3 Siswa Bersaudara Penganut Saksi Yehuwa Tak Naik Kelas 3 Kali
Tiga bersaudara siswa SD di Tarakan tidak naik selama tiga tahun berturut-turut. Mereka diketahui penganut Saksi Yehuwa di Kalimantan Utara. Sekte ini kerap dianggap sempalan agama Kristen. Kondisi ini memunculkan dugaan adanya diskriminasi.
Orangtua ketiga siswa kelas 2, 4, dan 5 di SDN Tarakan itu pun melapor ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
"Ada tiga kakak beradik yang beragama Saksi Yehuwa yang tidak naik kelas selama tiga tahun berturut-turut karena permasalahan nilai agama di rapor," tulis Komisioner KPAI Retno Listyarti dalam keterangan persnya.
Menurut penjelasan Retno, sekolah memakai alasan berbeda untuk tiga kali tinggal kelas tersebut. Pada tinggal kelas pertama di tahun ajaran 2018/2019, sekolah memakai alasan siswa absen tiga bulan. Padahal, sebut Retno, saat itu siswa sedang dikeluarkan oleh sekolah, pada Desember 2018.
Keputusan sekolah mengeluarkan siswa tersebut digugat ke PTUN Samarinda, Kalimantan Timur, hingga kemudian pada April 2019, pengadilan membatalkan keputusan sekolah. Selama masa persidangan itulah anak-anak terpaksa absen.
Di tahun ajaran selanjutnya, 2019/2020, anak-anak itu kembali tinggal kelas. Retno mengatakan, kali ini sekolah beralasan mereka tak bisa mengikuti pelajaran agama karena tak ada mata pelajaran Saksi Yehuwa di sekolah.
Lalu, di tahun selanjutnya ketika mereka lagi-lagi tak naik kelas, sekolah berdalih anak-anak itu memperoleh nilai agama yang terlalu rendah. Namun, Kepala Sekolah F.X. Hasto Budi Santoso menolak tudingan diskriminasi SARA di sekolahnya.
“Tidak ada perlakuan diskriminatif atau intoleran. Setiap bertemu guru, ketiganya selalu menyapa, hubungan dengan para temannya baik, begitu juga dengan guru-gurunya,” ujar dia.
Menurut penjelasan Hasto, sekolah tak mempermasalahkan keyakinan Saksi Yehuwa ketiga siswa ini, juga tak pernah memperlakukan ketiganya secara berbeda.
"Beberapa tindakan mereka dianggap tidak sesuai aturan sekolah. Misalnya, mereka tak mau menghormat bendera Merah Putih, tidak menyanyikan lagu Indonesia Raya, dan menolak menyanyikan lagu-lagu kristiani dari buku pelajaran agama dengan alasan tidak sesuai keyakinan," beber Hasto.
Bukan Kasus Pertama di Tarakan
Menurut keterangan Kemendikbudristek, kini telah ada tim Unit Pelaksana Teknis lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (UPT LPMP) Kemendikbud ristek dan KPAI yang datang ke Tarakan untuk memeriksa kasus ini.
Kasus seperti ini bukan kali pertama siswa penganut Saksi Yehuwa dipermasalahkan sekolah. Pada 2019, dua siswa Saksi Yehuwa dikeluarkan SMP N 21 Batam karena menolak hormat pada bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Saksi Yehuwa
JW.org, situs resmi Saksi-saksi Yehuwa (Jehovah’s Witnesses) di Indonesia, tegas menyebut ajarannya sebagai Kristen. “Tetapi, dalam hal-hal lain, kami berbeda dengan kelompok agama lain yang disebut Kristen,” demikian keterangan di web. Secara moderat, Saksi Yehuwa biasanya diidentifikasi sebagai salah satu denominasi atau mazhab Kristen yang didirikan Charles Taze Russel di Amerika Serikat pada akhir 1800-an.
Di luar perbedaan prinsipilnya dengan Kristen arus utama seperti Katolik Roma maupun Kristen Protestan, Saksi Yehuwa cukup dikenal lewat praktiknya yang tidak merayakan Natal, tidak mengakui Trinitas, serta kerap mewartakan ajarannya secara door to door.
Jemaat Saksi Yehuwa menyebut aliran ini sudah ada di Indonesia sejak 2017.
Advertisement