46 Haji Furoda Indonesia Dideportasi, Ini Penjelasannya
Sebanyak 46 calon haji furoda asal Indonesia harus dideportasi oleh pemerintah Arab Saudi. Mereka gagal beribadah haji lantaran ketahuan menggunakan visa yang tidak dikelola Kementerian Agama Republik Indonesia, dan disebut dengan haji furoda.
Penjelasan Haji Furoda
Diketahui, para jemaah haji tersebut menggunakan visa haji furoda dari Malaysia dan Singapura. Pada tahun ini, setidaknya ada 1.700 haji furoda yang terdaftar. Haji furoda atau haji mujamalah merupakan sebutan untuk program haji legal di luar kuota haji Pemerintah Indonesia.
Perbedaanya, jika kuota yang diberikan pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia berupa haji regular dan kuota haji khusus, sedangkan haji furoda atau mujamalah tidak menggunakan kuota negara, melainkan undangan langsung dari pihak Saudi.
Dikutip dari sebuah dokumen berjudul 'Eksekutif Summary Penyelenggaraan Haji Non Kuota- Visa Furoda di Masyarakat' diterbitkan di laman resmi Litbang Diklat Kemenag RI, haji furoda merupakan visa haji yang diperoleh melalui undangan dari Pemerintah Arab Saudi atau dikenal sebagai 'haji mandiri'.
Haji furoda ini biasanya dikelola oleh travel haji atau yayasan yang memiliki afiliasi langsung dengan pemerintah Kerajaan Arab Saudi, bahkan ada juga via jalur perorangan.
Jalur haji dengan visa furoda dianggap legal dalam perspektif aturan imigrasi pemerintah Arab Saudi. Haji furoda diperbolehkan, asalkan jemaah calon haji mendapatkan visa dan mendapat izin dari Arab Saudi, dikutip dari cnndindonesia.com, Senin 4 Juli 2022.
Aturan Haji Furoda
Dari aspek hukum di Indonesia, pihak Kementerian Agama telah mengingatkan bahwa pemegang visa mujamalah yang mau berangkat ke Arab Saudi wajib melalui Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).
Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag Nur Arifin mengatakan ketentuan ini diatur dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
"Dalam ayat itu, tegas disebutkan bahwa Warga negara Indonesia yang mendapatkan undangan visa haji mujamalah dari pemerintah Kerajaan Arab Saudi wajib berangkat melalui PIHK," jelas Nur Arifin di Makkah, Jumat, 1 Juli 2022, lalu.
Ketentuan ini dimaksudkan agar proses pemberangkatan setiap WNI yang akan menunaikan ibadah haji tercatat dengan baik. Di samping itu, ada pihak penyelenggara yang bertanggung jawab dan dalam hal ini adalah PIHK.
PIHK yang memberangkatkan WNI yang mendapatkan undangan visa haji mujamalah dari pemerintah Kerajaan Arab Saudi wajib melapor kepada Menteri.
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Hilman Latief mengatakan Kemenag tidak secara langsung mengelola calon haji dengan visa mujamalah karena merupakan hak Pemerintah Arab Saudi untuk mengundang mitra mereka sebagai penghargaan, penghormatan dukungan diplomatik dan lainnya.
"Masyarakat harus paham Kemenag tidak mengelola visa tersebut, kami berdasarkan mandat undang-undang hanya mengelola jemaah haji reguler dan khusus," tambah kata Hilman di Mekkah, dikutip dari Antara.
Risiko Tinggi
Dalam beberapa kasus, pilihan untuk melakukan perjalanan ibadah haji dengan menggunakan visa di luar prosedur yang telah diatur oleh pemerintah sangat rentan berbagai risiko. Misalnya berupa penipuan, gagal berangkat atau ditahan pihak imigrasi Indonesia maupun otoritas Arab Saudi.
Ada sebagian penyelenggara baik travel haji ataupun perorangan yang "menyelewengkan" istilah furoda dengan menggunakan visa non haji.
Kepala Daerah Kerja Madinah Akhmad Jauhari pada tahun 2019 lalu mengatakan jemaah furoda atau yang biasa dikenal dengan "jemaah sandal jepit" tidak menggunakan visa haji.
Jemaah haji furoda menggunakan visa tenaga musiman, visa bisnis, atau visa ziarah yang berlaku hanya 30 hari. Berbeda dengan visa haji yang diberikan untuk jemaah haji reguler dan khusus.
Advertisement