5 Fakta Karmin, Pewarna Makanan dari Kutu Kaktus Haram dan Najis
Kalangan pelaku industri makanan dan minuman mengenal pewarna alami yang disebut carmyne atau karmin. Pewarna alami tersebut terbuat dari serangga atau sejenis kutu daun disebut cochineal yang dihancurkan.
Sebagai bahan pewarna makanan, karmin sering digunakan untuk mempercantik tampilan makanan kemasan dan olahan sehingga tampak lebih menarik.
Berbagai jenis makanan yang beredar di pasaran menggunakan bahan campuran karmin antara lain es krim, susu, yoghurt, snack (makanan ringan anak-anak), juga produk perawatan tubuh seperti shampo dan lotion, serta makeup seperti lipstik dan eyeshadow.
Dikutip dari video unggahan media sosial KH Marzuqi Mustamar Channel, Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, Dr KH Marzuqi Mustamar, Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Jatim telah memutuskan tentang hukum penggunaan karmin.
Hal itu disampaikan Kiai Marzuqi saat mengisi ceramah di Haul ke-47 KH Atqon Pondok Pesantren Mambaul Ulumayong, Minggu 24 September 2023. Ia juga merupakan pimpinan Pondok Pesantren Sabilirrosyad, Gasek, Malang, Jawa Timur.
Kiai Marzuki menjelaskan, setelah melalui kajian yang mendalam dalam Bahstul Masa’il dengan mendatangkan ahli, karmin adalah kutu kecil yang biasanya menempel di tanaman kaktus.
“Di negara Eropa, karmin ini dibudidayakan dengan jumlah besar hingga berton-ton. Lalu diambil dan dijemur sampai kering, kemudian digiling dan dijadikan serbuk. Setelah itu dicampurkan menjadikannya warna merah,” ujarnya.
Berikut ini lima fakta tentang karmin:
Biasanya produk yang mengandung karmin menyertakan keterangan kode E120.
"Mau beli es krim merah, beli yogurt (susu) merah, lipstik mohon diteliti. (Warna) Merah menggunakan karmin atau bukan. Karmin langsung ditulis karmin atau kode E120. Kalau ada (tulisan karmin atau kode E120) jangan dibeli," pesan Kiai Marzuqi.
PWNU Jawa Timur menyatakan penggunaan karmin dalam industri makanan dan minuman olahan serta produk kosmetik hukumnya haram dan najis.
"Mohon dicek. Jika ada nama karmin (komposisi produk), mohon jangan dibeli," ujar Kiai Marzuqi.
Dikutip dari laman halalmui.org, karmin banyak ditemukan di Amerika Tengah dan Selatan. Saat ini, Peru dikenal sebagai penghasil karmin terbesar di dunia, mencapai 70 ton per tahun. Kaktus digunakan sebagai sumber makan cochineal pada kelembaban dan nutrisi tanaman.
Cara produksi cochineal kering dapat dijelaskan sebagai berikut: pasangan cochineal diinduksikan pada kaktus, kemudian Cochineal betina berkembang biak, dan menjadi dewasa, ditandai dengan bentuk tubuh membesar dan berisi.
Setelah serangga menjadi besar dan berisi, kemudian dipanen dengan cara disikat, dikeringkan dengan sinar matahari, diayak untuk menghilangkan bulu.
"Jadilah serbuk berwarna merah tua cerah. Untuk menonjolkan aspek warna yang diinginkan, biasanya ekstrak cochineal ini dicampur dengan larutan alkohol asam untuk lebih memunculkan warna," demikian penjelasan Prof. Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M.Agr, dosen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB University sekaligus auditor halal Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), dikutip dari laman halalmui.org.
IAWP Wellness Coach menjelaskan bahwa karmin diketahui tidak memiliki risiko kesehatan tertentu. Ini juga dianggap sebagai sumber daya yang umumnya dapat diperbarui, yang menjadikannya pilihan yang lebih baik daripada banyak pewarna beracun yang digunakan di pasaran saat ini.
Serangga memang dapat menjijikkan bagi banyak orang, itulah sebabnya ada kehebohan ketika publik mengetahui dari mana pewarna itu dibuat. Tetapi, karmin aman dibandingkan pewarna sintetis yang menyebabkan beberapa kondisi kesehatan, termasuk kanker, attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD), masalah reproduksi, dan alergi.