3 Perempuan Muda Palestina Berhati Baja
Inilah tiga orang perempuan muda Palestina, yang berhati baja. Mereka memimpin perlawanan terhadap menolak pengusiran paksa warga Palestina di lingkungan Sheikh Jarrah, di Yerusalem Timur yang diduduki. Pengusiran warga Sheikh Jarrah inilah yang menjadi pemicu konflik terakhir antara Hammas dengan tentara Israel.
Sheikh Jerrah adalah area di mana perwakilan dan institusi diplomatik berada di dekat wilayah tempat tinggal warga Palestina di Yerusalem Timur. Di Sheikh Jarrah ini terdapat 27 keluarga Palestina, yang diusir paksa dan menghadapi tekanan untuk mengevakuasi rumah mereka demi pemukim Yahudi.
Warga Palestina telah lama mengadakan demonstrasi di Sheikh Jarrah untuk mendukung keluarga yang terancam penggusuran paksa itu. Meskipun ada serangan oleh polisi Israel dan pemukim Yahudi, warga Palestina melanjutkan demonstrasi damai mereka. Sementara polisi Israel menggunakan kekuatan yang tidak proporsional terhadap para demonstran.
Ketiga perempuan yang menjadi pelopor demo menolak pengusiran warga Palestina di Syeikh Jarrah itu masing-masing adalah Meryem Afifi, Muna al-Kurd dan Asale Kasim Abu Hasna. Ketiganya diwawancara kantor berita Anadolu, Turki, berikut petikan wawancaranya dengan ketiga aktivis itu.
Meryem Afifi.
Aktivis ini pekan lalu ditahan polisi Israel saat ikut demonstrasi di Sheikh Jarrah. Dia mengaku dipukuli saat ditahan oleh polisi Israel. Afifi, yang juga seorang musisi, dibebaskan setelah ditahan selama dua hari.
Foto dirinya saat ditahan oleh polisi Israel banyak digunakan oleh media internasional dan media sosial. “Banyak orang bilang saya tersenyum ke kamera,” katanya. “Tentu saja, saya tidak menertawakan kamera, tetapi dengan teman-teman saya yang lain yang sedang berdemonstrasi di lapangan. Ya, meskipun itu adalah waktu penahanan, saya benar dan saya berhak. Orang berhak tersenyum dan berhak juga untuk tidak takut. "
Menurut Afifi, perlawanan terhadap pendudukan tidak bisa hanya diletakkan di pundak laki-laki dan anak-anak. “Jika kami perempuan tidak menolak pendudukan ini, jika kami tidak menuntut hak kami, jika kami tidak berjuang untuk tetap tinggal di tanah kami ini, lantas siapa yang akan melakukan ini?” dia bertanya. Tanpa kemenangan di Syekh Jarrah, kita akan kehilangan seluruh Yerusalem
“Jika kita tidak menentang apa yang terjadi di Syekh Jarrah sekarang, maka akan terulang di seluruh kota suci. Jika kita tidak mencapai kemenangan di Syekh Jarrah, kita akan kehilangan seluruh Yerusalem."
Menurutnya, Israel mempunyai tujuan untuk menjadikan populasi Yahudi sebagai mayoritas di Yerusalem dan mengurangi populasi Palestina, Afifi menambahkan, "Ini adalah rencana awal, kami tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya."
Menurutnya, perempuan Palestina akan terus menjadi salah satu pilar utama perjuangan melawan pendudukan Israel. “Kami ingin hidup sebagai warga negara yang bebas di tanah air yang bebas, yaitu di tanah air kami Palestina."
“Banyak orang di seluruh dunia berpikir bahwa pada tahun 1948 segala sesuatu yang bernama Palestina telah berakhir, tetapi kami akan membuktikan bahwa tidak demikian. Palestina tetap ada,” tambahnya.
Muna al-Kurd
Muna al-Kurd, yang memperoleh gelar sarjana di bidang komunikasi dan jurnalistik, berasal Sueikh Jarrah. Dia termasuk salah satu keluarga dari 27 keluarga Palestina yang menghadapi ancaman diusir paksa dari kampung halamannya di Syekh Jarrah.
Menurutnya, perempuan Palestina telah lama menjadi penentang, al-Kurd, yang telah ditahan berkali-kali, mengatakan bahwa sepanjang sejarah, wanita Palestina selalu berada di garis depan dan berjuang dengan sekuat tenaga untuk melawan pendudukan. "Wanita Palestina selalu menjadi penentang," tambahnya.
Kondisi sulit, serangan, pelanggaran, dan pengusiran paksa yang mereka hadapi memaksanya menjadi penentang, kata al-Kurd. “Perempuan Palestina menunjukkan kepada dunia bagaimana mereka memperjuangkan kebebasan di Sheikh Jarrah, Yerusalem, dan Palestina. Nenek saya diusir dari Haifa pada tahun 1948. Nenek mengajari saya arti perjuangan dan perlawanan. Saya mewarisi penolakan ini dari nenek saya," katanya.
Dia menambahkan bahwa setiap wanita Palestina hampir menjadi guru dan simbol perlawanan dan perjuangan. Ini adalah perjuangan untuk eksistensi dan kehormatan bangsa Palestina.
Asale Kasim Abu Hasna.
Asale adalah seorang aktivis dan ahli kacamata Palestina, yang juga menghadapi ancaman pengusiran dari kampung halaman. Menurutnya, perempuan Palestina harus melanjutkan perjuangan mereka.
“Karena di sini kami membutuhkan semua orang untuk melawan pendudukan. Tidak hanya wanita Palestina, tapi semua wanita memiliki kekuatan dan kekuasaan. Dan mereka dapat berperan penting dalam perubahan dengan kehadiran dan dorongan mereka. "
Menurut Asale, dirinya ikut memimpin perlawanan terhadap pendudukan Zionis Israel ini sebagai warisi dari ibunya. Dia berterima kasih kepada semua orang yang mendukung mereka dan mereka yang berdiri dalam solidaritas dengan mereka.
“Bukan hanya kami, tapi semua orang Palestina mengalami hal yang sama di sini. Kami telah melalui proses yang sama sejak Nakba, ”katanya, mengacu pada Bencana Besar tahun 1948, ketika kelompok-kelompok bersenjata Zionis mengusir dengan paksa ratusan ribu orang Palestina dan mendeklarasikan Negara Israel. "Sekarang ini kami menghadapi pengusiran lagi, ya harus kami lawan," tambahnya.
Jalur Gaza.
Dinding rumah warga Palestina di Sheikh Jarrah, yang menghadapi ancaman pengusiran paksa oleh Israel, dihiasi dengan grafiti. Puluhan perempuan di acara grafiti menggambar bendera Palestina, peta Palestina, dan berbagai gambar di dinding.
Israel telah menggempur Jalur Gaza dalam serangan udara sejak 10 Mei, menewaskan sedikitnya 181 warga Palestina, termasuk 31 wanita dan 52 anak-anak, serta melukai 1.225 orang lainnya.
Ketegangan menyebar dari Yerusalem Timur ke Gaza setelah kelompok perlawanan Palestina di sana bersumpah untuk membalas serangan Israel baru-baru ini di Masjid Al-Aqsa dan lingkungan Sheikh Jarrah jika mereka tidak dihentikan.
Israel menduduki Yerusalem Timur, tempat Al-Aqsa berada, selama perang Arab-Israel 1967. Israel juga mencaplok seluruh kota pada tahun 1980 dalam sebuah tindakan yang tidak pernah diakui oleh dunia internasional. (nis)
gaza