5 Aplikasi Android Berhasil Dicipta, Mahasiswa UB Diundang ke AS
Anjas Pranomo, mahasiswa berprestasi penemu 5 aplikasi berbasis android. Mahasiswa semester 7 Jurusan Teknologi Informasi Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya (UB) Malang ini berhasil memenangi berbagai lomba melalui 5 aplikasi berbasis android yang dibuatnya itu.
Salah satu aplikasi hasil rancangannya, Difodeaf, mendapatkan penghargaan berupa medali emas dari University of Malaysia tahun 2018.
Selain kamus bahasa isyarat Difodeaf, ia membuat aplikasi Locable (Location for Difabel) yang diperuntukkan bagi para penyandang disabilitas untuk mengakses tempat-tempat yang ramah difabel. Aplikasi ketiga karya mahasiswa asal Kudus ini yaitu aplikasi jual beli disabilitas (jubilitas).
Kemudian, Anjas juga membuat aplikasi yang berkaitan dengan transportasi dan pencarian guru ngaji. Semua aplikasi itu sangat bermanfaat bagi orang banyak.
Atas berbagai prestasi yang diraihnya, Anjas mendapatkan penghargaan sebagai YSEALI (Youth Southeast Asia Leadership Initiative). Bahkan, ia akan menginjakkan kaki di Gedung Putih Amerika pada 21 September 2019 untuk menerima undangan dari Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat.
"Alhamdulillah, saya berhasil membuat aplikasi ini lantaran upayanya memerangi diskriminasi terhadap kaum difabel. Saya melihat banyak sekali perlakuan diskriminatif terhadap penyandang disabilitas seperti yang saya alami sendiri. Saya bahkan pernah ditolak masuk sekolah menengah karena dianggap tidak mampu," tutur Anjas, dalam keterangan diterima ngopibareng.id, Selasa 30 Juli 2019.
Ia berkeyakinan, diskriminasi itu terjadi lantaran masyarakat tidak terbiasa menerima orang-orang yang memiliki keterbatasan sejak usia dini.
"Oleh karena itu, aplikasi ini dirancangnya seperti game di android yang bisa dimainkan oleh anak-anak sambil memahami bahasa isyarat dengan harapan mereka familiar dengan keberadaan orang-orang difabel sejak kecil," tutur Anjas.
Sebuah upaya mulia yang berbuah hasil yang sangat bermanfaat bagi masyarakat luas, khususnya mereka yang menyandang disabilitas sehingga menjadi setara, mendapatkan perlakuan sama, dan diakui memiliki prestasi hebat.
Menanggapi perjuangan dan prestasi yang diraih oleh Anjas, Kemenpora melalui Deputi Bidang Pengembangan Pemuda akan memberikan penghargaan kepada Anjas sebagai Pemuda Hebat 2019.
Deputi Bidang Pengembangan Pemuda Kemenpora RI, Dr. Asrorun Niam Sholeh, MA menerima Anjas di kantornya. Deputi yang juga seorang dosen di UIN Syarif Hidayatullah ini menyampaikan rasa bangga dan apresiasinya atas kecerdasan dan kesungguhan Anjas mengembangkan ilmu yg diperoleh di bangku kuliah untuk kemaslahatan masyarakat.
"Apa yang dilakukan oleh Anjas, adalah wujud nyata dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yang harus kita support terus," kata menurut mantan ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) ini.
Baginya, pemuda berprestasi harus didukung oleh semua pihak, khususnya pemerintah untuk menjadi contoh bagi anak muda lainnya.
“Pemerintah, khususnya Kemenpora, harus mendorong pemuda-pemuda berbakat untuk memaksimalkan keilmuanya bagi kemaslahatan masyarakat. Ini adalah wujud dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yang harus kita dukung bersama-sama supaya anak-anak muda ke depan terus berkarya bagi kemajuan bangsanya,” tutur Niam.
Apalagi, Anjas tidak hanya cerdas dalam dunia akademik, ia juga aktif di dunia organisasi. Anjas merupakan Ketua Komisariat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Universitas Brawijaya (UB).
Ia berorganisasi sekaligus berprestasi. Prestasi yang ditorehkan oleh Anjas tidak tangung-tanggung, bukan sekedar level nasional, tapi bertaraf Internasional.
Dalam rangkaian kegiatan di Jakarta, Anjas pun berkesempatan berkunjung ke kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jakarta. Ia berhasil ketemu Ketua PBNU bidang hukum Robikin Emhas. (adi)
"Alhamdulillah, saya berhasil membuat aplikasi ini lantaran upayanya memerangi diskriminasi terhadap kaum difabel. Saya melihat banyak sekali perlakuan diskriminatif terhadap penyandang disabilitas seperti yang saya alami sendiri. Saya bahkan pernah ditolak masuk sekolah menengah karena dianggap tidak mampu," tutur Anjas.
Advertisement