32 Jemaah Umrah Asal Probolinggo Telantar di Madinah
Kisah pilu kembali dialami para jemaah umrah dari Indonesia di Tanah Suci. Kali ini sebanyak 32 jemaah umrah dari Kabupaten Probolinggo diduga ditelantarkan sebuah biro perjalanan haji dan umrah majelis dakwah mekkah madinah (Madamm).
"Terus-terang kami kecewa karena ayah-ibu saya, juga adik saya sampai ditelantarkan saat di Madinah. Mereka tidak mendapatkan jatah penginapan atau hotel sehingga telantar," ujar Badrus Sholeh, warga Desa Ambulu, Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo, Senin, 13 Mei 2019.
Sebanyak 32 jemaah umrah itu semuanya berasal dari berbagai daerah di Kabupaten Probolinggo. "Yang terbanyak dari Ambulu, ada 16 jemaah termasuk ayah-ibu dan adik saya," ujar Badrus.
Badrus menceritakan, awalnya ke-32 jemaah itu bertolak dari Probolinggo menuju Bandara Juanda, Sidoarjo, 2 Mei 2109 lalu. Ternyata ketika hendak terbang ke Saudi, jemaah sebanyak itu dipisah menjadi dua kelompok terbang (kloter).
"Kloter pertama berangkat 2 Mei diikuti 14 orang termasuk adik saya. Kemudian kloter kedua berangak 6 Mei diikuti 18 orang termasuk ayah dan ibu saya," ujar Badrus. Pihak PT Shabila beralasan, mereka kehabisan tiket pesawat sehingga sampai dibagi dua kloter.
Dikatakan para jemaah umrah tertarik dengan paket murah yang ditawarkan pihak biro travel haji dan umrah asal Krembung, Sidoarjo. “Yakni, biaya umrah Rp 22,5 juta untuk 9 hari cukup dibayar DP-nya Rp 6,5 juta per orang. Sisanya nanti kalau sudah pulang bisa melunasi kepada biro travel,” ujar Badrus.
Ternyata paket murah itu tidak diikuti dengan bagusnya layanan. Terbukti, ke-32 jemaah itu telantar di Madinah karena tidak mendapatkan penginapan (hotel). “Untung ada biro travel lain dari Medan yang memberi tumpangan tidur,” ujar Badrus.
Kloter pertama yang dijanjikan pulang ke Tanah Air, Kamis, 9 Mei juga meleset. “Sementara kloter kedua dijanjikan pulang, Selasa besok, 14 Mei,” ujarnya.
Badrus sempat menghubungi adik dan orangtuanya di Madinah. Dari pengakuan keluarganya, ternyata pendamping dari pihak biro travel (Sholeha) sudah menghilang. Sehingga selama ini para jemaah umrah membayar sendiri penginapannya.
Badrus pun berencana melaporkan kasus penelantaran jemaah umrah itu ke Polresta Probolinggo. “Kami kecewa ayah-ibu juga adik saya ditelantarkan, makanya kami akan lapor polisi,” ujarnya.
Sementara itu Sholeha, 52 tahun asal Sidoarjo yang merekrut 32 jemaah asal Probolinggo ketika dihubungi melalui HP-nya mengaku, terbiasa memberangkatkan jemaah umrah atas permintaan
Mursida, Uminah, dan Maryam. Namun ia menegaskan, ia bukan bagian dari PT Shabilla Ebaldo Utama.
"Saya itu biasa memberangkatkan jemaah umrah. Jadi 32 jemaah itu, sebanyak 28 membayar DP Rp 6,5 juta, 4 lainnya cash. Namun jamaah dengan DP segitu memaksa untuk segera berangkat padahal mana ada DP segitu bisa berangkat. Sehingga saya menggunakan uang pribadi memberangkatkan mereka," ujar Sholeha.
Sholeha meminta, para jemaah untuk mencicil sisa pembayaran. “Saya sesalkan para jamaah yang terburu-buru menganggap ditelantarkan,” ujarnya. Dikatakan dirinya masih melakukan proses pencairan dengan menjual aset. Ia mengaku, butuh biaya hampir Rp 500 juta agar para jemaah bisa pulang.
Disinggung jika ia dilaporkan ke polisi, ia mengaku tidak masalah dan siap karena yakin dia tidak melakukan penelantaran. (isa)