31 Polisi Polda Metro Dipecat, Pengamat: LGBT Tak bisa Jadi Dasar Pemecatan
Sebanyak 31 anggota polisi Polda Metro Jaya dipecat per 2 Januari 2025. Mereka terbukti melakukan pelanggaran berat salah satunya berkaitan dengan orientasi seksual Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT). Pengamat menyebut orientasi seksual tak bisa dijadikan dasar pemecatan.
Polda Metro Pecat 31 Polisi
Kapolda Metro Jaya memecat 31 anggotanya pada 2 Januari 2025. Mereka terbukti melakukan perbuatan yang mencoreng nama Lembaga.
Perinciannya, delapan anggota dipecat karena penyalahgunaan narkoba, 15 anggota melakukan desersi, satu anggota terlibat tindak pidana penggelapan atau penipuan, empat anggota dipecat karena perselingkuhan, dua anggota terbukti menikah iri, dan satu orang terlibat LGBT.
Kepada media, Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto menyebut pelaksanaan pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH) dilakukan di setiap wilayah agar memberikan efek jera terhadap anggota di tingkat Polres.
Ia juga menekankan pentingnya norma agama bagi aparat kepolisian. “Saya mengingatkan kembali bahwa ikuti syariat agama masing-masing untuk menjadi alat kontrol bagi diri kita dalam membedakan apa yang baik dan buruk,” kata Karyoto dalam keterangan tertulis 3 Januari 2025, dikutip di media.
LGBT Tak Bisa jadi Dasar Pemecatan
Pengamat hukum Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Asfinawati, menyebut orientasi seksual tidak ada hubungannya dengan profesionalitas polri.
“Dalam Peraturan Kapolri tentang Hak Asasi Manusia, tertulis polisi tidak boleh mendiskriminasi warga karena berbagai dasar, salah satunya orientasi seksual,” kata Asfinawati kepada media.
Peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, dalam Pasal 4 Poin h menyebutkan bahwa HAM tidak membedakan ras, etnik, ideologi, budaya, agama, keyakinan, falsafah, status sosial, dan jenis kelamin atau orientasi seksual, melainkan mengutamakan komitmen untuk saling menghormati untuk menciptakan dunia yang beradab.
Ia melanjutkan, jika pemecatan anggota kepolisian karena LGBT memiliki konsekuensi terhadap perlindungan hak-hak kelompok minoritas seksual di Indonesia.
Menurutnya, pemecatan tersebut menunjukkan fobia pada orientasi seksual dan akan mempengaruhi pada pola penegakan hukum dalam struktural. Ia menekan, memiliki orientasi seksual yang berbeda bukanlah sebuah kejahatan, dan polisi harus bisa membedakan kedua hal tersebut.