Unesa Berperan sebagai Pionir Perguruan Tinggi bagi Anak Inklusi
Universitas Negeri Surabaya (UNESA) bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Southeast Asia Minister of Education Organization (SEAMEO) Regional Centre for Special Education (SEAMEO SEN), menyelenggarakan 3rd International Conference on Special Education (ICSE) 2019. Forum ini diselenggarakan di Hotel Shangri-La Surabaya, pada 13-15 Juli 2019.
Mengambil tema Elevating innovation for Sustaible Development of Special Education, kegiatan ini menjadi forum bagi seribu lebih peserta dari 20 negara. UNESA memiliki misi khusus atas terlaksananya ICSE ketiga ini di Surabaya, yaitu berupaya melakukan pengembangan terhadap pendidikan inklusi bagi anak berkebutuhan khusus.
Rektor Unesa Prof. Dr. Nurhasan, M.Kes, dalam sambutannya menyebutkan bahwa kekhususan yang dimiliki anak berkebutuhan khusus seharusnya bukan menjadi batasan bagi mereka untuk mengembangkan bakat dan potensi yang mereka miliki. Sehingga memberikan perhatian terhadap perkembangan dan pendidikan mereka sangat penting, baik itu orang tua, pendidik, serta pihak yang lainnya.
"Di Indonesia masih ada lebih dari satu juta anak inklusi yang tidak mengenyam pendidikan di sekolah. Hal ini semakin mengukuhkan peran penting banyak pihak untuk membantu anak inklusi mengembangkan potensinya tanpa dibatasi oleh kekhususan yang dimiliki anak," tuturnya.
Dalam era industri 4.0 semua dapat merasakan segala perubahan. Melalui ICSE 2019 ini para penyelenggara pendidikan inklusi dituntut untuk berbenah. Menghasilkan inovasi-inovasi pembelajaran bagi siswa inklusi untuk lebih banyak memanfaatkan teknologi informasi yang ada.
Menurut Staf Ahli Bidang Inovasi dan Daya Saing Kemendikbud Ir. Ananto Kusuma Seta, M.Sc., Ph.D, bahwa saat ini yang menjadi kendala dalam pemberian pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus, yakni belum menjadi kesadaran kolektif di dalam menangani anak-anak berkebutuhan khusus.
"Di Indonesia ada Undang-Undang yang mengatur tentang hal ini, akan tetapi implementasinya belum merata. Dalam menangani anak berkebutuhan khusus segala sesuatunya harus khusus baik dari pendidiknya hingga fasilitasnya," tuturnya.
Para pendidik yang belajar di LPTK tidak dibekali pengetahuan untuk menangani anak berkebutuhan khusus, kurikulum yang diajarkan lebih banyak untuk menangani anak normal. Serta banyaknya orang tua yang belum sadar untuk menyekolahkan anak mereka, yang mana pendidikan merupakan dasar dari setiap hak manusia.
"Pendidikan adalah dasar dari setiap hak manusia. Setiap orang boleh melakukan apapun namun harus membutuhkan pendidikan karena pendidikan adalah dasar bersosialisasi," sambung Ananto Kusuma Seta.
Sementara itu, Direktur SEAMEO SEN, Hj. Salmah Binti Jopri mengungkapkan dukungannya terhadap ICSE 2019. "ICSE 2019 ini sesuai dengan visi SEAMEO yang salah satunya merupakan membantu anak-anak berkebutuhan khusus," ucapnya.
Tujuh dari visi SEAMEO yaitu, mencapai pendidikan anak usia dini secara menyeluruh, mengatasi hambatan untuk pendidikan inklusi, ketahanan dalam menghadapi keadaan darurat, mempromosikan pendidikan dan pelatihan keahlian maupun kejuruan, revitalisasi pendidikan guru, harmonisasi pendidikan tinggi dan penelitian, serta mengadopsi kurikulum abad ke-21.
Advertisement