Tiga Terobosan Surabaya Masuk Top 99 Sistem Inovasi Pelayanan Publik Kemenpan RB
Tiga terobosan layanan publik Pemerintah Kota Surabaya masuk Top 99 Sistem Inovasi Pelayanan Publik (Sinovik) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) Republik Indonesia.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini memaparkan tiga inovasi itu di hadapan Tim Panel Independen di Kantor Kemenpan RB.
Tiga inovasi itu yakni, pelayanan publik 6 in 1 yang meliputi pengurusan akte lahir, kematian, perkawinan, perceraian, surat pindah datang, dan pindah keluar secara online.
Kedua, inovasi Tahu Panas (tak takut kehujanan dan tak takut kepanasan) yang merupakan kegiatan perbaikan rumah tidak layak huni melalui program rehabilitasi sosial daerah kumuh. Ketiga, inovasi Pahlawan Ekonomi dan Pejuang Muda.
Risma mengatakan identitas seorang warga itu adalah hak asasi, karena seseorang bisa diakui oleh negara karena identitasnya. Oleh karena itu, Pemkot Surabaya selalu memberikan yang terbaik dan termudah untuk masyarakat Surabaya dalam mengurus identitasnya.
"Makanya, kami buat program 6 in 1 ini. Dengan inovasi ini maka masyarakat Surabaya bisa mengurus enam hal sekaligus secara online, yaitu akte lahir, kematian, perkawinan, perceraian, surat pindah datang, dan pindah keluar. Melalui inovasi ini, maka masyarakat bisa menghemat waktu, tenaga, dan biaya dan tidak perlu lagi datang ke kantor Dispendukcapil," kata Risma, Rabu, 18 Juli 2018.
Meski ada inovasi ini, namun tetap tidak meninggalkan peran serta RT/RW. Kata Risma, ketika mengurus akte perceraian dan pernikahan, pasti ada surat dan dokumentasinya, sehingga apabila lewat gereja, tinggal meng-copy surat dari gereja lalu di-upload ke aplikasi yang telah disediakan Pemkot Surabaya.
"Aplikasi ini sudah bisa diakses melalui mobile App mulai tahun lalu, tapi kalau secara online sudah lama. Dulu hanya pakai alat semacam ATM, tapi sekarang sudah cukup pakai handphone," kata dia.
Sedangkan untuk inovasi Tahu Panas (tak takut kehujanan dan tak takut kepanasan), ini merupakan program dari Dinas Sosial Surabaya dalam perbaikan rumah tidak layak huni melalui program rehabilitasi sosial daerah kumuh.
Penanganan program ini dilakukan secara terpadu, baik dalam hal perbaikan fisik, lingkungan, sosial, maupun ekonomi masyarakat di lingkungan perkampungan.
"Program yang sudah berjalan sejak tahun 2003 ini terdiri dari perbaikan rumah tidak layak huni dan pembuatan jamban sehat. Tiap tahunnya terus meningkat dan harus melalui musyawarah dari kampung," katanya.
Sementara inovasi Pahlawan Ekonomi dan Pejuang Muda berfokus pada pemberdayaan ibu rumah tangga dari keluarga miskin dan pejuang muda. Tujuannya untuk mengentaskan warga supaya secepatnya keluar dari kemiskinannya. Kata Risma, yang dilakukan Pemkot Surabaya adalah menghidupkan mesin kedua, yaitu para istri atau ibu-ibu rumah tangga.
"Jadi, kalau misal suaminya sudah bekerja sebagai tukang becak tapi masih saja miskin, maka harus digerakkan mesin kedua, yaitu para istri, sehingga kita support programnya dengan nama Pahlawan Ekonomi," kata dia.
Lanjut Risma, untuk anak muda yang putus sekolah atau tidak melanjutkan ke perguruan tinggi, tapi masih punya keinginan untuk akses ekonomi lebih baik, maka Pemkot Surabaya memfasilitasinya dengan namanya Pejuang Muda. "Jadi, mereka ini kita ajari pelatihan membuat makanan, handycraf dan beberapa pelatihan lainnya," imbuhnya.
Wali Kota perempuan pertama di Kota Surabaya itu mengatakan para peserta Pahlawan Ekonomi dan Pejuang Muda itu diberi pelatihan untuk mengembangkan bisnis UKM, mulai dari pelatihan, hingga pendampingan sampai ke tahap pengemasan, promosi dan pemasaran produk.
"Mereka ini hanya produknya, untuk marketing hampir seluruhnya kita. Tapi kita juga ajarkan mereka bagaimana memasarkannya. Biasanya kita menyebut Go Global, Go Digital, dan Go Finance. Jadi, dari hulu hingga hilir selalu kita dampingi," katanya.
Risma berharap, dengan berbagai terobosan itu, maka perekonomian warga Kota Surabaya juga bisa ikut terangkat. Saat ini, pendapatan rendah warga Surabaya yang dulunya 34 persen tinggal 8 persen. Pendapatan menengah dulunya 40 persen menjadi 51 persen. Sementara pendapatan tinggi dari 14 persen menjadi 41 persen.
"Jadi, sangat mengangkat dan mengentas kemiskinan, pendapatan menengah dan bawah ini ikut terkatrol. Makanya, saat ini angka kemiskinan di Kota Surabaya tinggal 5 persen dari 12 persen," pungkasnya. (frd)