40 Hari Peringatan Wafatnya Mbah Moen, Ini Tausiyah Gus Ali
KH Maimoen Zubair meninggalkan banyak kenangan bagi masyarakat. Dalam peringatan 40 Hari meninggalnya Kiai Maimoen Zubair, di Pesantren Al-Anwar Sarang Rembang, berlangsung Sabtu malam, 14 September 2019, sejumlah kiai hadir dan memberikan pesan-pesannya.
Di antaranya, disampaikan KH Agoes Ali Masyhuri, Pengasuh Pesantren Progresif Bumi Shalawat Sidoarjo. Sebelumnya, juga disampaikan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dan sejumlah kiai lain. Berikut sebagian pesan-pesan Wakil Rais Syuriah PWNU Jawa Timur:
Gus Ali mengawali tausiyah dengan mengutip sebuah hadits Nabi Muhammad. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni.
"Panjang umur dalam hadits ini bukan 100 tahunnya. Tapi maknanya adalah sejauh mana prestasi dan amal sholeh yang didapat. Banyak yang berumur panjang tapi tidak manfaat. Ada yang pendek umurnya, tapi padat manfaat,” ujar Gus Ali.
Kebermanfaatan hidup itulah yang menjadikan seseorang mendapat titel sebagai Khoirunnas, sebaik-baik manusia. Khoirunnasi man thola ‘umruhu wahasuna ‘amaluhu. Wasyarrunnasi man thola ‘umruhu wasa a ‘amaluhu.
“Sebaik-baiknya manusia adalah yang panjang umurnya dan baik perbuatannya. Dan seburuk-buruknya manusia adalah yang panjang umurnya dan buruk perbuatannya,” terang Gus Ali.
Gus Ali juga mengingatkan, agar senantiasa belajar menata niat dan ikhlas dalam melakukan amal perbuatan. Beberapa ciri seseorang yang memiliki keikhlasan, sebagaimana dijelaskan Gus Ali, adalah seseorang yang menganggap pujian dan celaan itu sama saja. Kemudian bila beramal, yang diharapkan hanya Ridho Allah.
“Amal dari hati seseorang yang zuhud tidak dapat dianggap sedikit. Dan amal orang yang tamak juga tidak bisa dianggap banyak. Hal itu karena adanya nilai keikhlasan yang tinggi, tidak ada muatan ambisi. Karena itu, pandai-pandailah menata niat. Sebab bagusnya amal itu karena niat, ” tutur Gus Ali.
Ada pesan dari kiai terdahulu: Sak elek-eleki kiai, sik muruk bismilah, sak apik-apike maling sik nyolong sandal. (Sejelek-jeleknya seorang kiai masih mengajarkan bacaan bismilah, sedang sebaik-baik seorang pencuri sedikitnya masih mencuri sandal, Red).
Saat ini, lanjut Gus Ali, banyak ditemukan orang yang kehilangan dirinya sendiri. Hal itu menjadikan seseorang tidak percaya diri, tidak siap bersaing secara sehat dengan orang lain, dan senantiasa negative thinking.
Seringkali, menurut Gus Ali, seseorang kehilangan dirinya sendiri karena menganggap kesulitan hidup sebagai penderitaan. “Orang yang seperti ini sepanjang hidupnya tidak akan menemukan kesuksesan,” imbuh Gus Ali.
Hati orang yang rakus dan ambisius lebih panas daripada api. "Sik dilirik sugihe tangga. Hari ini banyak orang kena penyakit kagetan".
Ada pertanyaan, kenapa Wali-Wali Allah tidak pernah susah?
Menurut Gus Ali, karena Tauhidnya sudah benar. "Wong sing Tauhidnya benar, insya Allah sehat. Jantung sehat, akan berpengaruh pada seluruh tubuh seseorang," tuturnya.
Gus Ali juga menjelaskan soal qana'ah. Sikap qana'ah, dan sikap berbaik sangka pada Allah.
Yang paling dinilai kebaikan seseorang adalah pada ujungnya. Bila ujungnya bagus, dialah yang meraih keberuntungan. Itulah Husnul khatimah.
Ada pesan Jalaluddin Rumi, bila kalian sakit badan pergilah ke dokter. Bila hati kalian yang sakit, carilah Kekasih-Kekasih (wali-wali) Allah. Di situlah kalian akan disembuhkan.
Semoga kita semua menjadi makhluk yang diberkait Allah.
Gus Ali pun kerap mengingatkan, Allah tidak pernah menjanjikan langit akan selalu cerah tanpa mendung. Atau laut akan terus pasang tanpa surut.
“Tapi Allah telah menjanjikan inna ma’al usriy yusro. Setelah Kesulitan ada kemudahan. Setelah kesempitan, ada kelapangan. Setelah kegagalan, ada kesuksesan. Maka tidak salah, jika orang bijak mengatakan, Kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda,” kata Gus Ali.
Selain itu, Gus Ali juga menjelaskan, di zaman akhir banyak pula ditemui seseorang yang bermental seperti wasit tinju. “Nek ono wong jotosan dibiarkan, tapi nek rangkulan dipisah. Itu gambaran hidup kita saat ini. Rukun diadu, jotosan dikipasi. Mental ngunu iku akeh. Dari kalangan elit sampai alit,” keluh Gus Ali.
Karenanya, sebelum memungkasi tausiyah, Gus Ali kembali menekankan pentingnya menjaga niat serta tetap menjaga semangat dalam bekerja dan berjuang. Tak lupa, pesan agar senantiasa menjaga kebaktian kepada kedua orangtua. Bahkan sekalipun keduanya telah meninggal dunia.
Setidaknya ada empat hal yang bisa dilakukan anak sebagai bentuk pengabdiannya kepada orang tua.
“Satu, mendoakan dan memohon ampun. Dua, menyambung tali silaturahmi dengan kerabat orangtua. Tiga, melunasi janji dan hutangnya. Empat, menyambung silaturahmi dengan para sahabat dan teman-teman orangtua,” tutur Gus Ali.