5 Fakta Boris Johnson, Perdana Menteri Baru Inggris
Boris Johnson terpilih menjadi Perdana Menteri (PM) Inggris baru usai bertemu dengan Ratu Elizabeth, pada Rabu 24 Juli 2019. Boris Johnson menggantikan Theresa May yang mengundurkan diri di tengah kebuntuan akibat Brexit pada 7 Juni lalu.
Dikutip dari BBC News, hari ini, Boris Johnson memenangi kepemimpinan partai berkuasa, Partai Konservatif pada Selasa, 23 Juli. Dia mengalahkan Menteri Luar Negeri Jeremy Hunt dalam pemungutan suara di kalangan anggota Partai Konservatif dengan meraih 92.153 suara sementara Hunt mencapai 46.656.
Dalam sistem pemerintahan di Inggris, Ketua partai yang berkuasa secara otomatis akan menjadi perdana menteri negara itu.
Boris Johnson langsung membentuk kabinet. Dua politisi berdarah Asia, Sajid Javid dan Priti Patel masing-masing diangkat menjadi Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri.
Bagaimana sepak terjang Boris Johnson sebelum menjabat posisi tertinggi di pemerintahan Inggris Raya? Berikut 5fakta tentang Boris Johnson yang dirangkum dari berbagai sumber.
1. Memiliki Dua Kewarganegaraan
Boris Johnson merupakan anak dari pasangan Stanley Johnson, seorang mantan politisi, dan Charlotte Johnson Wahl, seorang seniman. Pria bernama lengkap Alexander Boris de Pfeffel Johnson ini lahir pada tanggal 19 Juni 1964 di New York, AS. Kelahirannya didaftarkan di otoritas Amerika Serikat dan juga Konsulat Inggris di New York, sehingga ia mendapatkan kewarganegaraan AS dan Inggris.
2. Lulusan Sekolah Elit
Lahir di keluarga berada memberikan Johnson kesempatan untuk menempuh pendidikan di sekolah elit. Ia berhasil masuk ke sekolah asrama elit Eton College berkat beasiswa King's Scholarship. Walau ia sering dilaporkan karena malas dan sering terlambat, Johnson merupakan murid yang populer di Eton.
Boris Johnson kemudian melanjutkan pendidikan di Universitas Oxford, tepatnya Balliol College. Selama di Oxford ia mempelajari Latin dan Yunani Kuno. Johnson hanya satu dari sekian banyak lulusan Oxford yang kemudian menguasai politik Inggris, sebut saja David Cameron, Theresa May, Michael Gove, William Hague, Jeremy Hunt dan masih banyak lagi.
3. Memulai Karir Sebagai Jurnalis
Setelah pendidikannya selesai, Boris Johnson memulai karirnya sebagai jurnalis untuk harian The Times berkat koneksi keluarga. Tapi, karirnya tidak bertahan lama karena Boris Johnson ketahuan merekayasa kutipan narasumber dan kemudian dipecat.
Tapi, dia melanjutkan karirnya sebagai jurnalis di harian The Daily Telegraph dan berhasil menjadi koresponden di Brussels, Belgia. Lagi-lagi Boris Johnson membuat kontroversi karena artikelnya sering memuat informasi palsu yang dibuat untuk mendiskreditkan Komisi Eropa.
Setelah itu, pada tahun 1999, Boris Johnson didapuk sebagai editor harian sayap kanan The Spectator yang masih merupakan publikasi saudara dari The Daily Telegraph.
4. Karir Politik
Karir politik Johnson dimulai pada tahun 2001 ketika dia terpilih sebagai anggota parlemen untuk Partai Konservatif mewakili Henley. Dia kemudian terpilih lagi pada tahun 2005 dan menjabat sebagai anggota parlemen hingga tahun 2008.
Pada tahun 2008 ia terpilih menjadi Walikota London menggantikan Ken Livingstone dari Partai Buruh. Johson kemudian terpilih lagi untuk periode kedua pada tahun 2012 dan menjabat hingga tahun 2016. Selama masa kepemimpinannya, ia membanggakan pencapaiannya yang berhasil mengurangi angka kejahatan.
Tapi, dia tetap tidak lepas dari beberapa kebijakan yang kontroversial. Sebut saja proyek water cannon dan garden bridge yang berbiaya mahal dan dibiayai menggunakan uang publik.
5. Kembali ke Parlemen dan Pendukung Brexit
Setelah jabatannya sebagai Walikota London berakhir, Boris Johnson memutuskan kembali ke Parlemen dan terpilih sebagai perwakilan dari Uxbridge dan South Ruislip pada tahun 2015. Setahun kemudian dia ditunjuk sebagai Menteri Luar Negeri oleh Perdana Menteri Theresa May.
Boris Johnson mendukung keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau yang biasa disebut Brexit. Bersama Michael Gove, ia merupakan pemimpin dari kampanye Vote Leave saat referendum tahun 2016.
Untuk mengampanyekan gerakan pro-Brexit di seluruh Inggris, ia bahkan mengelilingi negara tersebut menggunakan bus merah yang ditempeli klaim kontroversial. Sisi bus tersebut memuat tulisan yang mengklaim bahwa Inggris mengirimkan uang sebesar 350 juta Euro per minggu kepada Uni Eropa. Padahal figur tersebut telah dibuktikan tidak benar oleh beberapa kritik.
Hingga saat ini pun, Johnson termasuk salah satu pendukung Brexit garis keras. Dia menekankan bahwa Inggris harus keluar dari Uni Eropa pada batas waktu yang ditentukan yaitu tanggal 31 Oktober 2019, dengan atau tanpa kesepakatan.