5 Fakta Kasus Dugaan Korupsi Bupati Kapuas dan Istrinya
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kapuas, Ben Brahim S Bahat (BBSB) dan istrinya, Ary Egahni, Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi NasDem sebagai tersangka kasus dugaan korupsi.
Modus dugaan korupsi Ben Brahim dan Ary Egahni menerima suap dari sejumlah pihak terkait kedudukan mereka sebagai penyelenggara negara. Ben Brahim diduga memotong pembayaran sejumlah pegawai aparatur sipil negara (ASN) dan kas umum di lingkungan kerjanya. Modusnya, seakan-akan ASN dan kas berutang ke sang bupati.
“Melakukan perbuatan di antaranya meminta, menerima atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau kepada kas umum. Seolah-olah memiliki utang pada penyelenggara negara tersebut, padahal diketahui hal tersebut bukanlah utang,” ungkap Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK, Ali Fikri.
Untuk diketahui, Ben Brahim merupakan Bupati Kapuas periode 2013-2018 dan 2018-2023. KPK resmi menahan Ben Brahim dan Ary Egahni di Rutan Gedung Merah Putih, selama 20 hari ke depan, hingga 16 April 2023.
Berikut ini lima fakta kasus dugaan korupsi Bupati Kapuas dan istrinya, Ary Egahni:
Ben Brahim dan istrinya diduga bekerja sama untuk memperkaya diri dengan meminta para Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten Kapuas memenuhi fasilitas serta kebutuhan pribadi.
Ben Brahim juga diduga menerima suap dari pihak swasta di Kabupaten Kapuas. Ini berkaitan dengan pemberian izin lokasi perkebunan di Kabupaten Kapuas.
KPK menyebut uang korupsi Ben Brahim untuk membayar dua lembaga survei nasional. Tapi KPK tidak merinci nama lembaga survei tersebut.
KPK juga menemukan bukti bahwa uang haram Ben Brahim dan Ary Egahni diduga digunakan untuk ongkos politik. Ben Brahim menggunakan uang haram tersebut untuk maju di Pemilihan Bupati (Pilbup) Kapuas dan Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kalimantan Tengah.
Sementara Ary Egahni menggunakan uang haram tersebut untuk kepentingan maju di Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019.
Atas perbuatannya, pasutri tersebut disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Advertisement