3 Pakar Hukum Tata Negara Ungkap Desain Kecurangan
Film dokumenter ‘Dirty Vote’ yang mengungkap desain kecurangan Pemilu 2024 resmi dirilis pada Minggu, 11 Februari 2024 siang, pada 11.39 Waktu Indonesia Barat (WIB) di channel YouTube ‘Dirty Vote’. Tidak tepat pada pukul 11.00 WIB, sedikit terlambat dari yang direncanakan sebelumnya.
Alissa Wahid, putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), percaya dengan apa yang dipaparkan pada film ini. “Percaya? Ya iyalah,” kata Alissa, dalam cuitannya pada akun Twitter pribadinya @AlissaWahid.
Film berdurasi 1 jam 57 menit 21 detik ini, merupakan pemaparan tiga pakar hukum tata negara, bagaimana pemilihan presiden (Pilpres) 2024 sudah didesain untuk memberi karpet merah kepada Gibran Rakabuming Raka, anak sulung Presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo. Ketiga pakar tersebut adalah Feri Amsari, Bivitri Susanti, dan Zainal Arifin Mochtar.
Mereka menuturkan secara runtut dan logis, bagaimana kecurangan Pilpres 2024 dilaksanakan secara terstruktur, sistematis, dan masif, untuk melanggengkan kekuasaan Jokowi. Bahkan, jauh sejak sebelum tahapan pendaftaran kandidat calon presiden-calon wakil presiden ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Ketiga ahli hukum tersebut selama ini memang aktif terlibat dalam gerakan antikorupsi. Karenanya, mereka yang mau turut berperan dalam melahirkan film dokumenter ini.
"Saya mau terlibat dalam film ini, karena banyak orang yang akan makin paham bahwa memang telah terjadi kecurangan yang luar biasa sehingga pemilu ini tidak bisa dianggap baik-baik saja," kata Bivitri.
Kolega Bivitri, Zainal Arifin Mochtar mengatakan film yang disutradarai Dandhy Laksono yang juga pernah mengampu film Sexy Killers tersebut bisa menjadi sebuah monumen peran masyarakat melahirkan sosok seperti Presiden Jokowi.
"Film ini adalah monumen, tagihan. Monumen yang akan kita ingat bahwa kita punya peranan besar melahirkan orang yang bernama Jokowi," kata Zainal.
Sementara itu, Feri Amsari menyebut film Dirty Vote ini diharapkan mampu mendidik pemilih dalam situasi pemilu yang kerap dimanfaatkan politikus untuk memenangkan kepentingan mereka, dengan mengabaikan hukum dan etika.
“Film ini dianggap akan mampu mendidik publik betapa curangnya pemilu kita, dan bagaimana politisi mempermainkan publik pemilih hanya untuk memenangkan kepentingan mereka,” kata Feri.
Tak hanya itu, Film ini juga membongkar upaya penggunaan kekuasaan yang kuat dengan infrastruktur yang mumpuni, tanpa malu-malu dipertontonkan secara telanjang di hadapan rakyat demi mempertahankan status quo.
Setelah sekitar 5 jam diupload, film ‘Dirty Vote’ ini telah ditonton 480.674 kali, serta mendapat ribuan respons dari netizen. Rata-rata warganet mengungkap sakit hati mereka atas desain kecurangan pada Pilpres 2024 ini.
Misalnya akun @BagusSatria yang merasa miris, negara yang dipimpin oleh sosok yang pernah disebut sebagai ‘New Hop’, nyatanya merupakan perusak hukum dan konstitusi. Ia berharap, negara ini masih mendapat perlindungan dari Tuhan Yang Mahakuasa.
“Boleh nangis ga sih? 10thn dipimpin seorang yg pernah disebut sebagai New Hope, tapi negara makin rusak khususnya di bidang hukum dan konstitusi. Ya Allah, lindungilah Rakyat Indonesia,” katanya.
“Semoga Banyak Yang Membuka Mata Setelah Nonton Film Ini,” kata akun @adhiecreazy2591
“Semoga semuanya Melihat Film Ini, Saya Yakin Semua Rakyat Indonesia pingin Pemimpin Yang Baik dan Bisa Memajukan Indonesia. Berdoa Sebelum Mencoblos Pasangan yg akan di Pilih ( Berdoa sesuai Agama ). PAKAI HATI NURANI SEMOGA PILIHAN KITA YANG TERBAIK,” kata akun @avivreview.
“Ngerasain banget patah hatinya advokat maupun ahli hukum ngeliat sistem diacak-acak untuk kepentingan sepihak. Wajib viral ini, buka mata semua yang masih ngedukung dinasti politik,” kata akun @milkaanggun2029.
Film dokumenter Dirty Vote disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono. Berbeda dengan film-film dokumenter sebelumnya di bawah bendera WatchDoc dan Ekspedisi Indonesia Baru, Dirty Vote lahir dari kolaborasi lintas CSO.
Ketua Umum SIEJ sekaligus produser, Joni Aswira, mengatakan dokumenter Dirty Vote sesungguhnya juga memfilmkan hasil riset kecurangan pemilu yang selama ini dikerjakan koalisi masyarakat sipil. Biaya produksi dihimpun melalui crowd funding, sumbangan individu dan lembaga.
"Biayanya patungan. Dirty Vote juga digarap dalam waktu yang pendek sekali sekitar dua minggu, mulai dari proses riset, produksi, penyuntingan, hingga rilis. Bahkan, lebih singkat dari penggarapan End Game KPK (2021)," kata Joni.
20 lembaga lain yang terlibat kolaborasi dalam film tersebut adalah Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Greenpeace Indonesia, Indonesia Corruption Watch, Jatam, Jeda Untuk Iklim, KBR, LBH Pers, Lokataru, Perludem, Salam 4 Jari, Satya Bumi, Themis Indonesia, Walhi, Yayasan Dewi Keadilan, Yayasan Kurawal, dan YLBHI.