30 Tahun Pemerintahan Islam, Kini Sudan Pisahkan Agama dan Negara
Pemimpin Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan Abdel-Aziz al-Hilu dan Perdana Menteri Sudan Abdalla Hamdok di Addis Ababa sepakat menandatangani Deklarasi untuk pisahkan Agama dan Negara.
Deklarasi itu ditandatangani pada Kamis 3 September 2020 lalu. Dengan begitu, pemerintah transisi Sudan menandai berakhirnya 30 tahun pemerintahan Islam di negara yang 97 persen penduduknya beragama Islam itu.
Salah satu klausul deklarasi menyebut, pemisahan agama dan negara dalam konstitusi itu dimaksudkan agar Sudan menjadi negara yang demokratis dan menjunjung tinggi hak-hak warga negara.
“Agar Sudan menjadi negara demokratis yang di mana hak-hak semua warga negara dijunjung, maka konstitusi negara harus didasarkan pada prinsip ‘pemisahan agama dan negara’, di mana hak untuk menentukan nasib sendiri harus dihargai,” demikian bunyi klausul deklarasi tersebut, dilansir situs CGTN, Selasa 8 September 2020.
Deklarasi ini ditandatangani kurang dari sepekan setelah pemerintah Sudan menyepakati perjanjian damai dengan para gerilyawan. Deklarasi ini meningkatkan harapan bahwa kekerasan yang merusak wilayah Darfur dan wilayah Sudan lainnya di bawah Omar al-Bashir—presiden yang dikudeta- akan berakhir.
Sudan tengah bangkit dari isolasi internasional yang dimulai segera setelah Bashir merebut kekuasaan pada 1989 silam. Selama memerintah, dia menerapkan interpretasi garis keras terhadap hukum Islam. Dengan itu, ia berusaha menjadikan Sudan sebagai ‘pelopor dunia Islam’.
Seperti diketahui, pada 1993 Amerika Serikat (AS) memasukkan Sudan ke dalam daftar negara yang mensponsori terorisme dan kemudian menjatuhkan sanksi hingga 2017. Reformasi di Sudan muncul setelah Omar Hassan al-Bashir digulingkan tahun lalu menyusul aksi protes besar-besaran di jalanan.
Setelah itu, pemerintah transisi Sudan mencabut beberapa hukum syariat Islam. Dengan kebijakan itu, maka hukum cambuk ditiadakan, sunat perempuan dilarang, hukuman mati bagi orang yang murtad dihapus, serta non-Muslim diizinkan untuk mengonsumsi, mengimpor, dan memperjualbelikan minuman keras (miras).
Dalam kondisi saat ini, rakyat Sudan sedang menghadapi berbagai persoalan. Di tengah pandemi Covid-19, Sudan harus memberlakukan darurat banjir selama 3 bulan akibat hujan deras.
Advertisement