkan kemampuan Direktorat Jendral pajak untuk menggunakan kerjasama global dalam mengumpulkan penerimaan pajak yang optimal untuk kepentingan pembangunan Indonesia.
"Topik kedua Global imbalances: membahas negara yang memiliki current account surplus - seperti RRT, Jerman dll versus mereka yang defisit (USA). Global imbalances memicu sentimen anti perdagangan internasional dan munculnya proteksionisme baik dari sisi perdagangan maupun arus modal," kata Sri Mulyani Indrawati.
2 Topik kedua Global imbalances: membahas negara yang memiliki current account surplus - seperti RRT, Jerman dll versus mereka yang defisit (USA). Global imbalances memicu sentimen anti perdagangan internasional dan munculnya proteksionisme baik dari sisi perdagangan maupun arus modal.
Meski global imbalances sudah berkurang 40% sejak global krisis 2008, namun masih tetap tinggi. Pengawasan komponen imbalances seperti ekspor dan impor barang dan jasa, serta keseimbangan arus modal dan income serta komposisi Invetasi global, juga memahami sumber imbalances seperti kebijakan fiskal dan gejolak harga komoditas - sangat penting untuk mencegah shock (sudden reversal) dan volatilitas.
3 Topik ketiga Aging Demografi and Policy implications: membahas perubahan demografi di negara yang sudah semakin menua - dihadapkan beban fiskal, kemampuan dana pensiun, kebutuhan kesehatan dan penurunan pertumbuhan ekonomi.
Negara dengan demografi muda, perlu menciptakan kesempatan kerja dan Investasi sumber daya manusia (pendidikan, pelatihan, kesehatan). Kita dapat belajar dari situasi Brazil. Argentina dan Meksiko yang menghadapi beban fiskal pensiun yang sangat berat dan tidak sustainable, juga belajar dari negara maju yang mengalami aging dengan kondisi fiskal dan ekonomi yang menantang. Reformasi pensiun dan pasar tenaga kerja perlu dilakukan secara komprehensif dan hati-hati, untuk memecahkan masalah demografi.
4 Infrastruktur Investment : dibahas mengenai prinsip Investasi di bidang Infrastructure yang berkualitas. Bagaimana negara G20 dapat saling belajar untuk membantu infrastruktur secara baik dan berkualitas dan sustainable dan mampu membangun asset class untuk pembiayaan yang makin beragam dan efisien.
5 Dalam pertemuan G20 juga dibahas fragmentasi pasar keuangan, financial innovation, dan fintech, dan kerja sama anti money laundering dan financing terorism. Kemajuan teknologi dan munculnya inovasi produk, instrumen dan infrastruktur keuangan menyebabkan tantangan terhadap regulasi, pengawasan dan keamanan bagi masyarakat. Masalah ini memerlukan kerjasama global, karena situasi tantangan yang tidak mengenal batas negara.
Pertemuan G20 ditutup dengan komunike berisi komitmen saling bekerjasama menjaga ekonomi global, meskipun dibayangi suasana persaingan antar negara besar.
"Sebelum kembali ke Indonesia, saya menyempatkan bertemu dengan masyarakat Indonesia yang sedang tugas belajar atau bekerja di Fukuoka," kata Sri Mulyani. (adi)