4 Anaknya Putus Sekolah, Keluarga di Surabaya Terima Bantuan
Di dalam rumah petak berukuran sekitar 1,5 x 2,5 meter, pasangan suami istri Choirul Anam dan Yunita Puji Lestari bersama tiga dari enam orang anaknya sedang menunggu kedatangan Walikota Surabaya, Eri Cahyadi sore ini, Rabu, 14 Juni 2023.
Ya, kisah keluarga tersebut, di mana empat dari enam orang anaknya mengalami putus sekolah mendapatkan perhatian dari Pemkot Surabaya.
Ditemui di rumahnya di kawasan Bulak Rukem, sambil mengendong anak keenamnya yang masih balita, Yunita mengatakan, empat anaknya sebenarnya sudah pernah sekolah. Tetapi karena beberapa kendala anak-anaknya tersebut harus putus sekolah.
"Anak saya yang pertama usia 18 tahun, putus sekolah sejak SMP. Yang kedua usia 16 tahun putus sekolah waktu SD kelas 2, lalu anak ketiga usia 12 tahun putus sekolah waktu SD. Anak keempat saya usia 10 tahun belum sekolah sama sekali, sempat TK tapi tidak selesai. Kalau anak kelima saya sudah mau masuk SD di daftarkan Dispendik," kata perempuan berjilbab itu.
Wanita 37 tahun itu menyebut, kondisi ekonomi yang pas-pasan menjadi salah satu faktor anaknya harus putus sekolah selama bertahun-tahun. Terutama, saat ini kondisi suaminya sedang sakit dan tidak bisa bekerja.
"Suami saya dulunya bekerja sebagai tukang odong-odong, waktu pandemi berhenti karena sepi. Lalu akhirnya ngamen, sekarang sudah beberapa bulan tidak bisa bekerja karena sakit," ungkap Yunita.
Lanjutnya, saat ini suaminya sedang menjalani pengobatan dengan menggunakan BPJS. Ketika ditemui kondisinya terlihat kurus dengan keluhan batuk terus menerus.
Untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, Yunita berjualan lontong mi di rumahnya. Penghasilannya pun tak seberapa hanya sekitar Rp 40 ribu per hari. "Itu cuma cukup untuk beli beras untuk makan, pokoknya bisa makan," tambah perempuan yang kini diketahui hamil delapan bulan, anak ketujuh itu.
Sebenarnya dengan kondisi yang dialami, Yunita tak tinggal diam. Dia pernah berusaha ke kelurahan untuk mengajukan diri sebagai warga MBR agar bisa mendapatkan bantuan sekolah untuk anaknya, tetapi ketika itu pengajuannya ditolak pihak kelurahan karena kuota MBR penuh.
"Baru sekarang ini saya sudah didaftarkan menjadi Gamis (Keluarga Miskin), yang dulunya merupakan program MBR. Dan mendapatkan bantuan dari Pemkot," terangnya.
Di depan pintu rumahnya kini, juga sudah ditempelkan stiker Keluarga Miskin berwarna merah.
Putus Sekolah Karena Transportasi
Ferdi Rangga Pertama anak pertama Yunita dan Choirul Anam mengungkapkan, alasannya berhenti sekolah, karena tidak punya alat transportasi untuk datang ke sekolah.
Laki-laki berusia 18 tahun ini pernah bersekolah di SMPN 18 Surabaya itu mengatakan, ia putus sekolah saat duduk di kelas 1 SMP, tepatnya ketika semester dua. Alasannya karena biaya dan jaraknya terlalu jauh dari rumah.
"Waktu awal sekolah, kan Zoom jadi pakai HP saja tidak perlu ke sekolah. Waktu harus ke sekolah itu tidak punya kendaraan, jarak tempuhnya jauh. Dulu ojek dibayari bude, terus bude tidak ada kerjaan, tidak ada kendaraan jadi putus sekolah," kata Ferdi menjelaskan.
Pihak sekolah sempat memberi bantuan buku, seragam gratis dan uang sebesar Rp 300 ribu untuk membeli sepeda. "Tapi setelah dicari-cari, sepeda segede saya tidak ada dengan harga segitu. Jadi uangnya dikembalikan ke sekolah dan saya putus sekolah," imbuhnya.
Meski demikian, ia pun bersemangat kembali lantaran mendapatkan bantuan kejar paket dari Dispendik Kota Surabaya. "Minggu depan saya mau sekolah kejar paket untuk masa depan saya dan membantu keluarga menyambung hidup," papar sulung dari enam bersaudara.
Walikota Datang Beri Bantuan
Kondisi anak-anak Yunita dan Choirul Anam yang putus sekolah mengerakkan Pemkot Surabaya untuk datang dan memberikan bantuan. Melalui Disependik anak-anak tersebut didaftarkan sekolah negeri bila masih berusia sekolah, tetapi untuk anak pertama dan kedua yang usianya lewat usia sekolah didaftarkan kejar paket.
Di samping itu, Pemkot juga memberikan bantuan berupa sepeda, perabotan rumah tangga hingga peralatan sekolah untuk anak-anaknya. "Jadi anak-anak ini sekolah tapi ketika pandemi dia putus sekolah lagi. Jadi saya sampaikan butuh sekolah lagi nanti juga akan kami pantau," ungkap Eri.
Selain itu, Eri juga berpesan kepada pasangan suami - istri tersebut untuk melakukan KB dan tidak menambah anak lagi. "Ini mengajarkan ke warga Surabaya jangan banyak anak kalau tidak bisa menyekolahkan, terus bagaimana nanti kalau besar. Ibunya (Yunita) tadi sempat nangis, tapi saya sampaikan ke tetangga dan RT/RW karena guyub rukun mau membantu," jelasnya.
Ia pun berharap, dengan bantuan yang diberikan bisa memotivasi keluarga tersebut untuk bangkit lepas dari kemiskinan dan anak-anaknya termotivasi sekolah sampai lulus.