380 Burung Kicau Asal Ende NTT Diamankan karena Tak Berdokumen
Kantor Karantina Pertanian Surabaya wilayah kerja Tanjung Perak menggagalkan penyelundupan 380 burung berkicau asal Ende-Nusa Tenggara Timur (NTT). Ratusan burung tersebut tidak dilengkapi dengan dokumen kesehatan dari daerah asal.
Kepala Kantor Karantina Pertanian Surabaya wilayah Kerja Tanjung Perak Surabaya Musyaffak Fauzi dalam rilisnya, Senin, 25 Januari 2021 mengatakan penggagalan penyelundupan ratusan kicau ini bermula dari informasi yang diperoleh beberapa jam sebelum kapal Niki Sejahtera bersandar di Pelabuhan Tanjung Perak.
"Informasi ini sudah lama yakni pada Rabu, 20 Januari 2021 bahwa kapal Niki Sejahtera diduga membawa ratusan burung berkicau tanpa dokumen/ilegal dari Ende. Kemudian, aparat kami melakukan penyisiran terhadap seluruh bagian alat angkut," katanya.
Kata Musyaffak, berkat ketelitian, burung-burung tanpa dokumen berhasil ditemukan dan diamankan. Total burung yang diamankan sejumlah 380 ekor yang terdiri dari 300 ekor Branjangan, 10 Sikatan, 60 Punglor, dan 10 burung Decu.
"Burung-burung itu dimasukkan dalam kardus atau keranjang dan diletakkan di belakang kabin supir truk. Ada 15 kardus dan keranjang putih yang rencana akan diserahkan pelaku kepada penjemput yang telah menunggu di luar area Pelabuhan Tanjung Perak," katanya.
Setelah selesai diperiksa di pelabuhan, truk serta kendaraan penjemput diarahkan ke kantor Karantina Pertanian Surabaya Wilker Tanjung Perak untuk dimintai keterangan lebih lanjut.
Proses pendalaman dan pengembangan kasus penyelundupan 380 burung ini akan dilakukan oleh PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) Karantina Pertanian Surabaya yang bekerjasama dengan Polres Pelabuhan Tanjung Perak.
"Penyelundupan 380 burung tanpa disertai dokumen yang dipersyaratkan tersebut telah melanggar ketentuan dalam pasal 35 ayat 1 dan 3 UU 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Selanjutnya sesuai dengan Pasal 44 Ayat 2, ratusan burung tersebut saat ini diamankan di Instalasi Karantina Hewan di kawasan Pelabuhan Tanjung Perak," kata Musyaffak.
Pelaku dijerat pasal 88 UU 21 Tahun 2019 dengan ancaman pidana penjara paling lama 2 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 2 Miliar.