5 Fakta Terapi Plasma Darah untuk Obati Virus Corona
Jaga jarak dan menggunakan masker sudah menjadi pedoman umum yang diperintahkan Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization atau WHO). Itu pun dilakukan Iran, tapi penurunan drastis tak menjadi hasil yang dirasakan beberapa negara lainnya.
Pakar Industri Anadolu Agency mengatakan, terapi plasma bisa menyelamatkan hidup banyak pasien Covid-19 yang kritis. Terapi plasma yang dilakukan di Iran tergolong konvensional yaitu imunoterapi adaptif klasik.
"Apa yang terjadi adalah orang yang sembuh dari penyakit memiliki antibodi terhadap penyakit dalam darah mereka. Jadi, darah mereka dikumpulkan dan diberikan kepada mereka yang terinfeksi parah," ungkap Praktisi Medis dr. Hassan Jalili.
Angka kematian akibat Covid-19 di Iran terpantau menurun terus setiap harinya. Menurut data Anadolu Agency, pada Sabtu 11 April 2020, angka kematian yang rata-rata di angka 151, tiba-tiba menurun dua kali lipatnya menjadi 73 kasus per hari.
Kasus positif Covid-19 per hari pun turun. Jika mengacu pada kasus 30 Maret, Iran punya pasie positif per harinya mencapai 3.186 orang, sementara itu di 19 April angkanya merosot tajam menjadi 1.343.
Berikut ini 5 fakta terapi plasma darah bagi pasien corona:
1. Pengobatan dengan terapi plasma darah dilakukan dengan menyuntikkan plasma darah yang mengandung antibodi penangkal corona pada pasien terinfeksi.
2. Seseorang yang sudah dinyatakan sembuh dari virus corona harus memiliki golongan darah yang sama dengan pasien yang akan menerima donor plasma darahnya.
3. Francisco Lopez, ahli hematologi di Pusat Medis St Luke, mengatakan prosedur terapi transfusi plasma darah seseorang tidak sakit dan berlangsung selama sekitar satu jam. Sementara mentransfer plasma darah ke pengidap Corona memakan waktu sekitar dua jam.
4. Seseorang dapat melakukan transfusi plasma darah kembali setelah 14 hari. Francisco Lopez mengatakan, efek sampingnya dua pendonor merasa pusing saat melakukan terapi plasma darah.
5. Dokter di China melakukan terapi plasma darah pada lima pasien corona dengan rentang usia 36 sampai 73 tahun dan dilaporkan sembuh. Studi ini terbit di Journal of American Medical Association (JAMA).
Meski begitu satu dokter di California, Amerika Serikat, melakukan terapi serupa pada pasien dengan kondisi kritis namun sayangnya tak bisa terselamatkan karena virus corona sudah merusak banyak organ tubuhnya.